[28] Saturday

800 102 20
                                    

Lega. Perkataan Pengacara Hong dari seberang telepon sedikit meringankan pundak Seyi.

Sumber masalah sudah diketahui. Ibarat sebuah apel, jika satu sisinya busuk maka hanya perlu membuang bagian yang busuk agar sisi yang lain tak ikut membusuk. Maka tugas Seyi selanjutnya adalah membuang bagian yang busuk itu.

Usai menerima panggilan dari pengacaranya pendengaran Seyi menangkap suara bel yang berbunyi. Keluar kamar menuju pintu depan menyambut tamu tapi kemudian langkah Seyi melambat ketika melihat Seokjin berada di dapur.

Sedikit sebal karena Seokjin yang lebih dekat ke pintu masuk malah tak menggubris si penekan bel. Melanjutkan langkah membuka pintu apartemen kemudian Seyi berkerut kening begitu melihat sang tamu.

"Selamat pagi, Bibi... Aku Yang Heechan... Baru pindah ke rumah di lantai bawah. Aku akan segera punya adik, jadi ibuku harus banyak istirahat. Ini kue beras kacang merah dari ibuku. Mohon bantuannya..." Tamu kecil itu berkata dengan nada riang, lalu membungkuk sopan pada sang pemilik rumah.

Seyi manggut-manggut di depan pintu menerima buah tangan dari anak laki-laki yang sekiranya berusia 6 tahun itu. "Terimakasih,"

"Sama-sama, Bibi. Bibi sangat cantik..." kata Heecan memuji. Setelahnya ia pergi berlari kecil dengan wajah yang memerah.

Senyum tipis terukir di bibir Seyi. Tingkah lucu anak kecil selalu berhasil membuatnya menarik senyum.

Omong-omong tentang anak kecil, Seyi teringat Hyunmin. Bayi kecil itu belum ia kunjungi lagi setelah acara panti waktu itu. Rencana Seyi bertambah satu hari ini. Mengunjungi panti asuhan.

Meletakkan kue beras pemberian tetangga kecilnya di meja depan televisi, Seyi melirik Seokjin yang masih berada di dapur. Sebelum tak sempat bertemu Seokjin di waktu luang, Seyi masuk ke kamar untuk mengambil sesuatu yang hendak ia berikan pada lelaki itu.

"Undangan pernikahan 3 hari di Jeju. Minggu depan." ujar Seyi seraya meletakkan amplop undangan pernikahan di meja makan.

Tak mendapat respon apa pun dari Seokjin maka Seyi pun tak ingin buang-buang waktu. Namun saat Seyi menginjak pintu dapur sayup suara Seokjin terdengar.

"Hm," Seokjin menjawab singkat.

-----------

Seokjin selesai membuat sarapan. Duduk di meja makan menikmati sandwich, buah-buahan, dan segelas susu. Undangan yang Seyi letakkan di meja makan sekilas ia lihat, tanpa membacanya ia sudah tahu siapa yang akan menikah.

"Aku pergi."

Suara datang dari arah ruang tengah. Pandangan Seokjin menilik Seyi yang telah berpakaian rapi. Tak lama setelahnya suara pintu apartemen yang ditutup pun terdengar, pertanda sang gadis benar-benar telah pergi.

Seokjin tak ingin tahu urusan Seyi, hanya saja ia penasaran dari mana datangnya tenaga gadis itu. Tubuh kurus, malas olahraga, selalu sibuk ke sana ke mari, dan tak pernah makan dengan benar. Bahkan pagi ini Seyi hanya meminum segelas susu. Seokjin tahu karena gelas susu gadis itu masih ada di wastafel. Seyi si pemalas mencuci piring. Sangat berbeda dengan Chaerim. Chaerim sangat menyukai kegiatan air, sedangkan Seyi seperti anti dengan air.

------------

"Di mana ayah?"

"Tidak tahu."

"Kau tahu semua yang ayah lakukan, Yoo Minjung."

"Dengar-dengar kau dan suamimu akan ke Jeju minggu depan. Bersenang-senanglah di sana," Suara Minjung di telepon terasa semakin menyebalkan di telinga Seyi. "Jika ayahmu belum kembali hingga minggu depan, akan ku beritahu kemana dia pergi." lanjut Minjung yang menambah darah tinggi Seyi.

PERFECT TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang