Jam 16.00
Fiyya Pov
Aku sengaja mematikan ponsel sejak pulang dari RS. Suara pesan yang masuk bertubi-tubi, menyisakan sesak di dalam dadaku.
Beberapa teman ada yang menduga ada hubungan khusus antara aku dan dr Z. Pembicaraan mendadak ramai, setelah Vita curhat di grup.
Vita : "Aku tuh bingung sama dr Kafka. Aku tadinya idolain beliau, sampai ada kejadian di IGD tadi pagi."
Tika : "Kenapa, Neng?"
Vita : "Aku dapat pasien baru IGD. Eh, ternyata dia tunangannya dr Z dan sepupunya dr K. Pasiennya banyak tingkah dan manja banget. Aku konsul ke dr Nurwinda, beliau kemudian datang periksa dan rencana mau operasi cito appediktomi. Tapi pasiennya nggak mau diinfus dan nangis-nangis nyariin dr Z. Gimana ceritanya, mau operasi tapi nggak mau diinfus?"
Yasmin : "Seriusan itu tunangannya dr Z? Berarti selama ini dr Z sudah sold out dong. Fiyya mana Fiyya? Jangan-jangan selama ini do'i cuma jadi pelarian dr Z doang."
Cika : "Mana nih Fiyya suaranya? Kok tiba-tiba mode senyap."
Nara : "Tolong nggak usah pada ngomongin Fiyya kayak gitu. Nggak ada hak juga kalian bicarain privasi Fiyya."
Yasmin : @Nara Hello, kok malah Lo yang sewot sih? 'Kan nggak ada hubungannya sama Lo, cantik.
Nara : Fiyya sahabat gue.
Riko : Bubar bubar. Balik kerja lagi, semuanya. Nggak usah ghibah unfaedah di grup ini. Case closed.
Bang Riko, dokter umum paling senior membubarkan grup chat, tapi aku sudah telanjur menangis usai membaca semuanya.
Aku benci karena harus menitikkan air mata karena seorang dr Zufar Zulfikar. Aku menyalakan ponsel lagi dan berharap Nara meneleponku. Seperti ada kontak batin antara aku dan Nara. Dia benar-benar meneleponku.
"Fiy. Lo baik-baik aja kan?"
Aku menghapus air mata, tapi suaraku masih terdengar sengau.
"Terima kasih Na, kamu sudah belain aku di grup."
"Kata-kata Yasmin dan Cika nggak usah diambil hati ya, Fiy. Kan memang gitu mereka, kadang ngomongnya suka nyelekit."
Nara berusaha menghiburku. Dia memang sahabat terbaik.
"Aku beberapa kali nggak sengaja perhatiin dr Z pas visit bangsal sama kamu. Beliau ternyata diam-diam suka lihatin kamu lho, Fiy."
Kedua pipiku berubah hangat. "Nggak deh, Na. Itu cuma perasaan kamu aja."
Seandainya aku bisa bercerita ke Nara, kalau dr Z sudah membicarakan masalah pernikahan. Dia bisa jatuh pingsan. Namun entah kenapa setelah kejadian hari ini perasaanku berubah kacau. Sejak aku melihat wanita cantik bernama Mbak Laras di IGD tadi.
Tidak mungkin seorang perempuan mengaku tunangannya dr Z, kalau prianya juga tidak memberi harapan. Aku jadi kecewa terhadap dr Z yang menjanjikan mimpi pernikahan di depanku.
"Maaf Fiy, aku ada pasien baru datang dari IGD. Barusan Ners Hilma telepon ke kamar jaga."
Ah, aku lupa kalau Nara sore ini menggantikanku jaga IGD. Salah satu alasanku tidak jaga sore ini karena malas, kalau harus bertemu Mbak Laras. Siapa tahu perempuan itu masih diobservasi di IGD dan belum masuk kamar operasi.
"Semoga jaganya aman ya, Na." Aku menyemangati Nara.
"Iya Fiyya Sayang. Terima kasih do'anya."
"Aku gantiin jadwal jaga kamu kapan, Na?" Jemariku mengambil kalender meja mencari jadwal kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEBARAN
RomanceSebuah prestasi untuk Fiyya, tidak segera pensiun dini menjadi asisten Zufar. Dimarahi berulang kali karena ketidaktelitiannya menjawab konsulen, membuat Fiyya akhirnya sengaja membuat kesalahan yang sama. Tujuannya agar dia segera dipecat. Tidak ap...