Dulu, saat pertama kali Seyi mengunjungi apartemen Seokjin, atau lebih tepatnya tiba-tiba terdampar di apartemen Seokjin, Seyi tak banyak memperhatikan tempat ini. Tapi Seyi masih ingat satu hal. Tempat ini masih sama, terlalu kosong dan kaku.
Didominasi warna putih dan krem, lorong kecil sepanjang 1.5 meter adalah yang pertama kali terlihat begitu pintu apartemen dibuka. Ada rak sepatu di sebelah kanan dan di sebelah kiri tergantung lukisan abstrak berwarna biru langit. Setelah melewati lorong, tampak ruang utama. Ada televisi dan sofa, kemudian dapur yang tanpa sekat dengan tiga tangga pendek sebagai pembatas dengan ruang utama.
"Ini kamarku dan ini ruang kerjaku." terang Seokjin seraya menunjuk satu pintu paling tengah dan satu pintu di sebelah kanan. Kemudian tangannya mengarah ke pintu di sebelah kiri. "Yang itu, kamarmu. Kau bisa tidur di kamarmu sendiri selama tidak ada orang lain di sini."
Seyi mengangguk mengerti, lalu satu pertanyaan muncul di kepalanya. "Apa orang tuamu rajin berkunjung ke sini?"
"Tergantung suasana hati ibuku. Bisa terlalu sering, bisa juga sama sekali tak datang. Hari di mana kau menginap di sini, itu kunjungan setelah 6 bulan ibuku tak datang. Timing yang sangat buruk."
"Kurasa memang tidak ada waktu yang tepat di antara kita." ujar Seyi sebelum menyeret kembali kopernya masuk ke dalam kamar yang sudah jadi miliknya.
"Pertemuan yang salah, waktu yang salah, dan..." Seokjin menjeda kalimatnya untuk sekedar menaruh dua kardus yang sedari tadi ia bawa ke atas kasur. Membuang nafasnya ke udara lalu melanjutkan, "...kita adalah kesalahan."
Pandangan Seokjin mengarah pada Seyi, namun Seyi tak menunjukkan reaksi apa pun terhadap perkataannya. Entah Seyi memang tak berniat untuk merespon atau terlalu fokus mengurusi barang-barangnya.
"Aku tidur dulu. Kalau kau perlu sesuatu jangan bangunkan aku. Cari sendiri, karena kau harus terbiasa dengan tempat ini." titah Seokjin sambil tersenyum tipis, menepuk kecil bahu Seyi sebelum dirinya angkat kaki dari kamar yang akhirnya punya penghuni baru.
Seyi menatap bahunya yang disentuh Seokjin, ekspresinya datar, kemudian tangannya mengibas-ngibas seolah sedang membersihkan jejak tangan Seokjin dari bahunya.
"Dia kan belum mencuci tangan." gumam Seyi yang berpedoman harus mencuci tangan setibanya di rumah setelah beraktivitas di luar ruangan.
Selama 2 jam selanjutnya Seyi tenggelam dalam kegiatan beres-beres. Begitu selesai menyusun barang bawaannya Seyi pun membersihkan diri untuk yang kedua kalinya pagi ini. Tidak disangka merapikan barang bawaan yang Seyi pikir sedikit itu bisa membuat bulir keringatnya berjatuhan. Padahal kerjanya juga tak terlalu banyak, karena kamar ini sudah benar-benar bersih dan Seyi hanya perlu menata barang bawaannya.
Dari kamar mandi tiba-tiba Seyi mendengar sayup suara bel berbunyi. Bel tidak hanya berbunyi sekali tapi terus berbunyi seolah tak akan berhenti sampai ada yang menghentikan si pembunyi bel. Seyi menduga ada tamu dengan sifat yang tak sabaran datang berkunjung.
Berniat ingin menyambut sang tamu tetapi Seyi masih belum berpakaian. Dengan terburu Seyi memakai kaos putih dan sweat pants abu-abunya. Begitu keluar kamar pandangan Seyi teralihkan pada pintu kamar Seokjin yang setengah terbuka, dan suara maskulin dari arah lorong masuk ke pendengaran.
Melangkah ke arah lorong untuk mengintip, Seyi menemukan Seokjin sedang bersusah payah membawa masuk satu bingkisan besar. Tak hanya itu, di bawah kaki Seokjin juga ada satu kotak ukuran sedang yang terbungkus cantik dengan pita.
"Tidak ada kerjaan selain mengintip?" kata Seokjin yang menyadari kehadiran Seyi. "Bantu aku bawa ini." Lalu dengan tak elegan Seokjin menendang kotak cantik itu sampai mendarat di sebelah kaki Seyi.

KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT TIME
Fanfic𝙎𝙖𝙖𝙩 𝙞𝙩𝙪, 𝙝𝙖𝙧𝙞 𝙗𝙪𝙧𝙪𝙠 𝙢𝙚𝙣𝙙𝙖𝙩𝙖𝙣𝙜𝙞 𝙋𝙖𝙧𝙠 𝙎𝙚𝙮𝙞, 𝙙𝙖𝙣 𝙨𝙚𝙢𝙖𝙠𝙞𝙣 𝙢𝙚𝙢𝙗𝙪𝙧𝙪𝙠 𝙨𝙖𝙖𝙩 𝙙𝙞𝙧𝙞𝙣𝙮𝙖 𝙢𝙪𝙡𝙖𝙞 𝙝𝙞𝙙𝙪𝙥 𝙗𝙚𝙧𝙨𝙖𝙢𝙖 𝙥𝙧𝙞𝙖 𝙗𝙚𝙧𝙣𝙖𝙢𝙖 𝙆𝙞𝙢 𝙎𝙚𝙤𝙠𝙟𝙞𝙣. |2021|