|9| Reason

767 101 8
                                    

Pohon-pohon bergerak melambai ditiup angin malam. Guguran daun terlihat tidak berdaya saat menghempas tanah, lalu terbang menjauh mengikuti tiupan angin.

Seyi mengamati dari balkon kamarnya. Membayangkan jika daun itu adalah dirinya. Setelah jatuh, kemudian dipaksa pergi meninggalkan tempat asalnya. Sangat menyedihkan.

Kata menyedihkan seketika mengingatkannya pada acara pernikahannya yang akan diselenggarakan kurang dari 48 jam. Kemudian terngiang pula percakapan yang membuat ia berakhir menerima pernikahan.

"Akan kuberitahu di mana nenekmu berada asalkan kau menuruti keinginanku."

"Akan kulakukan. Setelah itu, berjanjilah memberitahuku keberadaan nenek."

"Kalau begitu kau harus setuju menikah dengan Presdir Kim."

Jika bukan untuk neneknya, Seyi tidak akan semudah itu membuat perjanjian dengan ayahnya. Banyak hal yang ingin Seyi tanyakan pada neneknya. Karena itu, ia harus berhasil membawa kembali sang nenek.

---

Mendekati waktu jam makan siang, Seyi masih terpaku dengan pekerjaan. Berita bagus yang Seyi dapatkan dari ayahnya hari ini adalah Seyi diberi proyek melanjutkan pembangunan villa bernuansa tradisional di tepi kota Seoul. Kesempatan bagus untuk membuktikan bahwa ia layak menjadi penerus ayahnya di Parc Grup.

Tok...Tok...

"Masuk."

"Direktur," himbau Sekretaris Lim. "Di bawah ada Presdir Kim sedang menunggu Anda."

Tangan Seyi terhenti dari kegiatan membalik kertas-kertas di meja, lalu mengangkat pandangan ke arah Sekretaris Lim. "Untuk apa dia datang?"

"Presdir Kim hanya menyampaikan Anda harus segera menemuinya."

"Baiklah, tunggu 10 menit lagi."

"Presdir Kim berpesan dia tidak suka menunggu, Direktur."

"Kalau begitu suruh dia diam di sana sampai aku selesai menyusun kertas-kertas ini."

"Presdir Kim juga berpesan jika Anda tidak menemuinya dalam satu menit, dia akan pergi,"

"Ya sudah, biarkan saja dia pergi."

"Tapi, kata Presdir Kim, Anda akan menyesal jika tidak menemuinya, Direktur,"

"Ck, Cerewet sekali!" kesal Seyi sambil menutup paksa map di tangannya. "Awas saja kalau tidak penting!"

Kemudian Sekretaris Lim tersenyum tipis saat Seyi bergegas pergi dengan raut yang cemberut.

Sudah belasan tahun Sekretaris Lim mengenal Park Seyi, dari sejak gadis itu Sekolah Menengah hingga menempati posisi penting di perusahaan ini. Sudah terbiasa mendengar omelan hingga amarah Seyi. Sekarang melihat Seyi yang cemberut karena ulah calon suaminya, Lim Soojung merasa gemas. Gadis kecilnya sudah tumbuh dewasa dan akan segera menikah, sedangkan dirinya di usia kepala tiga ini masih saja belum menemukan pasangan.

---

Seokjin duduk di ruang tunggu dengan senyum menggoda di wajahnya. Apalagi kalau bukan untuk menggoda karyawan-karyawan wanita di Parc Grup. Melihat mereka tersipu meyakinkan Seokjin bahwa dirinya memang sangat tampan.

"Berhentilah menggoda karyawanku."

Mendengar suara itu Seokjin agak terlonjak karena kaget. Entah sudah berapa lama Seyi berdiri di sebelahnya sambil bersedekap. Seokjin tidak tahu. Ia terlalu fokus tebar pesona sampai tidak menyadari kehadiran Seyi.

Seokjin berdiri menghadap gadis itu. "Cemburu?" godanya.

"Cemburu? Cih, yang benar saja." Seyi merotasi matanya beralih memandang ke arah lain. Kepercayaan diri seorang Kim Seokjin tampaknya sudah sangat keterlaluan.

"Ibu menyuruhku pergi membeli cincin denganmu. Karena aku tidak punya banyak waktu, jadi simpan dulu kecemburuanmu."

Dengan senyum kecil samar yang terpatri di wajahnya Seokjin berjalan mendahului Seyi yang masih diam di belakang sana. Sekilas ia sempat mendengar gadis itu menggerutu karena kalimat terakhir yang ia ucapkan.

"Kau, sungguh menerima pernikahan ini?" Seyi mengeluarkan pertanyaannya sesaat setelah berhasil menyeimbangi langkah Seokjin.

Mereka berjalan berdampingan dan seketika menjadi pusat perhatian orang-orang yang melihatnya. Presdir Seja Grup yang selalu mereka bicarakan tentang ketampanannya itu datang ke Parc Grup untuk menjemput calon istrinya. Terlihat sangat manis dan romantis.

"Apa tidak ada pertanyaan lain?" sahut Seokjin ringan.

"Aku tidak yakin kau menerimanya hanya karena ingin mempermainkanku."

Ucapan yang keluar dari bibir gadis itu membuat Seokjin menghentikan langkahnya, begitu juga dengan Seyi yang ikut terhenti sekedar untuk menunggu jawaban dari lelaki di hadapannya.

Sembari mengamati setiap lekuk wajah Seyi yang tersinari terik matahari, Seokjin berkata, "Jika kubilang karena ingin menghancurkan hidupmu dan keluargamu, bagaimana?"

Seokjin terdengar serius dengan perkataannya. Hal yang membuat Seyi semakin benci lelaki di depannya ini adalah senyum miring yang selalu Seokjin berikan untuknya di setiap percakapan mereka.

"Kalau begitu aku akan membalasmu." ujar Seyi tak kalah serius, dingin, dan datar.

Kini Seokjin beralih tersenyum lembut. Ia mendekat dan meletakkan tangan kanannya di atas pundak kiri Seyi, menatap tepat ke dalam mata beriris coklat itu, dan berkata. "Pastikan kau melakukan itu."

Seokjin tampak tulus juga serius. Namun bagi Seyi kalimat itu seperti sebuah peringatan sekaligus kalimat yang merendahkannya. Detik itu juga Seyi memantapkan hati dan dirinya untuk selalu berhati-hati dengan Kim Seokjin.

PERFECT TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang