Baru saja Tarani membuka pintu ruangan, ia sudah disuguhkan dengan beberapa serpihan-serpihan meja, kursi, dan pecahan kaca botol minuman keras banyak berserakan di atas lantai. Terlihat beberapa pria tengah sekuat tenaga menghentikan Deni yang tengah mengamuk, dan sementara para wanita hanya bisa terdiam di pojok ruangan dengan sebatang rokok di tangannya.
"Apa yang telah terjadi di sini?"
Seorang pria yang tak sengaja melihat keberadaan Tarani di pintu masuk, langsung menyuruhnya untuk segera menenangkan Deni yang semakin menjadi-jadi. Mereka tidak ingin Deni meluluh lantakan semua barang yang sudah mereka kumpulkan dengan susah payah.
"Deni, apa yang salah denganmu?" tanya Tarani setelah berjalan beberapa langkah hingga wajah mereka saling berhadapan.
Deni melihat ke arah Tarani yang berada di hadapannya, ia menghempaskan semua tangan yang menghalanginya dan berjalan mendekati Tarani. Wajah mereka hanya berjarak beberapa mili saja, bahkan Tarani dapat merasakan hembusan napas Deni yang begitu tak teratur.
"Apa yang salah denganku?" Deni terkekeh, memasang raut wajah yang terlihat sangat kesal ketika mendengar perkataan Tarani yang seolah merasa tak bersalah. "Setelah kamu berjalan dengan pria brengsek itu, kamu masih mengatakan apa yang salah denganku?"
"Brengsek? siapa maksudmu? Vikrama?" Entah kenapa mendengar Deni mengatakan Vikrama brengsek membuatnya menjadi sedikit kesal. Bahkan ia menunjuk Deni dengan tangan kanannya, tepat di depan wajahnya, suatu hal yang belum pernah ia lakukan untuk membela pria yang bukan siapa-siapanya. "Asal kamu tahu dia bukanlah pria brengsek sepertimu! jadi jaga mulutmu sebelum aku membunuhmu!"
"Kamu akan membunuhku?" tercengang, memundurkan langkahnya seraya tertawa melihat seluruh temannya yang berada di dalam ruangan, kemudian kembali mendekatkan wajahnya dengan Tarani. Tangannya memegang dagu Tarani dan sedikit menaikkannya ke atas. "Kamu punya hubungan apa dengan dia?"
"Aku tidak memiliki hubungan apapun dengannya," kata Tarani, menghempaskan tangan Deni yang menyentuh dagunya dengan begitu keras. "Aku hanya, hanya, hanya ...."
Tarani cukup bingung dengan situasi hubungannya dengan Vikrama. Teman, tapi Tarani tidak menganggapnya seperti itu. Pacar, mana mungkin Tarani akan melakukan hal itu ketika dirinya sendiri memiliki seorang pacar. Teman satu malam mungkin itu kata yang cocok untuk menjelaskan hubungannya dengan Vikrama, tapi itu juga memberikannya kesan arti yang lebih buruk. Eh kenapa? kenapa dia menjadi bimbang seperti ini. Bukankah hubungannya dengan Vikrama hanya sekedar teman sekelas belaka. Tapi kenapa, kenapa ia merasa tak bisa mengatakannya? atau mungkin lebih tepatnya ia merasa tak ingin seperti itu. Melihat kebimbangan yang terpancar dalam raut wajah Tarani membuat Deni mengernyitkan giginya dan mendengus kesal. Ia berteriak kesal dan pergi meninggalkan ruangan begitu saja. Sementara Tarani hanya bisa terdiam, membiarkan Deni berjalan pergi melewatinya.
Para pria segera membersihkan kekacauan yang dibuat oleh Deni, sementara para wanita heboh mengerumuni Tarani. Sepertinya bagi para wanita ini adalah hal yang sangat seru, keingintahuan mereka sangat tinggi, dan hal itu membuat Tarani sedikit kesal.
"Dasar para wanita." Kesal salah seorang pria yang mewakilkan seluruh perasaan pria yang berada di dalam ruangan.
Meski begitu, Tarani merasa enggan untuk mengatakan apapun pada teman-temannya. Ia lebih memilih untuk duduk di tepi sudut ruangan seperti biasa, menyalakan rokok lintingan yang sudah terpasang ganja di dalamnya dan tak lupa dengan sebotol alkohol yang akan membuatnya semakin nyaman. Semenjak bertemu dengan Vikrama, ia hampir tidak pernah merasakan rokok dan mabuk lagi, gejala putus obat pun juga jarang terjadi.
Entah ada apa, tiba-tiba saja terbayang wajah Vikrama dalam pikirannya. Tarani langsung mematikan rokoknya, melemparkan botol minumannya hingga pecahan-pecahan kacanya berserakan. Semua orang yang berada di dalam ruangan menatap Tarani dengan raut wajah keheranan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunflower
Teen FictionAnak-anak terlahir karena keegoisan orang tua. Mereka tidak pernah meminta untuk dilahirkan, mereka juga tidak bisa memilih oleh siapa mereka dilahirkan. Sangat adil jika kamu terlahir dengan keluarga yang baik, tapi ketika kamu terlahir dengan kelu...