Pintu studio latihan terbuka memperlihatkan kepala Sandi dengan bola mata yang bersinar mencuat dari celah pintu.
"Eh Bri kok sendirian yang lain pada kemana?" tanya Sandi ketika dirinya hanya mendapati Brian disana.
"Gatau tadi Daffa sama Willy katanya keluar bentar mau beli camilan, tapi sampe sekarang enggak balik-balik. Lo sendiri ngapain disini? Bukannya lo full rest?"
Sandi berjalan memasuki studio yang sudah beberapa bulan tak ia datangi ini, "Habis ketemu Pak Hari bentar tadi. Terus iseng aja mau check studio. Lo habis latihan?"
"Yoi. Gue lagi nunggu siaran radio, nanggung kalo pulang, jadi nunggu disini dulu."
"Coba deh lo telpon anak-anak pada beli camilan dimana, gue laper. Lo mau makan juga ga?" tawar Sandi.
"Bayarin ya tapi?"
Sandi mengernyitkan dahinya, "Minta bayarin mulu! Padahal lo yang paling tajir."
Brian pun segera mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Daffa.
"Daf dimana?"
"Kenapa?" sahut Daffa dari balik sambungan telepon.
"Gue mau nyusul sama Sandi."
"Bang Sandi? Tiba-tiba?"
"Iyee, dimana lo?"
"Di cafe yang di ujung jalan. Yang dulu bekas toko alat lukis."
"Ya udah tungguin, gue kesana. Sekalian tolong pesenin pie-nya 2."
"Oke deh gue pesenin dulu. Cepetan, ada Bang Jev juga disini."
"Yoi."
Brian dan Sandi segera pergi. Hanya buih waktu 5 menit untuk mereka sampai cafe tersebut.
"Lo duluan deh, gue mau ke toilet dulu." pinta Sandi.
Brian lalu langsung mencari keberadaan yang lain.
Brian menepuk pundak Willy, "Sialan! Lo tadi katanya cuma bentar, gue tungguin gak balik-balik, tau gitu kan tadi gue ngikut." cercanya.
"Ini nih Bang!" Willy kemudian menunjuk Daffa, "Dia gamau balik. Soalnya katanya yang punya cafe cantik." adu Willy.
"Halah kaya tadi lo ga bilang dia cantik aja, jangan adu domba ye!" balas Daffa tak mau kalah.
"Pasti lo demen deh Bang, dia tipe lo banget!" sambungnya sembari menyikut lengan Brian yang kini telah duduk di sebelahnya.
Jevan meminum kopinya, pria yang duduk di sebelah Willy itu lalu berkata, "Udah cantik, ramah lagi. Mata gue langsung seger jadinya."
"Lah lo ngapain tiba-tiba ada disini? Katanya ada rekaman podcast?" tanya Brian sambil memakan pie yang sudah dipesankan oleh Daffa tadi.
"Tadi kelarnya lebih cepet. Tapi gue bosen di apart, jadi gue chat Willy tanya dia lagi dimana. Terus ya gue kesini. Apa mungkin emang semesta udah menakdirkan gue buat ketemu sama yang punya cafe ini." Jevan lalu menyandarkan tubuhnya di kursi sembari memejamkan mata.
Brian menggeleng-gelengkan kepalanya, "Gue rasa lo udah mulai gila."
"Lah tumben amat lo anteng bener Bang? Biasanya juga kalo ngomongin cewek cakep paling semangat lo." ejek Daffa.
Willy memicingkan matanya menatap Brian, "Gue kata juga apa Daf, Bang Brian pasti lagi punya gebetan ini! Liat aja twitternya."
"Ngomong apa sih lo berdua. Ngelantur!" elak Brian dengan cepat.
Jevan yang masih pada posisinya lalu berkata, "Eh tapi kalian sadar gak sih? Brian ini jadi aneh banget loh. Dulu-dulu dia juga punya gebetan tapi tetep aja terdepan kalo masalah cewek cantik."
Jevan kemudian melihat ke arah Daffa dan Willy secara bergantian, dan tatapan berhenti pada Brian.
Brian yang sadar akan hal itu langsung terdiam, raut wajahnya berubah nenjadi panik.
"Yaelah Bang santai aja kali, kita-kita gak bakalan ngerebut cewek lu." Daffa yang tertawa menepuk-nepuk bahu Brian dengan santai.
"Jelek banget akting lo Bang. Emang ya Bang Brian ini kalo nyembunyiin sesuatu keliatan banget." sahut Willy yang kemudian juga ikut tertawa.
"Kalo ada sesuatu yang bikin lo seneng cerita napa Bri. Kita nih ya kalo lo seneng pasti juga ikutan seneng tau. Gak baik semuanya disimpen sendirian." timpal Jevan berusaha menenangkan suasana, "Sama aja ternyata kayak Sandi." imbuhnya.
Sementara Daffa dan Willy kini sudah seperti orang gila. Tertawa terbahak-bahak, mereka merasa menang karena telah berhasil meng-skakmat abangnya itu.
"Iya-iya ntar gue ceritaan." akhirnya Brian melontarkam suaranya.
"Nah gitu dong!" sahut Daffa dan Willy bersamaan.
"Rame amat lu pada. Gini ya kalo gak ada gue, pada nyeritain apa lo?" tiba-tiba Sandi telah berada disamping mereka.
"Bang Brian punya raha–" belum selesai Daffa berbicara, mereka bertiga dikagetkan lagi oleh sesosok wanita yang muncul dari balik punggung Sandi.
"YA TUHAN!" pandangan Jevan, Willy dan Daffa langsung tertuju pada wanita itu.
Sementara Brian masih asik memakan pie-nya seakan tak terjadi apa-apa disana.
"Udah-udah. Jaga mata lo pada ya." gertak Sandi mengingatkan teman-temannya itu.
"Kenalin ini Disha yang punya cafe ini. Sepupunya temen gue." ucap Sandi.
"Halo saya Disha." sapa ramah wanita itu sembari meletakan dua buah piring berisikan chessecake ke meja mereka.
Ketiga orang tersebut bergantian untuk bersalaman.
"Aku Jevan."
"Aku Daffa."
"Aku Willy."
Kini giliran Brian, "Gue Brian." Ia hanya menganggukan kepala dan menyebutkan namanya.
"Salam kenal semuanya. Ini ada menu baru kita, silahkan dicoba ya. Semoga suka. Saya permisi dulu." pamit Disha.
"Oh iya makasih Disha!" sahut Jevan penuh dengan semangat.
"Lo ngomongin apaan sih? Keras banget ketawa lo, sampe kedengeran dari kamar mandi." Sandi bertanya.
"Jadi Bang Brian la–".
Brian segera memotong perkataan Willy, "Ntar gue cerita sendiri ya, kalo udah waktunya."
"Ya Tuhan ngambek anaknya." Jevan kembali mengejeknya dan kemudian diikuti dengan tawa mereka berempat.
How was the story guys?
Don't forget to vote and comment ya!
See you on next chapter! ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Get Into | DAY6
Fanfiction[This is life, we never know what will happens] Ternyata benar perjalanan hidup tidaklah semulus apa yang diinginkan. Cinta, perbedaan, dan keegoisan adalah 3 hal yang selalu menghalangi kisah indah itu. Dan perpisahan, jangan pernah melupakannya...