"Biarkan aku titip rindu,
Pada tiupan angin nan syahdu,
Pada rintik hujan yang sendu,
Agar kamu tahu bahwa aku,
Mencintaimu selalu."***
Setelah salat maghrib, Fiyya tidak kuasa menahan rasa kantuk. Padahal tadinya dia sudah bersiap untuk berangkat ke RS. Semula dia hendak salat isya di RS saja, supaya tidak terlalu larut malam sampai kesana.
Jam besuk juga hanya sampai jam tujuh malam. Tapi sejak jam lima sore, hujan turun dan masih deras sampai sekarang. Hal itu yang mengurungkan niat Fiyya untuk berangkat, sementara dia tahu suaminya sudah menunggu.
Fiyya menyandarkan punggung di mushola rumahnya. Hampir satu bulan lebih, dia menghuni rumah ini. Mushola termasuk tempat yang dia sukai.
Hawa dingin karena rinai hujan di luar, membuat Fiyya akhirnya larut dan lama kelamaan dia pun tertidur. Fiyya mengerjapkan mata berulang kali dan mendapati dirinya baru saja terjaga. Dia meraih benda pipih yang ada di samping sajadah.
25 misscalls Zufar.
15 miscalls Nara.Sudah jam 11 malam dan dia tidak menepati janji untuk datang menjenguk suaminya.
Fiyya terduduk lemas, seperti seorang penumpang yang sudah sampai bandara. Namun tertinggal pesawat karena terlambat check in.
Dia sudah membayangkan suaminya pasti sejak tadi sudah marah dan...
Jemari Fiyya menekan nama suaminya di layar ponsel. Satu kali, dua kali, suaminya tidak mengangkat telepon. Sudah terlalu malam, mungkin suaminya sudah tidur.
Fiyya masih menunggu beberapa kali. Sampai dering ketujuh, barulah suara di seberang terdengar. Detak jantung Fiyya berdebar tak beraturan.
"Assalaamu'alaikum, Mas. Maaf Fiy ketiduran di rumah dan baru bangun."
Hening sesaat. Tidak ada suara. Rupanya ini cara Zufar menghukumnya.
Klik. Zufar benar-benar memutus telepon begitu saja. Ketika Fiyya berusaha menelepon kembali, ponsel Zufar sudah tidak dapat dihubungi.
Fiyya menghapus air mata yang tiba-tiba menggenang, membasahi pipinya. Mengapa rasanya Zufar sekarang sulit dia gapai. Mengapa sesulit ini dia meraih cinta suaminya kembali.
Kali ini Fiyya ganti menelepon Nara. Hanya selang beberapa menit, sudah terdengar suara Nara menangkat telepon.
"Assalaamu'alaikum Na."
"Wa'alaikumsalam. Ya Allah, Fiy. Kamu kenapa tadi ditelepon nggak diangkat-angkat?"
"Maaf aku ketiduran di rumah." Fiyya menjawab lesu. Perlahan dia menghapus air mata agar tidak terdengar sedang menangis.
"Fiy, kamu habis menangis?"
Fiyya ketahuan. Nara lebih peka dengan keadaan sahabatnya.
"Tadi aku menelepon karena diberitau dr Filda, dokter jaga ICU. Dr Z cariin kamu Fiy. Suamimu mengamuk karena kamu nggak datang besuk. HP kamu ditelepon juga nggak diangkat."
Fiyya memegang ponselnya gemetar.
"Apa aku sekarang datang ke RS saja ya Na? Minta izin menemui suamiku."
"Jam besuk sudah lewat, Fiy. Sudah larut malam juga. Besok siang aja ke RS lagi. Kamu sekarang sendirian di rumah atau ada keluarga yang temani?"
"Sendiri. Aku sudah biasa sendirian di rumah, Na. Sejak Mas Zufar dirawat di RS."
"Aku kesana sekarang ya, Fiy. Aku mau menginap di rumah kamu. Kirimin share locnya. Aku tunggu."
"Tapi Na, ini sudah malam. Kamu juga habis pulang dinas siang. Pasti capek."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEBARAN
RomanceSebuah prestasi untuk Fiyya, tidak segera pensiun dini menjadi asisten Zufar. Dimarahi berulang kali karena ketidaktelitiannya menjawab konsulen, membuat Fiyya akhirnya sengaja membuat kesalahan yang sama. Tujuannya agar dia segera dipecat. Tidak ap...