[38] Responsibility

665 100 14
                                    

Seyi kira, setelah membuat keluarga Kim percaya pada apa yang ia katakan, ia bisa tenang.

Seyi kira, setelah berita perselingkuhan disangkal dan mereda, keadaan akan damai.

Seyi kira, selepas ini hanya ada hari baik untuknya.

Tapi ternyata, dirinya keliru. Lantaran tak lama setelah hari itu, ia dipanggil untuk bertemu Dewan Direksi.

Jantungnya berdegup kencang. Pikirannya tak jernih. Bahasa tubuhnya sangat tak nyaman.

Bak alur yang mudah ditebak, firasatnya terbukti benar. Keadaan tak baik-baik saja. Tatapan yang dilayangkan untuknya tak ada yang menyenangkan.

Terimakasih kepada Kim Seokjin. Berkat berita perselingkuhan, kondisi di sekitar Seyi bergulir tak stabil. Ombak yang besar sedang menuju ke arahnya.

Dewan direksi menyatakan mereka masih belum bisa mempercayai Seyi untuk menggantikan posisi Presdir. Seyi perlu diasah lagi. Seyi dianggap masih terlalu naif dan labil.

Diungkit pula tentang image dan semua gosip yang pernah beredar tentang dirinya. Seyi akui, selama hampir setahun ini gosip tentangnya memang beberapa kali bermunculan. Seyi juga menyadari pernikahannya juga terjadi lebih awal hanya karena sebuah gosip. Tetapi, itu tak bisa dijadikan alasan untuk meragukan kemampuannya.

Dan perkataan yang paling menggeramkan dari mereka adalah mereka akan mempercayai Seyi jika Seyi sudah memiliki anak.

Direktur Seo, senior wanita di Parc Group menganggap jika sudah memiliki anak barulah mengerti arti tanggung jawab sepenuhnya. Sebab, dahulu dirinya juga begitu, belajar dari pengalaman.

Ingin rasanya Seyi mengamuk. Tapi amukan hanya akan memperkeruh suasana, tak menyelesaikan apapun dan memperbaiki apapun.

Sesungguhnya hal seperti inilah yang dahulu membuat Seyi tak ingin masuk ke perusahaan. Kehidupan yang kompleks dan kacau.

Namun kecelakaan itu mengubah segalanya. Ia tak punya pilihan selain mengambil jalan yang pernah ibunya lalui. Seyi tak akan menyerah sampai akhir, belum ada alasan kuat yang membuatnya harus menyerah sekarang.

Kini Seyi, ayahnya, serta sekretaris dan pengacara berkumpul di ruang Presdir. Semuanya termangu, hanyut dalam pikiran masing-masing. Sampai akhirnya Ayah Seyi buka suara dan seketika suasana berubah drastis.

"Untuk sementara Seyi tak perlu bekerja. Fokuslah pada apa yang dinasihati Dewan Direksi."

Seluruh atensi beralih fokus pada Seyi. Sorot gelisah terpasang di setiap wajah, hanya Park Seyi yang tetap datar.

"Maksud ayah, demi dukungan dan jabatan aku harus segera punya anak, begitu?"

Seyi sungguh tak habis pikir jika ayahnya benar-benar bermaksud demikian. Tak masalah bila memanfaatkan seseorang dari industri yang sama karena pebisnis pasti akan melakukannya. Tetapi anak kecil, itu tak bisa ditoleransi.

"Kuserahkan padamu bagaimana cara meyakinkan mereka." Ayahnya membuang pandangan, tak ingin melihat raut yang ditunjukkan sang anak. "Sampai keadaan membaik semua fasilitas dari Parc Group untukmu akan dihentikan."

"Ayah!"

Ayahnya terlihat sungguh-sungguh, dan Seyi membenci itu. Seyi sangat mengerti tujuan sang ayah. Ingin membuatnya bergantung pada Seokjin, lebih banyak menghabiskan waktu bersama Seokjin, dan yang lebih buruk lagi ingin membuatnya segera punya anak dengan Seokjin.

"Pengacara Hong, ambil kunci mobil dan kartu kreditnya. Setelah itu antarkan dia pulang."

Bibir Seyi terkunci rapat, tangan terkepal kuat, sorotnya penuh amarah. Sebelum pergi dari hadapan sang ayah, Seyi mengeluarkan kunci mobil, kartu kredit, kartu hotel, ponsel bisnis hingga uang cash yang semuanya ia peroleh dari perusahaan, kemudian ia berujar lantang. "Ayah tahu pikiran kita tidak pernah sejalan. Memanfaatkan seorang anak? Aku tidak akan pernah melakukannya!"

Langkah tegas Seyi melewati semua orang. Hanya ayahnya yang terlihat tak mengasihaninya. Pintu yang berdebum kencang, sekedar pelampiasan sebagian amarah Seyi.

Sore hari itu, Seyi langsung diantar pulang ke apartemen dengan tangan kosong, pikiran kosong, tatapan kosong, dan hati yang kosong, seperti isi dompetnya.

Sebelum sekretaris dan pengacaranya pergi, Seyi menyampaikan beberapa kata pada mereka untuk tak mengkhawatirkannya.

Sekretaris Lim meraih tangan Seyi, kemudian memeluknya. "Maafkan aku..."

Alis Seyi mengernyit. "Kenapa Eonni yang meminta maaf...?" ucapnya sembari menaruh tangannya di punggung Soojung dan menepuknya lembut.

"Karena kau harus melalui ini semua... Maafkan aku... Seharusnya aku melindungimu..."

Seyi tertawa hambar. "Orang yang seharusnya meminta maaf bahkan tak merasa bersalah sama sekali padaku..." katanya pelan. Melepas pelukan mereka kemudian Seyi berdiri tegap. "Aku bisa melindungi diriku sendiri. Eonni tahu aku pernah ikut taekwondo, kan?"

Lim Soojung mendesis, menggeleng pelan dan terkekeh kecil. "Apa yang bisa dibanggakan dari sabuk putihmu?"

Lalu suara tawa mereka menggema di lorong apartemen selama beberapa detik.

"Seyi... berjanjilah jangan pernah menghilang dari hidupku..."

Suara Soojung bergetar ketika mengatakannya. Matanya berkaca-kaca. Memegang kedua telapak tangan Seyi erat, seolah ingin menyalurkan kesungguhannya.

Seyi mengangguk kecil. Setidaknya Seyi tahu, jika suatu saat dirinya menghilang, masih ada orang yang akan mencarinya.

------------

"Seyi... berjanjilah jangan pernah menghilang dari hidupku..."

Seokjin mendengarnya. Setiap kalimat yang mereka utarakan, setiap gema tawa mereka, pendengaran Seokjin menangkapnya dengan jelas.

Dari percakapan mereka yang Seokjin pahami bahwa Seyi sedang mendapat masalah. Seberapa buruk masalah gadis itu sampai diminta untuk tak menghilang...?

Mata Seokjin terpaku pada tteokbeokki di dalam cup, tetapi pikirannya sedang berkelana. Sebenarnya ia masih merasa berhutang pada Seyi, karena telah membantunya keluar dari amarah keluarganya. Apakah sekarang adalah gilirannya untuk membalas bantuan Seyi?

"Kau makan tteokbeokkiku?"

Tahu-tahu Seyi sudah berdiri di sebelahnya. Seokjin menatap Seyi kemudian menatap tteokbeokki di tangannya, pasrah telah ketahuan mengambil makanan gadis itu. Ia tak tahu jika hari ini Seyi juga pulang lebih awal.

"Nanti kubelikan lebih banyak. Aku sudah lapar tak sempat lagi memesan makanan pesan antar."

Omong-omong tentang lapar, Seyi melirik arloji dan menilik langit di luar jendela. Cukup aneh rasanya di hari Senin ini mereka sudah berada di apartemen sebelum matahari tenggelam. "Kau juga diusir?" tebaknya asal.

"Jadwalku banyak dialihkan ke minggu depan." Seokjin menimpali sembari mengunyah makanan kenyal itu. Sedetik kemudian ia menyadari ada yang salah dalam kalimat Seyi. "Kau diusir?"

Tak berniat menanggapi pertanyaan Seokjin, Seyi melangkah masuk ke kamarnya. Mengerut kening heran Seokjin menatap pintu kamar yang tertutup itu. Tapi tak lama kemudian, pintu kamar gadis itu kembali terbuka dengan tak santai.

"Pinjamkan aku mobilmu!" Kesekian kalinya kening Seokjin berkerut memandangi Seyi yang nafasnya memburu. "Sebagai bayaran tteokbeokkiku."

Kalimat terakhir itu membuat Seokjin mengangkat telunjuknya ke arah kunci mobilnya tersimpan, dan secepat kilat pula Seyi bergerak ke sana.

Seyi bergegas pergi, sementara Seokjin masih belum memahami apa yang sebenarnya dialami oleh gadis itu.

Dan Seokjin semakin tak mengerti sebab tak lama setelah Seyi pergi Yoo Minjung menghubunginya.

Menanyakan apakah Seyi berada di apartemen. Dengan jujur Seokjin menjawab Seyi baru saja keluar membawa mobilnya. Lalu panggilan putus. Meninggalkan semakin banyak tanda tanya dalam kepala Seokjin.

PERFECT TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang