Part 20. THEIR LOVE VIBES

7.5K 1K 280
                                    

Rangkaian acara akad nikah telah dipersiapkan dengan apik. Zufar menyerahkan ke pihak WO (Wedding Organizer). Undangan telah disebar baik secara langsung maupun melalui media sosial.

Berharap teman dan kerabat yang tidak bisa datang secara langsung, dapat menyaksikan khidmatnya acara akad nikah yang diunggah dalam sebuah video. Kebahagiaan yang akan dibagikan bersama Zufar dan Fiyya, telah ditata apik oleh pihak WO.

Keduanya sepakat tidak ingin orangtua dan keluarga inti kelelahan mengurus acara. Sehingga memakai jasa WO adalah pilihan mereka berdua. Meskipun tetangga-tetangga Fiyya banyak yang menawarkan diri untuk membantu memasak, tapi Zufar dan Fiyya sepakat memesan catering saat hari H.

Untuk keesokan harinya, mereka sudah memesan hampers nasi untuk makan siang. Rencananya hampers tersebut akan dibagikan ke seluruh karyawan di RS. Untuk menu makanan, Zufar dan Fiyya menyerahkan kepada pilihan bunda dan ibu.

Tidak hanya berisi makanan dan minuman, Zufar dan Fiyya juga menyertakan suvenir sebuah buku dzikir dan sajadah. Mereka berharap ada kebaikan yang dapat dibagikan kepada semua teman dan kolega, dari pernikahan keduanya.

Untuk hiburan saat acara resepsi, teman Mas Fauzan akan tampil melantunkan shalawat Nabi. Dua pekan sebelum acara, Zufar kembali bertemu pihak WO. Mereka bertemu di rumah Fiyya, selepas shalat Isya.

Zufar beberapa kali mencuri pandang ke arah Fiyya yang duduk berjarak tiga meter di sampingnya. Ada Fauzan yang duduk di antara keduanya. Kehadiran Fauzan setidaknya menjadi sekat yang dapat meluruhkan rasa rindu Zufar kepada Fiyya.

Zufar hanya heran mengapa Fiyya bersikap biasa saja, menjelang pernikahan. Mungkinkah hanya dirinya saja yang diliputi rasa bahagia, sementara Fiyya justru sebaliknya?
Ia berusaha menebak alur pikir gadis itu. Menjelang pernikahan, mau tidak mau komunikasi mereka berdua jadi lebih intens.

Mungkin hanya hal-hal kecil yang dibahas termasuk warna kebaya dan baju pengantin, warna seragam untuk keluarga dan bahkan untuk konsep undangan. Sejak awal Zufar selalu melibatkan pendapat Fiyya. Ia tidak mau Fiyya begitu saja menyetujui idenya, tanpa mengungkapkan isi hati gadis itu.

Zufar sadar sebagai anak tunggal, ia terbiasa mendominasi segala keputusan dalam hidupnya. Kali ini ia belajar berbagi dan mendengar pendapat Fiyya. Tapi lagi-lagi Fiyya lebih banyak diam, membuat Zufar jadi khawatir. Apakah benar gadis ini menginginkan pernikahan mereka.

Sebelum pulang dari rumah Fiyya, Zufar mencari celah untuk berbicara dengan gadis itu. Biasanya yang diinginkan Fiyya, mereka membicarakan hal yang penting-penting saja. Bagi Zufar, saat ini perasaannya juga penting dan ia ingin mengetahui perasaan Fiyya kepadanya.

Zufar berdehem kecil di depan teras, berharap Fauzan kakak Fiyya segera pulang. Benar saja tidak lama do'anya terkabul. Fauzan pamit dan pergi meninggalkan mereka berdua duduk di depan teras rumah.

"Dokter Zufar belum pulang?" Dengan wajah polos, Fiyya berdiri di depan pintu teras depan.

"Saya menunggu teh buatan kamu, Fiy."
Zufar sengaja memberikan alasan.

"Oh, sebentar ya Fiyya buatin dulu." Fiyya hendak beranjak pergi, namun Zufar mencegahnya.

"Fiyya, sebenarnya ada yang mau saya bicarakan. Saya nggak akan lama kok disini."

Fiyya menurut dan membuat hati Zufar sedikit berdesir. Seperti inikah ujian sepasang hati yang telah diikat tali khitbah?

Sungguh ujian yang tidak kalah dahsyat dengan kerinduan setiap hari membuncah dalam dadanya. Mungkinkah hanya Zufar yang merasakannya, sementara calon istrinya tidak merasakan hal yang sama.

Fiyya kembali duduk dan tampak wajahnya sedikit gugup.

"Fiyya bahagia nggak, mau menikah sama Mas? Eh, Fiyya lebih nyaman panggil Mas atau Abang? Kayaknya saya kurang nyaman kalau Fiyya masih panggil Dokter. Berasa masih berada di RS." Zufar tersenyum untuk mengurai kegugupan yang juga melanda dirinya.

DEBARAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang