|13| Family

731 93 3
                                    

Author's POV

Matahari telah terbenam, tamu-tamu tak lagi terlihat, namun acara pernikahan belum berakhir. Makan malam bersama keluarga adalah rangkaian akhir dari acara ini.

Berbagai macam hidangan disediakan sepanjang meja persegi panjang. Gelak tawa tak luput dari pendengaran. Topik pembicaraan mengalir tak ada habisnya. Tetapi, ada satu orang yang tak sekali pun bersuara sejak memasuki ruangan itu.

"Oh, hampir saja aku melupakannya." Ayah Seokjin berkata di sela keheningan. Monolognya membuat orang yang mendengar penasaran, kecuali Seyi yang tetap tak bereaksi. "Rumah kita di Hannam, aku sudah mengganti kepemilikannya menjadi atas nama Seyi."

Seyi jelas mendengar namanya disebut. Tapi, apa? Rumah apa? Seyi sedang memikirkan nikmatnya rebahan saat namanya disebut oleh Ayah Seokjin.

"...apa?" cicit Seyi yang akhirnya buka suara. Semua orang sedang menatapnya seolah kata-kata darinya begitu dinantikan.

"Rumah di Hannam sudah lama kami persiapkan untuk Seokjin jika dia menikah. Sekarang rumah itu milik kalian. Lebih baik tinggal di rumah sendiri dari pada di apartemen, bukan?" jelas Ayah Seokjin dengan senyum terukir di wajahnya.

Seyi balas tersenyum canggung. Tak tahu harus bereaksi seperti apa usai tiba-tiba diberi aset baru yang cukup menguntungkannya. "Terima kasih, Ketua Kim." Hanya kata itu yang mampu diucapkan.

"Ketua Kim?" sahut Ibu Seokjin begitu cepat. "Ayah." ujarnya memperbaiki kalimat Seyi. Senyumnya semakin mengembang saat Seyi mengulangi kalimatnya.

"Terima kasih, Ayah,"

Ugh. Sangat canggung. Sampai-sampai Seyi mendengar kekehan kecil Seokjin yang menertawakannya.

"Jadi, kapan kalian akan pindah ke sana?"

Seokjin berhenti terkekeh ketika suara ayahnya sekali lagi terdengar dan kembali bersikap tenang seperti semula. Beberapa detik tak ada jawaban, Seokjin menatap Seyi yang duduk di sebelahnya. Gadis itu tampak sama sekali tak ada niat ingin menjawab sehingga Seokjin berinsiatif mengambil alih percakapan.

"Untuk sekarang aku dan Seyi akan tinggal di apartemenku."

Ayah Seokjin menanggapi dengan anggukan. "Tidak masalah. Akan sangat melelahkan jika kalian harus pindah dalam waktu dekat. Nikmati bulan madu kalian dengan baik. Habiskan banyak waktu bersama agar kami bisa segera menimang cucu. Ha.ha.ha.ha." kemudian tawa khas pria tua darinya terdengar disusul dengan gelak yang sama dari Ayah Seyi.

Seyi hanya bisa menghela nafas mendengarnya. Helaannya semakin berat ketika ia mengangkat kepala dan pandangannya langsung disuguhi senyum menggoda dari Ibu Seokjin dan juga Minjung.

"Aku harus kembali bekerja, Yah. Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Lagipula, aku tidak ingin nantinya Seyi merasa kesepian tinggal sendiri di rumah sebesar itu jika aku sedang tidak bersamanya."

Sekali lagi Seyi membuang nafas ke udara dengan berat. Mulutnya memang bungkam, tapi batinnya terus menjawab. "Ingin terlihat sok perhatian, huh?"

"Kau bisa libur bekerja sebanyak yang kau mau, Seokjin. Urusan perusahaan bisa kau alihkan ke bawahanmu."

Seokjin ingin membantah, namun akhirnya ia hanya menghela nafas dan memilih mengalah kali ini. Semua kata-kata yang terangkai di kepalanya tak akan ia keluarkan sekarang. Karena ia tahu, itu percuma saja.

Tak ingin suasana malam ini berakhir kelam, Ibu Seokjin menengahi dengan halus. "Kamar hotel kalian sudah disiapkan. Ayo, habiskan makanannya. Kalian pasti lelah dan harus istirahat."

Benar. Keduanya sudah lelah. Seokjin terlalu lelah untuk berargumen dan memilih menyimpan energinya untuk esok hari. Sedangkan Seyi terlalu lelah memaksakan senyum sepanjang hari hingga rahangnya pegal.

Sebelum acara benar-benar berakhir Seyi diam-diam mengamati ayahnya. Pria itu terlihat sangat menikmati menyahuti setiap perkataan Ayah Seokjin dan tertawa bersamanya. Begitu juga dengan Yoo Minjung, si wanita bermuka dua. Jelas sekali dia terlihat lebih bahagia karena Seyi tidak akan lagi tinggal di rumah bersamanya.

"Ayah pasti akan merindukanmu. Pulanglah sesekali ke rumah jika ada waktu bersama suamimu."

Itu Ayah Seyi yang berbicara. Seyi tidak salah. Itu benar kalimat yang datang dari ayahnya. Sampai mulut Seyi terbuka tak percaya kata-kata itu datang dari ayahnya. Namun Seyi segera sadar, itu hanya untuk mendapatkan citra baik dari keluarga Seokjin, terutama dari Ketua Kim.

"Aku akan terus mengunjungi rumah. Masih ada beberapa hal yang tidak bisa aku tinggalkan begitu saja di sana." Seyi berkata jujur. Untuk sedetik orang yang mendengarnya akan berkerut kening kebingungan, tapi kemudian mereka tak terlalu menghiraukannya.

Sementara Yoo Minjung, dia tahu pernyataan itu ditujukan untuknya. Minjung mengerti maksud Seyi, yaitu Seyi akan selalu mengawasinya meskipun tak lagi berada di rumah yang sama dengannya. "Kabari ibu jika kau akan pulang. Akan ibu buatkan makanan kesukaanmu," kata Yoo Minjung lalu tersenyum manis pada Seyi.

Seyi mendengus melihat sandiwara Minjung. "Tidak perlu. Biasanya juga bibi yang memasak. Tidak ada yang tahu apa makanan kesukaanku selain bibi."

Perkataan Seyi seketika mendapat perhatian dari Seokjin. Dalam sudut pandangnya Seokjin bisa melihat ritme nafas Seyi yang mulai tak beraturan, seolah ada sesuatu yang mengganjal di dadanya. Kemudian sorot Seokjin menemukan tangan Seyi yang bersembunyi di bawah meja sedang terkepal kuat. Seokjin memperhatikan itu semua dalam diam.

"Ibu tahu, kau menyukai masakan laut, bukan?"

Tatapan Seyi menajam dan tanpa sadar satu dengusan kecil keluar dari hidungnya. Sudut bibirnya terangkat sebelah bak menyepelekan perkataan itu. Seyi akan membalas ucapan Yoo Minjung saat tiba-tiba ia merasakan sesuatu menyentuh punggung tangannya dan suara lain pun terdengar menginterupsi.

"Aku juga bisa memasak. Akan kuperlihatkan kemampuanku saat berkunjung ke rumah nanti." tutur Seokjin yang menggantikan Seyi untuk bicara. Sementara satu tangan Seokjin berada di bawah meja guna menggenggam tangan Seyi yang terkepal.

Seokjin ingin menghentikan Seyi berdialog agar gadis itu tak hilang kendali dan berakhir mengacaukan acara malam ini. Dan sepertinya ia berhasil mengalihkan topik pembicaraan karena kini ruangan itu dipenuhi cerita nostalgia dari ibunya tentang bagaimana dulu dia mengajari Seokjin memasak hingga anaknya itu pintar memasak sendiri seperti sekarang.

Kesempatan Seyi untuk membalas perkataan Yoo Minjung sudah lenyap, dan itu semua gara-gara Seokjin. Lelaki itu menyela percakapan mereka. Seyi menatap Seokjin penuh kesal lalu menyingkirkan genggaman Seokjin dari tangannya dengan tegas.

Lihatlah. Gadis itu benar-benar akan hilang kendali.

Tanpa mempedulikan pandangan Seyi untuknya, Seokjin menggeser tubuhnya mendekati Seyi lalu berbisik. "Aku tidak peduli seburuk apa hubunganmu dengan orang tuamu. Cukup jangan kau kacaukan acara ini karena aku sungguh sedang tidak ingin mendengar keributan apa pun." kata Seokjin mengakhiri kesengitan di antara mereka.

PERFECT TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang