Part 21. FIRST TIME

7.8K 1K 123
                                    

"Menatap wajahmu sepagi ini,
Mengukirkan senyuman,
di hatiku sepanjang hari.

Terima kasih telah bersedia,
Menjadi pendamping hidupku,
Bersamamu belajar merajut cinta."

***

Zufar terjaga dini hari dan bibirnya tidak henti tersenyum ketika menyadari saat ini Fiyya tengah memeluknya erat.

Sepertinya Fiyya bermimpi memeluk guling, karena saat ini kaki istrinya yang jenjang sudah berada tepat di atas kaki Zufar.

Sungguh pemandangan yang menakjubkan di pagi hari. Zufar berusaha menahan tawa, tapi gagal. Akibatnya lengannya bergetar dan membuat kedua mata Fiyya terbuka perlahan.

"Mimpi apa semalam, Sayang?"

Zufar merapikan surai indah milik istrinya yang berantakan. Bahkan dalam kondisi bangun tidur saat ini, penampilan Zufar justru kebalikannya.

Ia masih terlihat rapi karena tidur dengan tenang, sementara Fiyya sedikit kacau karena aktif bergerak kesana kemari. Tidak heran kamar yang mereka tempati semalam, seperti baru dilanda gempa.

Separuh selimut sudah berada di tepi tempat tidur. Guling milik Fiyya sudah berada di lantai. Pantas saja Fiyya merasa Zufar adalah gulingnya yang abadi.

Spontan kedua netra Fiyya membuka lebar dan langsung meraih bantal. Dia menutupi wajahnya dengan bantal, karena malu. Belum ada 24 jam hidup bersama, sisi dirinya yang paling jujur telah diketahui oleh suaminya.

Tawa Zufar terdengar renyah memenuhi atmosfer kamar Fiyya.

"Gantian dong, Mas yang peluk Fiyya. Masa cuma Mas yang jadi guling hidup."

Belum sempat Fiyya mengiyakan, Zufar dengan cekatan mengambil bantal yang menutupi wajah istrinya.

Terjadilah perang rebutan bantal di jam tiga dini hari.

"Mas, Fiy malu. Maaf Fiy nggak sadar peluk Mas semalaman. Mas kenapa sih, nggak lepasin Fiyya."

Akhirnya Zufar berhasil mengambil bantal milik Fiyya, namun gadis itu tidak kurang akal. Fiyya langsung menutupi wajah dengan kedua telapak tangan.

Lengan kekar milik Zufar perlahan membuka telapak tangan istrinya. Ia mengusap penuh sayang puncak kepala Fiyya dan mengecupnya lembut.

Fiyya masih menunduk malu dan kini dia bersembunyi di dalam pelukan suaminya.

"Mas masih merasa kayak mimpi bisa berdua sama Fiyya seperti ini. Kalau kemarin-kemarin, cuma menahan rindu. Alhamdulillah sekarang sudah sah jadi suaminya Fiyya."

Fiyya mencubit lengan Zufar hingga suaminya meringis kesakitan.

"Aduh Dek, kok Mas dicubit sih."

Fiyya mengangkat wajah dan menatap malu ke arah Zufar.

"Habis Mas bilang kayak masih mimpi. Kalau Mas sakit dicubit Fiyy, berarti Mas nggak mimpi."

Zufar terbahak keras sampai Fiyya berusaha menutupi bibir suaminya.

"Mas jangan tertawa keras-keras. Nanti kedengeran Bapak sama Ibu."

Perlahan Zufar menurunkan telapak tangan Fiyya.

"Memang kenapa gitu, kalau kedengeran Bapak sama Ibu? 'Kan kita nggak lagi ngapa-ngapain."

Zufar sengaja menjahili Fiyya sampai telinga istrinya berubah kemerahan.

"Nggak tahu ah, Mas nakal godain terus. Fiyya mau sholat Tahajud dulu, Mas."

Fiyya mengubah posisi tidurnya hingga duduk di tepi tempat tidur. Zufar juga ikut beranjak, namun tiba-tiba lengannya melingkari bahu Fiyya. Dadanya yang keras, menyentuh punggung Fiyya yang lembut.

DEBARAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang