Hujan turun begitu deras, beruntung Vikrama telah mendapatkan kendaraan bermotor dari Kakaknya, dan membuatnya dapat kembali pulang dengan cepat. Dia melihat ponsel masih dalam kondisi mengisi daya, Vikrama sudah tidak sabar ingin menghubungi Rhea untuk mengatakan sesuatu yang menarik, mengenai intuisi Deni yang mencukup menarik, dan itu sama dengan apa yang diperkirakan oleh Rhea.
Tetapi di sisi lain, ia juga ingin mencoba untuk menghubungi Tarani, hanya sekedar untuk menanyakan kabarnya. Dia penasaran, reaksi seperti apa yang diberikan oleh Tarani kepadanya. Apakah dia akan tetap dengan sifatnya yang lucu? atau dengan kondisi yang menyedihkan seperti saat ketika pertama kali mereka berinteraksi?
Akan sangat menyenangkan jika dia dapat menelepon Tarani dan mendengar suara tertawa yang lucu dari balik telepon.
Setelah baterai ponselnya terisi penuh, hal yang pertama Vikrama lakukan adalah mencoba menghubungi Tarani terlebih dahulu. Panggilan demi panggilan ia lakukan, dan semuanya berakhir nihil, Tarani tidak menjawab panggilannya sekalipun, dan hanya terdengar suara seorang wanita yang mengatakan bahwa nomor yang ditelepon sedang tidak aktif. Vikrama menjadi semakin khawatir, tapi dia tidak dapat pergi ke rumah Tarani pada malam-malam begini, karena mungkin saja saat ini Tarani telah tertidur dan dia tidak ingin mengganggunya.
Dan kini dia mencoba menelepon Rhea untuk membicarakan tentang apa yang dikatakan oleh Deni sebelumnya kepadanya. Ketika Rhea menjawab panggilannya, Vikrama dengan segera menceritakan semua hal yang bicarakan sebelumnya bersama dengan Deni secara detail dan ringkas.
Rhea agak sedikit terkejut, "Serius? aku tidak menyangka orang seperti dia dapat menangis seperti itu," katanya dengan suara yang agak sedikit berbeda.
Vikrama menyadari perbedaan hal itu, "Kamu kenapa Rhea? sedang sakit?" tanyanya.
"Tidak, aku baik-baik saja. Mungkin karena hujan, aku merasa bahwa hari ini terasa begitu dingin."
"Kamu harus menjaga dirimu baik-baik! kau sebentar lagi akan mengikuti turnamen 'kan?" Vikrama membalikkan tubuhnya, kemudian bersandar dengan jendela terbuka di belakangnya. "Tapi aku masih tak menyangka jika orang yang paling dekat dengan Tarani 'lah yang melakukan ini."
"Sudah kubilang sebelumnya padamu bukan, teman akan lebih menakutkan jika menjadi musuh."
"Iya, terkadang tertusuk dari depan lebih baik ketimbang harus tertusuk dari belakang."
"Apa ini? mencoba menjadi orang bijak?" ejek Rhea diikuti dengan tawa riang. "Sial, kamu sangat cocok dengan itu."
"Oh benarkah?" tanya Vikrama, pujian dari Rhea membuatnya merasa sangat percaya diri.
"Dalam mimpimu maksudku." Tawa Rhea semakin keras, dan membuat Vikrama sedikit kesal karenanya. "Mana ada orang yang mau ditusuk oleh temannya sendiri, baik dari depan maupun belakang, bodoh!"
Waktu yang telah menunjukkan larut malam mengharuskan Vikrama untuk menghentikan pembicaraannya bersama dengan Rhea. Seorang wanita, apalagi atlet sepertinya, tidak baik jika tidur terlalu larut, dia hari menjaga kondisi fisiknya.
"Terima kasih karena telah memberitahuku Rhea, aku berhutang budi padamu."
"Tidak masalah, aku hanya membantu karena aku juga pernah merasakannya. Aku tidak ingin mengabaikan seseorang yang sedang membutuhkan bantuan sepertinya."
"Sampai jumpa di sekolah besok!" entah kenapa Rhea merasa begitu sakit ketika Vikrama mengatakan ini kepadanya. "Selamat malam!"
Vikrama menutup teleponnya dan kembali membalikkan tubuhnya, menikmati suasana malam di kota Bandung seperti yang biasa ia lakukan pada hari-hari sebelumnya. Pemandangan kota yang indah terlihat indah, dipadukan dengan fenomena supermoon yang sedang terjadi di kota ini, dan itu membuatnya terlihat begitu indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunflower
Teen FictionAnak-anak terlahir karena keegoisan orang tua. Mereka tidak pernah meminta untuk dilahirkan, mereka juga tidak bisa memilih oleh siapa mereka dilahirkan. Sangat adil jika kamu terlahir dengan keluarga yang baik, tapi ketika kamu terlahir dengan kelu...