Fiyya Pov
Hari ini hari keduaku menemani visit dr Zufar. Aku menunggu di lantai dua sambil sesekali meraba tumit kakiku. Rasa sakitnya sudah jauh berkurang sejak fisioterapi kemarin.
"Gimana Fi, hari pertama visit kemarin?"
Suara Nara yang baru saja meneleponku, terdengar sumringah. Jadwal visit dokter Kafka tidak sepagi dr Z. Jadi Nara bisa lebih santai ke rumah sakit.
"Kaki aja sih Na, masih nyut-nyutan. Kemarin kesandung di tangga."
"Kebiasaan Lo, Fi. Makanya nggak usah buru-buru kalau jalan. Lo bakal susah kalau jaga malam, kaki masih sakit kayak begitu." Nara mengomel.
"Apa gue tukar jaga dulu ya, Na? Kudu lincah dan strong wira-wiri panggilan kegawatan di bangsal. Eh dokter Z sudah datang, Na. Nanti gue telepon lagi."
Aku kembali tegang melihat dokter Z baru saja keluar dari lift. Pagi-pagi sudah senam jantung sehat. Dalam hitungan detik aku memutus percakapan dengan Nara.
Sedikit memaksakan diri aku melangkah. Tepatnya mengekori beliau. Anehnya kali ini dokter Z tidak banyak berbicara kepadaku. Beliau langsung ke nurse station dan mengajak adik-adik koas ke bangsal lantai dua.
Sepanjang visit dr Z tidak lagi bertanya kepadaku. Beliau lebih banyak membimbing koas. Bisa kusimpulkan beliau baik dan karismatik. Aduh, stop Fiyya. Lama-lama aku seperti larut dalam kekaguman kepada beliau.
30 menit kami keliling bangsal di lantai dua. Ada satu orang pasien yang kondisinya tiba-tiba menurun. Padahal jam empat pagi tadi, aku periksa masih baik-baik saja. Namanya Tn H, pasien baru dari IGD yang masuk bangsal jam tiga dini hari.
Sekarang saat divisit, kesadarannya menurun. Kali ini dokter Zufar memanggilku, di luar pintu pasien. Adik koas sudah beliau persilahkan untuk pergi. Duh, kayaknya aku salah lagi.
"Dokter Fiyya, nanti duduk di dekat saya. Saya mau edukasi ke keluarga, menjelaskan kondisi pasien kurang baik."
"Tadi pagi waktu saya visit pasiennya masih baik." Aku menjelaskan supaya beliau tidak salah paham. Aku merasa bertanggung jawab dan tidak mengabaikan pasien.
"Saya tidak menyalahkan kamu, Fiyya. Tuan H memiliki riwayat hipoglikemia berulang. Gula darahnya sering turun dibawah 70 mg/dl. Tadi gula darahnya 49 dan mulai sesak napas. Kalau dari kriteria Q- SOFA score sudah memenuhi 2 kriteria sepsis. Penurunan kesadaran Glasgow Coma Scale E2M5V3, laju napasnya lebih dari 30 kali per menit. Saat ini tekanan darah masih bagus. Sudah masuk bolus cairan glukosa D40% dan gula darah monitor post bolus, sudah naik di atas 100 mg/dl. Setelah ini kita akan cek gula darah berkala." Dokter Zufar menerangkan kepadaku dengan sabar.
Syukurlah beliau tidak salah paham padaku. Aku jadi banyak belajar penatalaksanaan kegawatan pada pasien beliau.
"Selain berpikir ke arah infeksi, kita juga harus mencari penyebab kemungkinan penurunan kesadarannya. Penyebab ekstrakranial kita berpikir adakah gangguan metabolik atau gangguan elektrolit. Dari intrakranial kita masih bisa berpikir apakah ada stroke, karena pasien masuk dengan kondisi hipertensi emergensi. Dari awal pasien saya motivasi untuk dirawat di masuk ruang ICU. Tapi keluarga sudah tanda tangan penolakan karena kendala biaya. Pasien tidak punya kartu jaminan kesehatan dari pemerintah."
Dokter Z yang biasanya irit bicara, menjelaskan panjang lebar. Beliau kemudian memanggil keluarga pasien ke ruang edukasi. Aku menemani beliau dan sekaligus belajar cara memberikan edukasi yang baik.
Selesai menerima penjelasan, dua orang anak pasien langsung menangis. Aku jadi ikut bersedih, membayangkan kalau posisiku berada di posisi mereka.
Setelah bermusyawarah, keluarga tetap menandatangani surat penundaan ICU.Aku bisa memahami kondisi keluarga pasien, karena dulu almarhum Eyang Kakung juga sempat masuk ICU. Waktu itu belum ada jaminan kesehatan pemerintah seperti sekarang.
