[37] Tired

698 101 32
                                    

Sesuai perkataannya, selama hampir sepuluh hari Seyi tak kembali ke apartemen selain untuk mengambil pakaian ganti dan beberapa barang keperluan.

Tentu ia harus mengambil sendiri barang-barangnya, tak bisa meminta bantuan siapapun, bisa-bisa akan ketahuan bahwa mereka tidak tidur di kamar yang sama. Seokjin bahkan tak meminta bantuan Bibi Kim sama sekali selama Seyi tak ada karena kemungkinan ketahuan olehnya akan lebih besar jika ditinggal sendiri di apartemen.

Namun sekarang, Seyi dapat kembali ke apartemen. Masalah utama telah ia selesaikan dengan baik. Berjalan ke sana kemari bekerja keras demi membuktikan diri sedikit terbayar mengingat ia telah mendapat kepercayaan beberapa senior di perusahaan.

Mengistirahatkan diri di sofa terdekat, hembusan nafas Seyi benar-benar menandakan ia telah bekerja keras. Ingin merebahkan diri di kamar, lalu tersadar luka di kakinya masih belum diobati. Terlalu banyak beraktivitas sampai dilukai oleh sepatu sendiri. Bukti lainnya bahwa ia sungguh bekerja keras.

Usai mengusapkan salep dan menutup lukanya barulah Seyi bisa beristirahat di kamar dengan nyaman.

Esok paginya ia bangun dengan dengan suasana hati yang baik. Sebab hari ini adalah akhir pekan.

Hari bertemu nenek.

Sebelum mengunjungi neneknya Seyi menyempatkan diri untuk merapikan apartemen yang berantakan di sana sini. Mendadak pula Seyi teringat belum bertemu pemilik rumah ini sejak semalam. Mencari ke kamar Seokjin pun tak ketemu orangnya.

Mengangkat bahu ringan Seyi melanjutkan kegiatannya. Lagipula ia tak punya keperluan apa pun dengan Seokjin. Hanya sedikit penasaran saja.

Setelah apartemen rapih dan jadi lebih layak dihuni Seyi pun bersiap untuk pergi, tetapi sebelum keluar dari apartemen tiba-tiba ia mendapat telpon dari ayahnya.

"Kau sudah melihat berita?"

"Berita apa?"

"Perselingkuhan suamimu."

"Apa?!" Rasanya Seyi seperti salah dengar atau ayahnya keliru menyusun kalimat, tetapi telinganya masih sangat bagus berfungsi dan ayahnya bukanlah seorang yang buruk dalam berkata.

"Keluarga Kim sedang menghukumnya sekarang. Bantulah dia."

Seyi mengangguk-angguk kecil sambil membuang nafas, kemudian ia menyeringai kagum. "Ayah sangat menghawatirkan Kim Seokjin sampai tak bertanya apa aku baik-baik saja karena berita itu,"

"Ini demi kebaikan semua orang."

Tut! Tut! Tut!

Panggilan putus. Seyi tertawa kosong ke udara. Baiklah. Anggap saja perkataan ayahnya benar. Demi kebaikan semua orang. Demi semua orang Seyi harus menghadapi segala permasalahan seorang diri. Tampaknya tak akan ada istirahat baginya kecuali saat tak bernafas lagi.

Di dalam mobil yang masih terparkir Seyi mencari tentang berita itu, dan ternyata berita sudah tersebar di internet. Beberapa foto bukti perselingkuhan terlampir. Seperti foto Seokjin yang mendatangi apartemen Chaerim di malam hari, foto belanja bersama, foto mereka yang sedang berjalan bersama seorang wanita tua yang pembuat artikel duga sebagai nenek Chaerim, hingga foto mobil Seokjin dengan Chaerim bersamanya masuk ke sebuah rumah besar.

Dan yang Seyi ketahui, wanita tua yang diduga nenek Chaerim itu adalah Bibi Ji, begitu pula rumah yang keduanya masuki adalah rumah hadiah pernikahan Seyi dan Seokjin di Hannam. Tertulis tanggal dan waktu foto itu diambil, yakni kemarin malam Chaerim dan Seokjin masuk ke rumah itu dan tak keluar hingga pagi hari.

Lantas Seyi putuskan untuk mendatangi rumah mereka di Hannam, sebab menurut artikel Chaerim pulang sendirian dan sepertinya Seokjin masih berada di rumah itu.

Tak tahu hukuman apa yang Seokjin terima dari keluarganya, tak tahu pula apakah pertolongan dari Seyi nanti mampu meredakan amarah keluarga Kim.

Di tengah perjalanan, hujan kembali turun. Serempak pula dengan panggilan yang masuk ke ponselnya. Kali ini dari Yena.

