17. Kenangan

42 25 2
                                    

"Pelajaran hari ini sudah cukup, kita lanjutkan lagi minggu depan," ucap seorang Guru Wanita ketika mendengar bel istirahat berdentang menggema hingga ke seluruh penjuru sekolah. Ia merapikan buku-bukunya, mendekapnya, dan berjalan keluar kelas dengan begitu anggun.

Seperti biasa, pada saat jam istirahat, murid-murid dari setiap kelas berhamburan memenuhi seisi lorong. Sebagian dari mereka pergi ke kantin, untuk membeli makan atau hanya untuk sekedar duduk dan mengobrol bersama. Tetapi ada juga yang tetap bertahan di dalam kelas seperti Vikrama, karena mereka telah membawa bekal makanan mereka dari rumah.

Gumpalan awan di atas langit bergerak dengan perlahan, menutupi matahari dan membuat daerah yang berada di bawahnya menjadi sedikit lebih sejuk. Tarani menopang dagunya, seperti biasa ia selalu melihat ke arah luar jendela, menatap pemandangan yang tiap hari tidak pernah berubah, hingga akhirnya dirinya merasa bosan, lalu berdiri dan menyentuh pundak Vikrama yang sedang fokus membaca sebuah buku di sampingnya, "Mau pergi ke kantin gak?" tanyanya.

Vikrama melepaskan kedua earphone yang terpasang pada kedua lubang telinganya, lalu menatap ke arah Tarani seraya menaikkan sedikit alis sebelah kanannya. Dia memberi kode pada Tarani untuk mengatakan kembali perkataanya.

"Mau pergi ke kantin gak?" tanya Tarani sekali lagi.

Perutnya sudah kenyang, dan dia tidak memiliki keinginan untuk pergi ke Kantin. Namun, sulit bagi Vikrama untuk menolak ajakan dari Tarani. Ia hanya menganggukkan kepalanya, yang di mana itu berarti dia menerima ajakan dari Tarani dan dengan segera mereka beranjak bangun dari kursinya. Mereka melangkah keluar dari dalam kelas dengan langkah yang beriringan. Vikrama berjalan di sebelah kanan sementara Tarani di sebelah kiri.

Jika saja Deni melihat ini atau seseorang melaporkan Tarani berjalan berdua bersama dengan Vikrama, bukan tidak mungkin jika Deni kembali menghajar Vikrama seperti kemarin.

"Maaf!" kata Tarani spontan. Setelah melihat kelakuan Deni kemarin, ia jadi merasa tidak enak kepada Vikrama. Sebenarnya dia paham bahwa sebagian besar kesalahan itu berasal dari dirinya, tapi tetap saja kelakuan Deni kemarin sangatlah berlebihan.

"Minta maaf untuk apa?" tanya Vikrama merasa heran. Entah kenapa kali ini orang-orang meminta maaf kepadanya? apakah ini pertanda bahwa hidupnya akan akan segera berakhir? seingat Vikrama, Dokter memberitahunya bahwa itu masih lumayan lama, dan tentunya bukan sekarang.

"Gara-gara aku, kemarin kamu jadi dipukuli habis-habisan sama Deni 'kan?" Tarani berjalan dengan menundukkan wajahnya, merasa begitu bersalah. "Deni salah paham, dan itu karena aku-"

"Sudahlah!" Tarani menatap Vikrama tersenyum, mata mereka saling bertemu, mendengarkan Vikrama berbicara. "Gak usah dipikirin. Aku juga paham. Itu reaksi yang wajar bagi seorang pria."

Tarani seharusnya menjelaskan kesalahpahaman ini pada Deni sebelumnya. Ia dan Vikrama tidak memiliki hubungan apapun, tidak lebih dari seorang teman sekelas yang duduk di meja yang sama. Tetapi itu sudah terlanjur, Deni berada di puncak emosinya dan itu sungguh sulit untuk membuatnya merasa baik kembali. Dan Vikrama juga sadar bahwa sebenarnya ia tidak boleh terus-terusan dekat dengan Tarani, karena sebagai seorang pria ia sungguh sadar betapa menyakitkannya melihat wanita yang kita cintai bersama dengan orang asing. Namun, dia sudah terlanjur nyaman bersama dengan Tarani dan tidak ingin kehilangannya, itu adalah sesuatu yang sering dikatakan para pelakor.

Kisah cinta anak-anak muda sangatlah merepotkan dan penuh dengan liku-liku kelabilan.

"Hei, sepulang sekolah nanti apa kamu memiliki waktu luang?" tanya Tarani, menggenggam kedua tangannya seraya tersenyum.

"Sepertinya enggak, memangnya kenapa?"

Tarani merasa kesal. "Aku pengen pergi ke suatu tempat. Dan aku pikir kita bisa pergi bersama ke tempat itu ... tapi kalau kamu gak bisa, gapapa, aku bisa pergi sendiri juga ...."

SunflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang