Part 13. DON'T GET ME WRONG

7.1K 1.1K 212
                                    

Zufar Pov

"Dokter Vita, dimana pasien yang bernama Nona Larasati?" Aku berjalan menghampiri dokter jaga IGD yang baru saja meneleponku.

"Mari saya antar, Dokter. Ada di bed lima."

Aku mempersilahkan Vita masuk lebih dulu ke dalam tirai. Mana tahu Laras sedang membuka baju dan aku tidak berminat melihat pemandangan gratis  di depan mata.

"Zufar, kamu datang? Sini masuk, aku kangen."

Aku beristighfar ketika dr Vita membuka tirai, sementara Laras berbaring di tempat tidur sambil memanggilku dengan nada manja. Sengaja aku membiarkan tirai terbuka separuh, agar Laras tidak bertindak macam-macam.

"Kamu nggak periksa aku? Aku beneran sakit usus buntu nggak sih? Sakitnya disini." Laras menunjuk perut kanan bawah dan tanpa malu dia membuka blusnya.

"Aku percaya hasil pemeriksaan dr Vita, dr jaga IGD. Kasus penyakit kamu bukan masuk ranah bidangku. Kamu tahu 'kan, aku dokter Penyakit Dalam. Bukan dokter Bedah. Ada dr Nurwinda yang jadi DPJP IGD Bedah hari ini."

"Tapi aku maunya diperiksa sama kamu, Zufar. Aku nggak mau sama dokter lain yang nggak aku kenal."

Laras masih saja merengek manja, khas drama queen seperti biasa.

"Kalau tidak mau ikut aturan di RS ini, lebih baik kamu pindah ke RS lain. Aku akan minta dr Vita membuat surat rujukan kalau kamu tidak kooperatif."

Laras melongo tidak percaya dengan kata-kataku.

"Kamu tega banget, Zufar. Apa kamu lupa siapa aku? Aku ini tunangan kamu."

Beberapa detik setelah kebohongan yang dilontarkan Laras, aku baru sadar ada sepasang mata yang memandang ke arah kami berdua.

Fiyya!

Apa dia mendengar perkataan Laras? Dia berdiri kaku dan datang untuk membawa sesuatu untukku.

"Maaf Dok, kalau saya mengganggu. Saya hanya ingin mengembalikan ini, Dok. Tadi perawat poli menelepon saya, dompet Dokter tertinggal di meja tempat praktek. Saya permisi dulu, Dok."

Fiyya pergi dan aku bisa merasakan perubahan sikapnya, setelah mendengar perkataan Laras barusan.

"Fiyya, tunggu." Aku beranjak pergi.

"Oh, jadi dia yang namanya Fiyya? Perempuan yang baru saja mencuri hati kamu? Hanya karena dia lebih muda dan lebih menarik dari aku, terus kamu campakkan aku begitu saja."

Aku menutup tirai dan memberi teguran. "Ini rumah sakit, Laras. Tolong jaga kelakuan kamu."

Air mata Laras jatuh satu per satu, mendengar perkataanku.

"Kamu jahat, Zufar. Aku nggak nyangka secepat ini kamu berubah. Kedekatan kita selama ini seperti nggak ada ada artinya buat kamu."

"Lo bisa pergi nyusul Fiyya. Biar Laras gue yang urus."

Kafka tiba-tiba datang dan masuk ke kamar tempat Laras diobervasi.

"Sebenarnya, apa hubungan kalian berdua?" Wajahku menyelidik, menatap ke arah Kafka dan Laras.

"Laras kakak sepupu gue dan gue nggak akan biarin Lo mainin perasaannya."

Masih di dalam tirai, Kafka berjalan mendekat dan menarik krah bajuku. Ia memandangku tajam dan hampir meninjuku.

Aku masih terkejut dengan fakta bahwa Laras dan Kafka ternyata bersaudara. Jadi selama ini mereka menyembunyikan rahasia dariku?

"Urus kakak sepupumu baik-baik, Kaf. Kalau Laras tidak bisa ikuti aturan RS, silahkan pilih RS lain yang bisa sejalan dengan keinginannya."

DEBARAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang