Part 33. OUR FAITH AND LOVE

15.8K 1K 245
                                    


"Hidup tidak selalu bercerita,
Tentang kepak sayap kupu-kupu,
Yang molek serta cantik jelita,

Tapi hidup juga mengajarkan,
Cara menghadapi nestapa,
dan tak menyerah untuk bersama."

***

Langit pagi tampak cerah dan sesuai rencana, Zufar mengajak Fiyya jalan pagi mengelilingi taman komplek. Ini seperti mengulang hal-hal menyenangkan yang telah mereka lakukan di awal pernikahan.

"Adek nggak malu 'kan, jalan sama Mas?"

Zufar menunjuk ke arah kursi roda elektrik yang kini menjadi tempatnya duduk. Kursi roda elektrik yang ia gunakan, hanya untuk alat bantu supaya tidak terlalu lelah ketika berjalan.

"Ngapain Fiyya harus malu? Yuk kita berangkat, Mas."

Pagi ini outfit mereka sama-sama senada. Kaos polos berwarna putih dan celana training navy blue. Sebenarnya keduanya tidak pernah janjian dan belum pernah membeli baju couple.

Fiyya menggosokkan kedua telapak tangan sebelum mendorong kursi roda sampai pagar. Sebenarnya kursi rodanya sudah otomatis dan tidak perlu didorong.

"Fiyya mau ambil jaket dulu? Atau biar Mas yang ambil saja."

Zufar sudah bersiap kembali ke dalam rumah, tapi Fiyya mencegahnya.

"Nggak usah Mas. Nanti juga kalau sudah jalan kaki, badan jadi hangat."

"Kalau capek jalan, duduk di pangkuan Mas aja." Zufar tersenyum menggoda istrinya.

"Yakin? Nanti yang ada, kursi roda Mas patah kalau dinaiki dua orang." Fiyya mengerucutkan bibir membuat Zufar gemas melihatnya.

Zufar mengambil jemari tangan Fiyya dan diciuminya satu persatu.

Dejavu. Memori Fiyya sejenak melayang, seperti pernah mengalami kejadian barusan.

"Mas, malu. Takut dilihat sama tetangga." Fiyya mengingatkan.

Zufar menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Mas nggak lupa kok, kalau tetangga kanan kiri rumah kita hanya datang saat weekend. Sekarang masih hari Jum'at."

Ganti wajah Fiyya yang blushing. Suaminya ternyata tidak mempan dibohongi.

"Sudah yuk Mas, buruan kita jalan."

"Oke, kita nggak usah jauh-jauh. Mas takut Fiyya kecapekan. Kita sampai taman aja, terus habis itu pulang."

Fiyya mengangguk. Dia belum menceritakan mengenai kehamilannya, tapi kenapa dia merasa suaminya sudah tahu ya? Buktinya cuma jalan pagi aja, takut Fiyya capek.

Sejak bangun tidur tadi pagi, Fiyya merasa Zufar jadi lebih protektif. Apa pun itu penyebabnya, Fiyya bersyukur karena ada perubahan ke arah yang lebih baik. Paling tidak jika sedang kesal, Zufar tidak lagi marah-marah seperti saat di RS.

Keduanya tampak berjalan beriringan menuju taman. Fiyya terlihat bersemangat. Zufar memperhatikan hal itu. Semalam Zufar membuka tas Fiyya di kamar, karena sempat mencurigai hubungan istrinya dengan Yoga -kekasih Laras.

Namun ia masih memiliki akal sehat untuk tidak menuduh istrinya berselingkuh. Selama 20 hari lebih Zufar diam mengamati Fiyya yang selalu datang membesuknya. Ada beberapa hari dimana Fiyya tidak datang karena lelah.

Zufar baru menyadari keegoisannya. Meminta Fiyya selalu datang menjenguk. Lalu beberapa perawat yang datang juga ada petugas fisioterapi, memberinya nasihat agar Zufar bersabar.

DEBARAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang