[48] Snow

1K 135 90
                                    

"Apa yang kau lakukan di hari natal?"

Pesan terkirim dan dibaca.

Pesan balasan belum diterima ketika satu pesan baru dikirim lagi dari pengirim yang sama.

"Jadilah milikku sehari."

Seyi menutup ponselnya usai membaca kembali pesan yang ia kirim.

Kim Seokjin masih belum menanggapi pesannya. Dengan keyakinan bahwa lelaki itu akan datang menemuinya esok hari maka Seyi merasa tak memerlukan pesan balasan. Seyi menyimpan ponsel di saku padding jacket hitamnya sementara satu tangannya yang membawa paper bag membuka pintu rumah.

Ia langsung bertatapan dengan Yoo Minjung yang ketara terkagetkan oleh kedatangannya.

"Seyi-ya... maaf, Joyi sedang bermain di kamarmu, akan kupanggil dia keluar."

"Biarkan saja," tahan Seyi.

Wajar bila Minjung canggung dengan kedatangannya malam ini. Esok hari natal, dan sejak dulu Seyi tak pernah terlihat santai di hari libur istimewa itu. Seyi selalu mencari sejuta alasan untuk tak mengikuti acara apapun, salah satu cara paling ampuh adalah alasan pekerjaan. Ia lebih senang ditemani oleh tumpukan lembaran putih dan komputer.

Sementara malam ini, Seyi datang dengan santai sedangkan Minjung seolah menggantikan dirinya yang dahulu.

Seyi memandangi kertas-kertas yang memenuhi meja ruang tengah. Mengetahui arah mata Seyi, Minjung langsung menyatakan keresahannya. Salah satu klien loyal mereka memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak. Ternyata, sang klien menjalin kerjasama baru dengan Seja Group.

Lantas seringai terbentuk di wajah Seyi. Apakah ini adalah awal serangan Seokjin untuknya? Tsh. Kim Seokjin selalu punya cara untuk membuat musim dinginnya berakhir lebih cepat.

Seyi meminta Minjung agar tak terlalu khawatir. Hilang satu, tumbuh seribu. Tak perlu memikirkan yang telah pergi, pikirkan saja bagaimana cara agar mendapatkan yang baru.

Minjung melenguh kecil mendengar saran dari Seyi. Ia sekarang mengerti mengapa di dunia bisnis harus mengesampingkan perasaan. Istri klien itu, padahal berteman baik dengannya. Mau sedekat apapun hubungan, semua hanya sekedar bisnis.

Seyi meninggalkan Minjung yang melanjutkan pekerjaan, kemudian menaiki tangga menuju kamar tidurnya. Ketika pintu kamar dibuka terlihat tumpukan boneka memenuhi ranjang dengan anak kecil yang bermain di tengah-tengahnya.

Park Joyi menegang mendapati Seyi berdiri di pintu kamar menatapnya datar.

Turun perlahan dari kasur, Joyi tahu ia tak boleh berada di kamar kakaknya. Jarak keduanya satu meter ketika Joyi semakin menunduk hendak berjalan melewati Seyi keluar dari kamar.

"Ambil ini. Kalau tidak suka buang saja."

Paper bag Seyi ulurkan ke hadapan Joyi. Mata bulat bocah itu sontak berbinar-binar jernih. Lesung pipinya mencuat jelas mengambil dengan gembira pemberian sang kakak.

"Jangan bilang pada siapapun tentang ini." pinta Seyi.

Joyi mengangguk antusias. Tangan kecilnya bergerak luwes mengeluarkan hadiah yang ia dapat. Kotak besar berisi sepasang sepatu baru dan kotak kecil berisi sapu tangan dengan rajutan bintang.

"Ibuu!!! Kakak memberiku hadiah natal!!!"

Teriakan itu menggema seantero rumah. Seyi menghela dan menggeleng kecil. Omongan anak kecil tidak bisa dipegang. Baru beberapa menit sudah melupakan perkataannya.

Dari atas tangga Seyi melihat Joyi sedang memamerkan hadiah pemberiannya kepada ibunya. Minjung membantu anaknya mencoba sepatu barunya dan memujinya.

Seyi berhenti di depan keduanya, lalu berujar pada Minjung. "Maaf tidak ada hadiah untukmu. Selamat natal. Aku pergi." Ia memang tak berencana untuk menginap di rumah, sebatas ingin mampir saja.

PERFECT TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang