Suara dari nyala alarm ponselnya begitu berisik dan membuat Tarani terbangun dari tidurnya yang nyaman. Ia beranjak bangun, merentangkan kedua tangannya seraya membuka mulutnya selebar mungkin. Pagi yang indah, cahaya matahari masuk ke dalam kamar begitu Tarani membuka jendela, aroma udara pagi hari ini terasa lebih sejuk dari sebelumnya. Ia tidak pernah merasa sebahagia ini sepanjang hidupnya. Teriakan-teriakan dan suara-suara dari barang yang terlempar kini telah menghilang. Rasa-rasanya seperti sebuah mimpi yang tidak akan pernah membuatnya terbangun.
"Bu!" panggil Tarani begitu keluar dari dalam kamarnya. Ia terdiam, menunggu Ibunya merespon balik panggilannya. Namun, setelah beberapa menit menunggu dan tak ada satupun suara yang merespon, Tarani menutup pintu kamarnya dengan perlahan dan bergegas pergi menuju dapur. "Apa Ibu masih belum pulang?"
Sisa sayuran yang dimasak oleh Ibunya kemarin masih tersimpan rapi di dalam kulkas, bahkan piring makanan tersebut masih dalam posisi yang sama, belum tergeser sedikitpun. Memang sebelumnya, Ibunya telah mengatakan kepadanya bahwa ia tidak tahu secara pasti kapan dirinya pulang, dan Tarani tidak mau repot dengan memikirkan hal yang tidak-tidak. Ia dengan segera memanaskan kembali sayuran tersebut agar terasa enak kembali ketika dimakan oleh Ibunya. Ia memakan sebagian dan menyisakan sebagiannya lagi untuk Ibunya nanti bila sudah pulang.
Tidak lupa ia pergi mandi, mengenakan seragam sekolahnya dan mulai merapikan rambut kusutnya, dan ia juga mengganti gaya rambutnya dengan mengikatnya ke belakang, gaya kuncir kuda terlihat lebih cocok untuknya. Tersenyum, berkaca pada cermin untuk melihat seberapa menawan dan cantiknya dirinya. Tanpa sebuah make up, kerutan di wajahnya terlihat begitu jelas, dengan segera ia mengambil kotak make up dan mulai memakaikannya, akan menjadi masalah jika orang-orang mengetahuinya.
"Apakah ada seseorang di dunia ini yang akan mencintaiku?" tanya Tarani begitu selesai memakai make up-nya, dan menyimpan kembali alat-alat make up-nya ke tempat semula. "Dunia ini memang luas, tapi itu tidak semudah yang dikatakan. Dari sekian banyaknya, pria hanya menerima masa lalu kelam dari wanita yang sangat menawan sementara orang-orang seperti diriku hanya bisa menggigit jari, melihat wanita lain bahagia dengan pasangannya. Kami diambang kelaparan, kematian, siklus perputaran abadi akan terus berlanjut hingga masa mendatang."
"Bagaimana perasaanmu hari ini?" tanya Vikrama yang tengah berdiri seorang diri di dekat motornya; bersandar pada dinding depan rumah Tarani. Mereka telah berjanji akan pergi bersama hari ini, soalnya akan cukup merepotkan bagi Tarani jika ia harus pergi ke sekolah dengan kendaraan umum. Jarak sekolah yang lumayan jauh, akan menguras banyak uang sakunya.
Tarani tersenyum seraya menaikkan salah satu alisnya, mengunci pintu rumah dan pagarnya, ia berjalan ke arah Vikrama seraya memakaikan sebuah helm di kepalanya. "Lebih baik dari sebelumnya aku pikir."
"Iya aku sudah melihatnya dari senyumanmu hari ini," ungkap Vikrama dan naik ke atas motornya, diikuti oleh Tarani yang juga duduk di bagian belakang.
Sepanjang perjalanan mereka tiada henti-hentinya bercanda, menertawakan betapa lucunya hidup ini, dan hal-hal yang telah mereka lalui hingga telah mencapai ke titik ini. Kemustahilan berada di luar jangkauan manusia, tapi manusia selalu melakukan hal yang mustahil, mungkin itulah potensi dari umat manusia yang berada di dalam kepala Vikrama. Dan setelah melihat apa yang telah terjadi pada Ibunya saat ini, ia semakin percaya bahwa setiap manusia pasti akan berubah seiring berjalannya waktu, bahkan jika orang tersebut memiliki sifat yang keras , suatu hari nanti mungkin akan menjadi lebih lembut.
"Duniaku perlahan demi perlahan akan mulai memudar Tara. Bila memang waktunya telah tiba, aku akan pergi, aku tidak akan menahan diriku lebih lama." Tarani tak mengerti mengapa Vikrama tiba-tiba mengatakan hal ini. "Apapun yang terjadi kamu harus tetap hidup, sesulit apapun masalahmu nanti tetaplah hidup. Jangan meracau, berhenti menyalahkan dirimu, kamu harus mencintai dirimu sendiri, karena ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunflower
Teen FictionAnak-anak terlahir karena keegoisan orang tua. Mereka tidak pernah meminta untuk dilahirkan, mereka juga tidak bisa memilih oleh siapa mereka dilahirkan. Sangat adil jika kamu terlahir dengan keluarga yang baik, tapi ketika kamu terlahir dengan kelu...