"Bentar ya papa bikin susu dulu."
Sandi yang tadinya berbaring bersama anak-anaknya kini berjalan keluar kamar menuju dapur.
Pikirannya kalut, tenaganya pun serasa terkuras. Pasalnya Mila dan Gian sedang sakit saat ini. Badannya panas hingga mencapai suhu 39 derajat.
Pada awalnya hanya Mila yang sakit namun selang beberapa jam Gian pun menyusul.
Mereka berdua tak henti-hentinya menangis. Sandi pun dibuat kalang kabut untuk mengurus dua anaknya.
Mengapa Sandi tak memanggil Bi Darmi atau pun menyuruh orang tuanya ke Jakarta untuk membantunya?
Ia melakukan itu semua karena besarnya rasa gengsi yang masih menguasai dirinya. Mungkin jika ada penghargaan manusia paling gengsi sedunia maka sudah dapat dipastikan Sandi-lah yang akan jadi pemenangnya.
Dengan apa yang sudah ia lewati, Sandi bertekat dengan kuat untuk mengurus Mila dan Gian dengan kedua tangannya sendiri.
Ia tidak mau dengan mudah begitu saja "menyerahkan" kedua anak tercintanya kepada orang lain, terlebih kepada orang yang tidak ada hubungan darah dengannya.
Setelah air yang dipanaskan oleh pria beranak dua itu mendidih, ia kemudian menuangkannya ke dalam botol yang telah berisikan susu formula.
Namun belum selesai ia mengocok botol susu di tangannya terdengar suara Gian yang menangis dengan kencang. Sandi dengan sigap segera berlari menuju kamarnya.
Entah mengapa setiap kali mendengar tangisan Mila ataupun Gian, hati Sandi terasa perdih, rasanya seperti tersayat oleh belati yang sangat tajam.
Anak laki-laki berambut sedikit ikal itu langsung digendongnya.
Sandi mengecek kembali suhu tubuh Gian, ia menempelkan punggung tangannya pada dahinya.
Merasa tidak ada perubahan Sandi kemudian mengambil thermogun dan mengarahkannya ke dahi Gian. Setelah terdengar bunyi bip di lihatlah angka yang tertera pada layar thermogun, dan disana memperlihatkan angka 40.
Belum sempat untuk bereaksi, Sandi dikejutkan lagi dengan Mila yang tiba-tiba mengejang.
Sandi segera menurunkan Gian dari gendongan dan berhalu kepada Mila.
Pria itu tak tahu harus berbuat apa. Pikirannya sangat kacau. Ia harus membawa Mila dan Gian ke rumah sakit batinnya.
Namun ia tak akan bisa membawa kedua anaknya sendirian. Apalagi dengan keadaan mereka saat ini yang hanya bisa menangis. Itu akan membuatnya tak fokus menyetir dan hal tersebut bisa membahayakan keselamatan mereka.
Kini hanya ada satu nama yang terbersit di benaknya.
Demi kedua keselamatan anak-anaknya kini Sandi rela untuk menurunkan gengsinya.
Diraihnya ponsel yang sedari tadi tergeletak di kasur dan segera menelpon salah satu nama yang ada di kontaknya.
Setelah beberapa kali mencoba menelepon namun tidak ada jawaban dari ujung sana.
Mungkin orang tersebut sudah tertidur?
•••
Sudah menunjukan pukul 12 malam. Selayaknya orang pada umumnya Disha pun sudah tertidur dengan lelap.
Namun tidak untuk malam ini. Tidurnya terusik karena ponselnya terus bergetar.
Dengan mata yang masih sangat berat Disha mencoba untuk melihat siapa yang menghubunginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Get Into | DAY6
Fanfiction[This is life, we never know what will happens] Ternyata benar perjalanan hidup tidaklah semulus apa yang diinginkan. Cinta, perbedaan, dan keegoisan adalah 3 hal yang selalu menghalangi kisah indah itu. Dan perpisahan, jangan pernah melupakannya...