Matahari telah terbit, cahaya-cahaya masuk melalui lubang-lubang ventilasi kamarnya. Tarani tersungkur di ruangannya dengan banyak botol dan puntung rokok berserakan di sekitarnya, pandangan matanya begitu kosong, dia belum tertidur sedikitpun sejak semalam. Tangannya terluka, lantai ruangannya bersimbah darah, dan Tarani hanya memasang wajah datar seolah itu bukanlah apa-apa.
Notifikasi ponselnya berdering dengan cukup keras, Tarani mengarahkan wajahnya pada ponsel di sampingnya, terlihat bahwa Vikrama kembali menghubunginya. Alih-alih mengangkat panggilannya, Tarani melempar ponselnya ke sembarang arah hingga rusak. Ponsel yang dibelinya bersama dengan Vikrama itu hancur begitu saja.
Tenggorokannya terasa panas dan serak, dia merasa seperti tenggorokannya tersumbat oleh dahaknya sendiri. Tapi meski begitu dia tetap membakar rokok lintingan, dan melihat jam yang menempel pada dinding telah menunjukkan pukul waktu 7. Dia sudah terlambat, dia harus segera berangkat ke sekolah.
Ketika sedang menikmati rokoknya, tiba-tiba terdengar suara seseorang mengetuk pintu rumahnya dengan sangat keras. Tarani nampak jengkel, dan berusaha untuk tidak memperdulikannya. Namun, ketukan itu terus menerus terdengar dan sangat mengganggunya, dengan penuh rasa kesal dia beranjak bangun, dan pergi menemui seseorang yang mengetuk pintu rumahnya.
Tarani membuka pintu dengan kasar, "Ada apa? pagi-pagi berisik sekali," teriaknya, dan Tarani melihat Vikrama menatapnya dengan penuh rasa heran.
"Apa maksudmu?" Vikrama melihat tampilan Tarani yang acak-acakan. "Ini sudah terlambat, cepatlah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah!"
"Aku tidak akan pergi." Tarani menghisap rokoknya. "Pergi saja sendiri sana! jangan pedulikan aku."
Vikrama merebut rokok dari tangan Tarani, dan mematikan nyala api rokok tersebut dengan cengkeraman tangannya, "Ada apa denganmu Tara? apa kamu sedang menstruasi?" tanyanya.
Tarani menjadi semakin kesal karena rokoknya direbut, "Diamlah!" teriaknya lalu kembali masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya rapat-rapat agar Vikrama tidak dapat mengejarnya.
"Tara buka pintunya!" pinta Vikrama seraya mengetuk-ngetuk pintu rumah. "Jika kamu sedang memiliki masalah, ceritakan saja, aku siap mendengarkan semua ceritamu seperti biasanya. Aku akan memelukmu, memberimu rasa hangat, lalu ...."
"Lalu apa?" teriak Tarani dari dalam rumah. "Pergilah, aku hanya sedang tidak enak badan, biarkan aku sendiri!"
Tarani berdiri membelakangi pintu, bersandar dan membiarkan dirinya terjatuh, sementara itu Vikrama hanya bisa mengernyitkan giginya dan menuruti perkataan Tarani untuk pergi. Tarani melamun, memandang kosong di depannya, dan secara perlahan air mata mengalir. Dia tidak mengerti mengapa menjadi seperti ini, dan mulai bertanya-tanya apakah keberadaan Vikrama itu nyata atau hanyalah sebuah ilusi yang dibuat untuk membuatnya merasa senang?
Lalu, secara tiba-tiba terpikirkan Deni dalam benaknya. Dia merasa bersalah karena telah memperalat Demi selama ini, memanfaatkan perasaannya untuk keuntun dirinya sendiri. Tarani selama ini melupakannya, dan sekarang adalah saatnya bagi ia untuk mengatakan semuanya secara jujur. Meskipun hal itu nanti akan membuat Deni memendam kebencian kepadanya, Tarani tidak peduli karena dia sendiri sadar dengan bagaimana perlakuannya pada Deni.
"Kemarin kenapa kamu langsung pergi Tara?" tanya Sri pada Tarani yang baru saja masuk ke dalam ruangan. "Padahal sesudah itu, kita ...."
Tak menghiraukan Sri yang sedang berbicara kepadanya, Tarani lebih memilih untuk diam dan duduk di tepi sudut ruangan seperti yang biasa sering ia lakukan. Dia membakar ujung rokoknya seraya meminum sebotol alkohol yang tersedia di dalam ruangan.
Semua orang tampak heran dengan sifat Tarani yang aneh. Biasanya memang dia selalu menyendiri di pojokan seperti ini, tapi dia tidak pernah sekalipun mengabaikan perkataan dari Sri. Apalagi tampilan Tarani saat ini terlihat begitu menyeramkan, seperti mayat hidup, dan tak lama kemudian Deni masuk ke dalam ruangan dan berdiri di depan Tarani dengan raut wajah yang nampak dipenuhi oleh amarah. Namun, di sisi lain Deni merasa terkejut dengan penampilan Tarani yang nampak begitu kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunflower
Teen FictionAnak-anak terlahir karena keegoisan orang tua. Mereka tidak pernah meminta untuk dilahirkan, mereka juga tidak bisa memilih oleh siapa mereka dilahirkan. Sangat adil jika kamu terlahir dengan keluarga yang baik, tapi ketika kamu terlahir dengan kelu...