"Apa suamimu betul selingkuh?! Dasar pria itu! Kukira dia akan berubah setelah menikah denganmu!"

"Hanya gosip, Yena. Dia tidak selingkuh."

"Tapi artikel dan foto-foto itu—"

"Itu tidak benar."

"Aku percaya padamu. Ingat, Seyi, kau bisa menceritakan apapun padaku. Aku akan selalu di pihakmu."

Diiringi suara rintik air sepanjang perjalanan, Seyi tersenyum pada ketulusan sahabatnya. Berbicara dengan Yena selalu menyenangkan. Perbincangan mereka baru berhenti saat Seyi sudah sampai di depan rumah.

Ketika pintu pagar dibuka, pandangan Seyi langsung tertuju pada satu titik. Kim Seokjin. Sedang berlutut di halaman rumah. Lelaki itu bersimpuh di antara derasnya hujan. Tubuhnya sudah basah total. Penampilannya tak karuan.

Seyi terenyuh menyaksikannya. Kim Seokjin terlihat menyedihkan saat ini. Sungguh Seokjin telah berkorban banyak untuk wanita yang dia cintai.

Seokjin sendiri mengetahui berita ini pasti telah sampai ke Seyi, dan suara langkah kaki yang mendekatinya itu adalah langkah Park Seyi. Lantas saat kaki itu berhenti di sampingnya, air hujan seketika tak lagi menghujaminya. Seyi, memayungi Seokjin.

"Bodoh. Kenapa bisa sampai ketahuan."

Suara Seyi terdengar datar, dan Seokjin tahu akan sama datarnya dengan ekspresi Seyi saat mengatakannya.

"Pergilah. Ini masalahku."

Tak ada yang harus Seokjin jelaskan, sebab foto-foto itu adalah benar dan sebagian besar isi berita itu ditulis sesuai kenyataan. Semalam, ia memang membawa Chaerim ke rumah ini, tetapi itu karena Chaerim sudah sangat mabuk sampai muntah. Seokjin memutuskan membawanya ke rumah ini karena lebih dekat dari lokasi acara Chaerim bersama kliennya.

Seokjin ingin Seyi pergi dan tak terlibat pada urusannya. Tetapi bukannya pergi sesuai permintaan Seokjin, Seyi malah membuang payungnya dan ikut berlutut di sebelah Seokjin.

"Ayah, ibu, aku tahu kalian mendengar kami!"

Suara lantang Seyi mengagetkan Seokjin. "Apa yang kau lakukan?! Pergilah! Aku tidak butuh bantuanmu!"

Tak menghiraukan Seokjin yang terus memaksanya pergi Seyi kembali menatap pintu rumah yang masih tertutup rapat itu kemudian berucap keras melawan kuatnya rintik dan suara hujan. "Sejujurnya aku tahu suamiku bertemu dengan mantan kekasihnya, tapi aku tidak marah! Mereka... tidak berselingkuh di belakangku! Karena sebelum mereka bertemu, suamiku selalu meminta izin padaku!"

Terkesiap Seokjin mengamati sendu sisi wajah gadis yang masih berteriak kencang di sebelahnya. Seyi, membelanya.

Seyi berucap panjang lebar menjelaskan tentang hubungan mereka bertiga. Tentang Seyi yang juga mengenal Chaerim dan berhubungan baik dengannya. Meskipun Seokjin tahu beberapa kalimat dalam ucapan gadis itu ditambahi kebohongan manis, Seyi mengucapkan seakan semuanya adalah kejujuran.

Tak lama setelah Seyi mengakhiri ucapannya, Bibi dan Paman Kim membuka pintu rumah. Mereka menyuruh Seyi dan Seokjin segera berdiri dan berganti pakaian sebelum menemui Ayah dan Ibu Seokjin.

"Keras kepala." Suara parau Seokjin terdengar seperti gumaman.

Seyi yang mendengar tak langsung merespon. Ia memastikan Seokjin menatap wajahnya yang penuh keseriusan lalu berkata ketika netra mereka saling beradu. "Aku juga ingin hubungan kita berakhir baik seperti ucapanmu waktu itu. Karenanya, bekerja samalah dengan baik sampai akhir, Kim Seokjin."

Kemudian Seyi bangkit melangkah tertatih masuk ke rumah. Bibi Kim segera menyelimuti gadis itu dengan handuk.

Sementara Seokjin yang terdiam, tak lepas memperhatikan Seyi yang meninggalkannya bersama hujan. Sulit diartikan raut wajah Seokjin saat ini, entah berterimakasih, atau mungkin tak terima karena Seyi telah menyelamatkan wajahnya di hadapan keluarga Kim...

PERFECT TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang