10. New Place

184 34 3
                                    

Setelah konser terakhir Day6 yang diselenggarakan pada pertengahan Februari lalu kondisi Sandi semakin hari semakin menurun.

Dirinya mulai sering kehilangan fokus dan selalu terlihat murung. Secara tidak langsung hal tersebut sedikit banyak juga mempengaruhi kinerja Bandnya.

Jae adalah orang pertama yang menyadari perubahan yang dialami Sandi.

Waktu itu mereka sedang latihan di studio seperti biasa. Pada awalnya latihan berjalan dengan normal dan lancar. Namun setelah sekitar 1 jam berlalu Sandi tiba-tiba marah begitu saja tanpa sebab.

Willy dan Daffa yang baru pertama kali melihat Sandi semarah ini langsung dibuat begidik dengannya.

Tubuh mereka seperti menciut. Seketika keringat dingin pun mengucur dengan deras melewati dahi mereka.

Jevan dan Brian yang bingung dengan apa yang terjadi hanya bisa bertukar tatap. Seolah saling bertanya "Ada apa ini?"

Sandi meletakan begitu saja gitar 100 jutanya dengan kasar di lantai dan kemudian berjalan keluar dari studio, menyisakan Daffa, Willy, Jevan dan Brian yang masih mematung bingung.

Yang dikatakan orang memanglah benar jika seseorang yang jarang marah akan terlihat sangat menakutkan jika dirinya marah.

Bukannya tidak pernah marah, sebagai manusia biasa amarah juga kadang menghampirinya. Namun hal tersebut biasanya hanya sampai di level menggertak saja. Dan semua itu juga bukanlah tanpa alasan, pasti ada sebab di baliknya.

Mengingat pula bahwa Sandi adalah orang yang begitu rasional. Ia selalu berhati-hati, memikirkan dulu apa yang akan menjadi konsekuensinya bahkan ketika orang lain belum tau harus berbuat apa.

Jevan memberi aba-aba kepada yang lain untuk tetap berada di dalam studio, sementara dirinya pergi menyusul Sandi.

Jevan mencari Sandi ke kamar mandi, lobby, parkiran, pantry namun ia tidak juga menemukannya.

Hanya satu tempat yang kini terlintas di kepala Jevan yaitu, tangga darutat.

Benar saja setelah membuka pintu menuju tangga darurat Jevan langsung melihat Sandi yang terduduk di anak tangga sembari meremas lesu rambutnya.

Jevan kini mengambil tempat di sebelah Sandi.

"Lo kenapa San?" Jevan memperhatikan teman yang sudah dikenalnya selama hampir 9 tahun itu, "Tumben-tumbenan lo kaya gini. Kalo lo mau cerita sini sama gue."

Jangan lupakan fakta bahwa Jevan adalah orang tertua di antara mereka berlima. Walaupun Sandi adalah seorang leader, namun di mata Jevan, Sandi tetaplah seorang adik baginya, yang harus benar-benar ia jaga.

Sandi tak berkata sepatah pun. Tetap diam menatap tembok kosong di depannya.

Seakan paham dengan apa yang temannya itu rasakan, Jevan tidak memaksanya untuk bercerita.

Mereka hanya saling terdiam untuk beberapa saat.

"Lo mending pulang aja deh San. Tenangin diri lo dulu." Jevan beranjak dari duduknya, "Gue emang gatau masalah apa yang elo alamin sekarang. But i'll always be here if you wanna share something."

"Tapi kalo lo ngerasa lo udah gak sanggup ngadepin masalah lo sendiri, go see some help, go to the profesional." sarannya.

"Jangan terlalu gengsi sama diri lo sendiri." itu adalah kalimat terakhir yang Jevan katakan sebelum dirinya menghilang dari balik pintu.

•••

Setelah hampir 3 bulan hanya menghabiskan waktunya dirumah, hari ini Sandi memutuskan untuk keluar bertemu dengan Psikiaternya.

Get Into | DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang