Part 11. UNPREDICTABLE

7.5K 1.1K 199
                                    

Selamat membaca. 😊

***

Fiyya Pov

Bersyukur acara rumah Cahaya Hati siang ini berjalan lancar. Aku tidak menyangka Faris dan Yahya, kedua teman lamaku bisa meluangkan waktu untuk hadir.

Semua yang terjadi hari ini menjadi bingkisan manis untukku. Satu bulan lalu, kedua sohibku ini mengatakan tidak bisa datang. Ternyata mereka sengaja ingin membuat kejutan.

Faris sedang mengambil kuliah S2 teknik lingkungan di Jepang dan tahun ini ia akan wisuda. Sedangkan Yahya bekerja sebagai arsitek di kota Bandung. Keren-keren sekalilah dua orang ini.

"Ara, bagus nggak foto-fotonya?"

Faris menunjukkan hasil bidikan lensa kameranya ketika mengabadikan momen bersejarah pengguntingan pita rumah singgah.

Rumah yang bertahun-tahun lamanya kami impikan, akhirnya terwujud juga. Impianku, Rezi, Faris dan Yahya. Faris juga memfoto saat anak-anak sedang makan siang.

"Bagus hasilnya, Ris. Kamu masih hobi fotografi sampai sekarang?"

"Yo'i." Faris menepuk dadanya dengan wajah bangga.

Foto anak-anak rumah singgah yang sedang makan dengan lahap, membuatku tersenyum. Ibu pasti senang karena masakannya laris manis.

Ada gemuruh penuh rasa haru melihat mereka kini telah tumbuh remaja. Sepertinya aku yang memang bertambah tua.

Selain rumah ini menjadi tempat mereka belajar daring selama pandemi, ada juga kelas keterampilan kerajinan tangan dari Mbak Ulfa.

Mbak Ulfa adalah kakak alumni SMAku yang memiliki usaha kerajinan tangan dari bahan daur ulang. Terutama sampah plastik yang bisa diubah menjadi hiasan meja, tempat pensil dan masih banyak lagi.

Bu Rosita, pemilik yayasan telah mengelola rumah singgah dengan baik, sehingga bisa seperti sekarang ini.

Kami bertiga -aku, Faris dan Yahya, duduk memperhatikan anak-anak makan siang. Kalau mereka makan dari nasi kotak, maka kami bertiga justru makan prasmanan buatan Bu Rosita.

Nikmat sekali makan nasi putih yang masih mengepul dengan lauk ikan nila bakar, sayur asam, tempe dan tahu goreng, sambal dan lalapan.

Tanpa sadar aku sudah tambah dua kali karena masakan Bu Rosita memang luar biasa enak.

"Ra, laper apa doyan?" Faris terkekeh melihat tingkahku.

Sewaktu SMA, keduanya memanggil namaku Ara karena nama panjangku Fiyya Zahrana.

Selesai acara makan siang, Bu Rosita membagikan bingkisan dari dokter Zufar untuk anak-anak.

Anak-anak membantu membereskan  bekas makan dan memasukkan ke  kantong plastik hitam. Bu Rosita sudah duduk bersama kami untuk memberikan kata penutup.

"Anak-anak yang Ibu sayangi. Puji syukur kepada Yang Maha Kuasa, kita telah sampai di penghujung acara. Terima kasih saya haturkan kepada donatur yang baik hati dan tidak mau disebut namanya. Beliau ikut memberikan fasilitas Wifi gratis di rumah ini, untuk anak-anak gunakan mengerjakan tugas sekolah. Ibu ingin kalian mendo'akan supaya beliau diberikan kesehatan, kelapangan rezeki dan keberkahan dalam hidupnya. Aamiin."

Aku terperangah. Aku baru tahu kalau sosok yang dimaksud oleh Bu Rosita adalah dokter Z. Jadi, beliau adalah salah seorang donatur tetap di rumah singgah Cahaya Hati.

Satu lagi kekagumanku bertambah karena dr Z enggan mengumbar kebaikan hatinya. Padahal bisa saja hal itu menginspirasi orang lain untuk melakukan kebaikan yang sama.

DEBARAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang