'Pernikahan itu, aku akan menerimanya.'
Tidak tahu apa yang telah merasuki diri Park Seyi dengan beraninya mengirimi Seokjin pesan yang membuat lelaki itu meremas kuat ponsel di tangannya.
Dalam semalam Seyi berubah pikiran untuk menerima pernikahan mereka, dan Seokjin tampak tertawa dengan senyum mengerikan di wajahnya.
"Sial! Ponselnya mati!" berangnya yang sedang menghubungi Seyi.
Tanpa perlu berpikir panjang Seokjin membawa kunci mobilnya lalu pergi dengan raut penuh murka yang membuat para karyawan mengurungkan niat untuk menyapa.
Seokjin yakin dengan sengaja Seyi mematikan ponsel setelah mengirimkan pesan itu padanya. Karena Seokjin tidak bisa menghubungi gadis itu, maka Seokjin akan menemuinya.
Itulah yang dilakukan Seokjin sekarang. Ia sudah berdiri di depan pintu ruang kerja Park Seyi. Merasa tak perlu berbasa-basi mengetuk pintu Seokjin langsung membuka kasar pintu di depannya sampai mengeluarkan suara debuman.
Bunyi keras pintu yang beradu dengan dinding yang tiba-tiba memasuki pendengaran membuat Seyi tersentak. Terkagetkan lagi begitu mendapati Seokjin sudah berdiri di hadapannya dengan ekspresi yang tak mengenakkan.
"Apa maksud pesanmu?!" tutur Seokjin begitu netranya bertemu dengan netra Seyi.
Seyi berusaha memasang sikap tenang, kemudian berjalan mendekati Seokjin. Menatap langsung ke arah mata lelaki itu dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada, Seyi berkata penuh penekan, "Kau tidak bisa membaca pesanku dengan baik? Aku bilang, aku menerima pernikahan kita."
"Kau yakin?" Sudut bibir Seokjin terangkat.
"Hmm...aku rasa menikah dengan Presdir dari perusahaan terbesar di Korea terdengar menyenangkan. Jadi, ya, aku sangat yakin." jawab Seyi percaya diri juga turut mengukir senyum miring seperti yang Seokjin tunjukkan padanya.
Seokjin mendengus kecil. "Menyenangkan katamu?"
Dengan langkah pelan Seokjin menghampiri Seyi yang berdiri setengah bersandar di tepi meja. Kedua tangannya ia letakkan di atas meja tepat di sisi tubuh Seyi mengurung gadis itu sampai tak bisa bergerak. Seketika raut Seyi berubah saat wajah Seokjin menjadi sangat dekat dengannya.
"Baiklah. Mulai sekarang akan kutunjukkan padamu seberapa menyenangkan bermain denganku."
Seokjin berkata dengan suara beratnya. Jujur saja, Seyi punya trauma dengan suara berat Seokjin. Dan sedetik kemudian apa yang Seyi takutkan terjadi. Kedua matanya terbuka lebar saat merasakan sesuatu yang lembut mendarat di bibirnya.
Kim Seokjin menciumnya.
Telalu cepat sampai Seyi bahkan tidak sadar entah sejak kapan Seokjin meletakkan satu tangannya di belakang kepala Seyi dan satu lagi berada di pinggang memeluknya.
Memungut kembali kewarasannya sontak Seyi mendorong tubuh Seokjin sekuat tenaga untuk menjauh. Namun semakin Seyi memberontak semakin dalam pula Seokjin menekan bibirnya.
Tok...Tok...
"Nak Seyi, ibu mem— Astaga!"
Di saat yang tidak tepat Ibu Seokjin dan Yoo Minjung datang ke ruangan dan sangat terkejut melihat apa yang anak mereka lakukan di depan sana. Serempak Yoo Minjung dan Nyonya Kim menutup mata mereka dengan telapak tangan, berusaha untuk tidak melihat keromantisan keduanya di depan sana.
Tak hanya kedua wanita itu yang terkejut, Seyi bahkan lebih terkejut dari siapa pun. Sementara Seokjin, lelaki itu tak melepaskan sedikit jua pagutan mereka meskipun tahu ada ibunya di belakang sana.
"Se-seharusnya kalian mengunci pintu," Ibu Seokjin berkata canggung.
Sungguh Seyi sedang malu setengah mati. Ia berusaha keras mendorong Seokjin bahkan menendang lelaki itu agar segera menyingkir. Tapi Seokjin seperti mati rasa dan tak peduli, ia malah tersenyum miring di sela-sela ciuman mereka.
Seokjin ingin mempermainkan Seyi lebih lama sehingga ia semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Seyi dan menggerakkan bibirnya sesuka hati sebagai pertunjukan untuk ibu mereka.
"Ibu menunggumu di rumah saja kalau begitu." kata Yoo Minjung sembari melirik Nyonya Kim memberi kode agar keluar dari ruangan itu bersama.
Menutup pintu ruangan Seyi dari luar kemudian Nyonya Kim berbisik pada Minjung. "Mereka membantah memiliki hubungan, tapi apa barusan yang aku lihat?" lalu keduanya tertawa bersama.
Beberapa detik usai suara pintu yang ditutup terdengar, Seokjin menghentikan ciumannya. Ia mengelap permukaan bibirnya dengan ibu jari, lalu memandangi sisa liur mereka di jarinya dengan remeh.
"KAU!!!" Satu tangan Seyi terangkat untuk memukul Seokjin, namun gerakan cepat dari lelaki itu menahan tangannya di udara.
"Ingin menamparku?" ucap Seokjin sinis. "Bukannya kau sudah menerima rencana pernikahan kita? Aku rasa tidak masalah mencium calon istriku sendiri."
Seokjin menjatuhkan tangan Seyi. Matanya mengamati, dan ketika fokusnya menangkap Seyi mengepalkan tangan dengan rahang yang mengeras, sudut bibir Seokjin kembali terangkat. Seokjin merasa menang kali ini.
"Ya, tidak masalah. Aku senang menerima ciuman dari calon suamiku." ujar Seyi menekan kata-katanya di akhir kalimat, tak kalah sinis dari Seokjin.
Seokjin mendesis tak percaya, ternyata Park Seyi itu sangat keras kepala. Seyi benar-benar berkepala batu dan Seokjin tahu hal ini tidak akan pernah berakhir baik jika di antara mereka tidak ada yang mengalah. Namun, perlu diketahui bahwa keduanya tak suka kekalahan.
"Kalau begitu aku juga akan menerima pernikahan itu dengan senang hati. Jadi..." Seokjin menjeda kalimatnya, mendekatkan bibirnya ke sisi wajah sang gadis lalu berbisik. "Bersiaplah untuk permainanku. Ini akan sangat menyenangkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT TIME
Fanfiction𝙎𝙖𝙖𝙩 𝙞𝙩𝙪, 𝙝𝙖𝙧𝙞 𝙗𝙪𝙧𝙪𝙠 𝙢𝙚𝙣𝙙𝙖𝙩𝙖𝙣𝙜𝙞 𝙋𝙖𝙧𝙠 𝙎𝙚𝙮𝙞, 𝙙𝙖𝙣 𝙨𝙚𝙢𝙖𝙠𝙞𝙣 𝙢𝙚𝙢𝙗𝙪𝙧𝙪𝙠 𝙨𝙖𝙖𝙩 𝙙𝙞𝙧𝙞𝙣𝙮𝙖 𝙢𝙪𝙡𝙖𝙞 𝙝𝙞𝙙𝙪𝙥 𝙗𝙚𝙧𝙨𝙖𝙢𝙖 𝙥𝙧𝙞𝙖 𝙗𝙚𝙧𝙣𝙖𝙢𝙖 𝙆𝙞𝙢 𝙎𝙚𝙤𝙠𝙟𝙞𝙣. |2021|