Park Seyi, ini terlalu asin!
Ini hambar!
Kau tidak cuci dulu ya ikannya? Bau amisnya membuatku hilang selera.
Astaga, makanan gosong yang ke berapa ini, Park Seyi?!
Uhuk! Uhuk! Berapa cabai yang kau masukkan? Ini sangat pedas!
Lalu...
Hari ini.
Ketika akan makan siang.
"Aku akan melaporkanmu ke Bibi Kim. Kau mencoba membunuhku dengan masakanmu."
Seyi sudah menduga Kim Seokjin akan mengomentari lagi masakannya. Beberapa hari ke belakang sudah membuatnya menjadi terbiasa. Sembari meremas pisau di tangannya Seyi berkata dengan datar. "Kali ini apa lagi?"
"Kau memotong sayuran seakan sedang melampiaskan emosimu padanya. Bahkan batu kerikil di jalanan lebih bagus bentuknya dari pada potongan sayurmu ini." Seokjin menyampaikan dengan santai. Berdiri mengamati Seyi dari samping konter dapur dengan kedua tangan yang berlipat di dada.
Pletukk!
Seyi meletakkan pisaunya asal di tatakan. Ia berdiri tegap menghadap Seokjin, kemudian mengikuti gaya lelaki itu dengan melipat kedua tangannya di dada. "Aku sudah bilang kalau aku tidak bisa memasak, bukan? Tapi kau tetap menyuruhku memasak, ya terima saja apa yang aku buat!"
"Aku yakin Bibi Kim sudah mengajarimu dengan baik. Kau saja yang sengaja melakukannya tidak seperti yang Bibi ajarkan saat Bibi tidak ada di sini mengawasimu." Lalu Seokjin menyipitkan matanya memandang Seyi dengan curiga, "Kau diam-diam sedang bereksperimen untuk membunuhku perlahan, ya?" tuduhnya.
Seyi menggigit bibir bawahnya. Ia menatap Seokjin dengan tatapan yang seolah sangat kagum dengan imajinasi lelaki itu.
"Untuk apa aku membunuhmu perlahan kalau aku bisa membunuhmu dengan satu tusukan?!" Dan Seyi benar-benar mengambil lagi pisaunya lalu mengarahkannya ke Seokjin.
"Yaa!" Refleks Seokjin terlonjak mundur beberapa langkah dari Seyi. Seokjin tahu dari awal ada kegilaan di mata Seyi, namun baru kali ini Seokjin melihat langsung kegilaan gadis itu.
Tak heran ada rumor yang mengatakan gadis itu pernah membawa pemukul baseball saat bicara empat mata dengan seorang direktur yang lebih senior darinya yang diduga bermasalah sebelum akhirnya pria tua itu mengakui perbuatannya dan dipecat.
"Kalau kau tidak memasak dengan benar, aku akan menganggapnya sebagai pelanggaran perjanjian." Seokjin tetap tak gentar menunjukkan nyalinya pada gadis itu.
"Baiklah. Aku akan membayar dendanya dan berhenti melakukan hal konyol ini." Seyi lantas melepas apronnya. Selagi mencari ikatan tali apron di pinggangnya ia bergumam, "Sudah kubilang bahkan aku sakit perut kalau makan masakanku sendiri."
Dari tempatnya Seokjin mengamati setiap gerik gadis di depannya, kemudian ia berujar pelan. "Kau benar-benar tidak ada niat ingin bisa memasak?"
"Keinginanku berlawanan dengan kemampuanku. Kau saja yang selalu menganggapku tidak sungguh-sungguh saat memasak."
"Mungkin kau tidak tahu, kalau suasana hati bisa mempengaruhi masakan yang kau buat."
Seyi mendengus. "Omong kosong apa lagi itu?"
"Tsk. Suasana hatimu selalu buruk saat aku memintamu memasak untuk makan berdua denganku, bukan? Makanya hasilnya juga sesuai dengan segala jenis umpatan yang kau tujukan untukku selama sedang memasak."
Seyi menghela. Banyak kata yang ingin ia ucapkan untuk membalas perkataan lelaki itu. Tetapi semuanya Seyi telan kembali, melainkan yang keluar hanyalah kalimat, "Lain kali hati-hati dengan makananmu. Bisa saja ada sesuatu di dalamnya."
Seraya tersenyum tipis yang sebenarnya terlihat agak creepy Seyi berniat meninggalkan dapur dan melupakan acara memasaknya. Namun begitu ia berjalan melewati Seokjin, tangannya ditarik oleh lelaki itu.
"Akan kuajarkan."
"Apa?"
"Masak."
Seyi diam.
"Akan kuajarkan kau memasak." kata Seokjin dengan percaya diri.
Sementara Seyi menatap Seokjin penuh curiga. "Memangnya kau bisa?" tanyanya.
Seokjin mengangkat bahu ringan. "Hidup di luar negeri sendirian saat masih sekolah membuatku belajar banyak hal. Memasak itu hanyalah hal kecil."
"Tidak perlu." Seyi menyahuti sebelum Seokjin menyombongkan dirinya lebih jauh. "Bersama Bibi saja sudah cukup."
Meski Seyi telah menolak namun bukan Kim Seokjin namanya jika tidak bertindak saat keinginannya tak terpenuhi. Ia menyeret Seyi kembali ke konter dapur. Mengambil apron yang sebelumnya gadis itu taruh sembarangan dan memasangkannya pada sang gadis.
Oh, tak lupa menjauhkan pisau-pisau dan segala benda tajam yang mungkin mengancam keselamatannya karena ia telah memaksa seorang Park Seyi.
Seyi tampak diam saja sambil mengamati Seokjin yang memasangkan apron padanya dan menjauhkan benda-benda tajam dari sekitarnya, tapi sesungguhnya Seyi saat ini sedang mengumpati Kim Seokjin. Mengumpat lewat tatapan.
"Katakan saja kau mau masak apa." ujar Seokjin.
Seyi menghela nafas panjang. Sepertinya ini adalah hal selanjutnya yang harus ia biasakan. Dengan malas Seyi mengarahkan telunjuknya ke arah buku resep yang ada di bawah baskom ayam.
Seokjin tersenyum. "Pertama-tama, aku akan mengajarimu cara memotong sayur."
Kelas memasak Kim Seokjin pun dimulai.
Sepasang manusia yang selalu ribut itu kini benar-benar sangat ribut dan berperang di dapur.
Seokjin mengomentarinya, Seyi mendengus.
Seokjin menceramahi panjang lebar, Seyi menghembus nafas berat.
Lalu saat Seokjin berteriak sebab Seyi sudah salah memasukkan bumbu, Seyi tak tahan lagi untuk tak ikut berteriak.
Sangat berisik dan kacau.
Namun, bukankah momen seperti ini akan menjadi kenangan yang manis?Atau mungkin, kenangan yang akan mendatangkan tangis?
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT TIME
Fanfiction𝙎𝙖𝙖𝙩 𝙞𝙩𝙪, 𝙝𝙖𝙧𝙞 𝙗𝙪𝙧𝙪𝙠 𝙢𝙚𝙣𝙙𝙖𝙩𝙖𝙣𝙜𝙞 𝙋𝙖𝙧𝙠 𝙎𝙚𝙮𝙞, 𝙙𝙖𝙣 𝙨𝙚𝙢𝙖𝙠𝙞𝙣 𝙢𝙚𝙢𝙗𝙪𝙧𝙪𝙠 𝙨𝙖𝙖𝙩 𝙙𝙞𝙧𝙞𝙣𝙮𝙖 𝙢𝙪𝙡𝙖𝙞 𝙝𝙞𝙙𝙪𝙥 𝙗𝙚𝙧𝙨𝙖𝙢𝙖 𝙥𝙧𝙞𝙖 𝙗𝙚𝙧𝙣𝙖𝙢𝙖 𝙆𝙞𝙢 𝙎𝙚𝙤𝙠𝙟𝙞𝙣. |2021|