Bersyukur keluarga ayah dan ibu sama-sama rukun. Semua kompak bergotong royong mengumpulkan uang untuk membiayai perawatan Eyang di ICU.
Selesai memberi edukasi, aku dan dokter Z keluar ruangan. Aku menemani beliau di depan lift. Berharap visit ini segera selesai.
"Kaki kamu masih sakit, Fi?"
"Sakit sedikit, Dok."
"Kemarin jadi fisioterapi?"
Tumben beliau perhatian untuk hal-hal yang tidak penting.
"Jadi Dok. Rencana satu kali lagi hari ini."
Dokter Zufar berdehem. Padahal aku lihat beliau baru saja minum air putih kemasan yang dimasukkan ke snelinya.
"Selesai dari fisioterapi. Siang ini kamu ada acara nggak?"
Aku memincingkan mata dan berusaha menajamkan pendengaranku.
"Saya mau pulang, Dok. Mau istirahat."
Aku menekankan kata "istirahat" dan berharap beliau mengizinkan.
"Oh. Kalau kamu nggak ada acara siang ini, saya sebenarnya mau minta tolong menjemput Bunda di stasiun Gambir. Tadi pagi Bunda menelepon, kalau ketinggalan pesawat. Jadi beliau memilih pulang naik kereta pagi ini dari Semarang. Itu juga kalau kamu nggak keberatan."
Sebenarnya aku ingin menolak, tapi ada rasa sungkan.
"Saya ada praktek poli sampai jam 12 siang, tapi saya usahakan menyusul ke stasiun. Kalau kamu nggak bisa, nggak apa-apa. Nanti biar Bunda pulang sendiri."
Rasanya tidak baik mengabaikan permintaan dokter Z. Bagaimana pun juga, bulan ini aku masih asisten beliau. Anggap saja yang aku lakukan ini untuk membantu beliau.
"Baik Dokter, nanti saya usahakan."
Raut wajah dokter Z berubah cerah. Cepat sekali moodnya beralih. Entah kenapa aku kok jadi berdebar ya, melihat beliau tersenyum. Sungguh kejadian langka melihat wajah beliau seperti sekarang.
"Terima kasih, Fiyya. Nanti saya kirim nama kereta dan foto Bunda."
"Baik, Dok."
Fiyya menunggu beberapa saat sampai pesan dari dr Z masuk ke ponselnya.
"Saya praktek poli dulu. Terima kasih mau menjemput Bunda."
Pintu lift terbuka dan dokter Z melambai ke arahku. Efek senyuman beliau membuat kedua pipiku terasa panas. Apakah ini yang dinamakan efek pemanasan global.
***
Catatan :
1. Hipoglikemia : Keadaan kadar glukosa darah <70 mg/dL atau kadar glukosa darah <80 mg/dL dengan gejala klinis.
Gejala klinis, diantaranya : lapar, mual, lemah, lesu, keringat dingin, bibir atau tangan gemetar, sampai tidak sadar dengan atau tanpa kejang.
Sumber:
Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam,
Bab Hipoglikemia.2. Sepsis : disfungsi organ yang mengancam jiwa, disebabkan oleh disregulasi respon host (manusia) terhadap infeksi.
Sumber : Assessment of Clinical Criteria for Sepsis For The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3). Singer et al. 2016.
3. QSOFA (Quick SOFA Sepsis Screening Score) : sebagai alat skrining klinis secara cepat untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko sepsis. Skore 2 atau lebih mengindikasikan sepsis.
Meliputi :
*Hipotensi (TD Sistolik <= 100 mmHg bila Ya, skor 1
*penurunan status mental/kesadaran (GCS <15), bila Ya: skor 1
*laju napas >= 22 kali/menit, bila Ya: skor 1.
Sumber : Sepsis-3 guideline 2016.4. GCS (Glasgow Coma Scale) :
Suatu skala penilaian untuk mengetahui tingkat kesadaran.
Yang dinilai adalah :
E (Eye) mata: kemampuan membuka mata.
M (Motoric): kemampuan gerak tubuh.
V (Verbal): kemampuan bicara.Sumber : www. alodokter.com
KAMU SEDANG MEMBACA
DEBARAN
RomanceSebuah prestasi untuk Fiyya, tidak segera pensiun dini menjadi asisten Zufar. Dimarahi berulang kali karena ketidaktelitiannya menjawab konsulen, membuat Fiyya akhirnya sengaja membuat kesalahan yang sama. Tujuannya agar dia segera dipecat. Tidak ap...