Part 7. THE TRUTH

9.2K 1.2K 171
                                    

Jam 14.45

Mobil Xpander warna hitam elegan, berhenti di depan restoran Pelangi Hati. Sepanjang perjalanan, Fiyya hanya diam dan sesekali tersenyum mendengar cerita Ibu Ahdiana yang ingin dipanggil Bunda saja.

Ternyata ibu si Bos orangnya ramai dan heboh. Beliau bercerita kalau baru menghadiri acara pernikahan anak sahabatnya di Semarang. Meski dr Zufar dan suaminya melarang pergi keluar kota, tapi ibu tetap berangkat.

Alasannya ingin sekalian reuni dengan teman-teman SMAnya. Dulu ibu sempat tinggal di Semarang sampai SMA, baru kemudian kuliah di Jakarta dan kemudian bertemu dengan sang suami.

Fiyya baru tahu kalau ibu seseru ini kalau sudah bercerita. Sebelas dua belas dengan ibunya Fiyya. Anehnya di rumah, Fiyya lebih ikut bapak yang  bicara hanya seperlunya saja.

"Bunda duluan ke dalam, Fi. Biar bisa pilih tempat yang berAC."

"Baik Bu."

Tinggal Fiyya dan dr Zufar berdiri di depan resto. Dengan gaya preman dia mencegat langkah dr Z.

"Dok, kita perlu bicara."

"Kita?" Zufar memasang wajah tanpa dosa.

"Memangnya ada lagi orang lain, selain kita berdua, Dok?" Fiyya menahan kesal.

"Kamu marah tadi Bunda bilang kamu calon menantu?" Zufar bertanya kalem.

"Ya iyalah. Dokter sebenarnya ada dendam apa sama saya? Kok tega banget tiba-tiba datang menyusul ke stasiun, padahal tadi bilangnya nggak bisa datang. Tahu gitu 'kan saya bisa lanjut tidur siang di rumah." Fiyya menyampaikan isi hatinya yang meledak seperti lahar gunung merapi.

"Saya minta maaf kalau membuat kamu tidak nyaman. Kamu tenang aja, saya akan jelaskan ke Bunda kalau kamu hanya asisten saya."

Wajah Fiyya menyiratkan keraguan terhadap perkataan Zufar. "Oke, saya tunggu dokter jelaskan ke beliau, supaya tidak salah paham. Kata teman-teman, dokter sudah punya calon istri."

"Kamu suka gosipin saya, sama teman-teman kamu?"

Duh, Fiyya lupa kalau Nara yang minta dia menyelidiki siapa perempuan yang disukai dr Zufar. Sebenarnya dia sendiri belum dapat kesimpulan yang akurat.

"Nggak kok Dok. Saya hanya menduga saja. Secara kan Dokter sudah matang dari segi usia. Pastinya sudah punya calon istri untuk membina rumah tangga."

"Matang? Tua maksud kamu?"

Di luar dugaan, Zufar malah tertawa.

"Saya memang dekat dengan seorang perempuan. Namanya Laras. Tapi kami hanya berteman. Tidak lebih. Jadi kamu nggak usah salah paham." Zufar menyentil kening Fiyya hingga gadis itu meringis kesakitan.

Entah kenapa Zufar malah menjelaskan hal yang privasi di depan Fiyya. Mungkin ia tidak mau Fiyya berpikiran buruk tentang dirinya.

"Wah, friendzone dong Dok. Mbak Laras dokter juga, ya?" Fiyya tidak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya. Seolah di wajahnya tergambar banyak tanda tanya.

"Kenapa kamu jadi penasaran dengan kehidupan pribadi saya?" Zufar ganti memincingkan mata. Padahal sebenarnya dia senang karena Fiyya mulai peduli dengannya.

"Lha, yang mulai duluan bicarain mbak Laras siapa?" Fiyya tidak mau kalah.

Keduanya berjalan ke dalam resto dan saling bersilat lidah seperti anak kecil.

"Fiyya mau pesan apa? Nanti biar Zufar yang bayar. Makan yang banyak. Oh iya, jangan lupa beli lauk juga buat ayah ibu kamu di rumah. Sekalian, mumpung ada anak Bunda yang traktir."

DEBARAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang