Dua bulan berlalu.

0 1 0
                                    

11. Dua bulan berlalu.

"Sangat susah untuk memecahkan bagaimana kejadian itu berlanjut"

==================================

"Kamu bisa kan jaga diri kamu? Mama sama papa gak bakal lama kok disana kerjaan kita selesai udah deh pulang" Demian sebenarnya tidak rela kalau kedua orang tuanya meninggalkan dirinya keluar kota untuk mengurus pekerjaan mereka disana.

"Iya, kalian jaga diri disana mama janji sama Demian jangan lupa minum obat maagnya jangan kecapean, papa juga jangan sampe jantungnya kumat lagi jaga diri Demian sayang kalian" melihat kelakuan aneh Demian membuat Indri dan Brama saling pandang.

"Huhss kamu ini udah kayak mau pisah selamanya aja orang mama sama papa cuma seminggu disana sayang kamu jaga rumah ya. Ah mama lupa dua hari lagi kamu ulang tahun kan maaf mama sama papa gak bisa ngerayain ulang tahun kamu bareng bareng lain waktu kita rayain bareng bareng ya" Demian terdiam. Mereka belum tau kalau dua hari lagi adalah hari terakhir Demian ulang tahun. Setelah itu ia akan berada dialam lain.

"An. Kamu jangan melow gtu kayak anak gadis ditinggal sama mas pacarnya aja haha" goda Brama pada Demian membuat Demian dan Indri tertawa.

"Pa jagain mama, jangan pulang pulang Demian denger nama hamil" Indri melotot.

"Kamu ini loh ngaco kalo ngomong yaudah mama sama papa pergi dulu" Indri mencium pipi Demian begitupun dengan Brama. Mereka sudah dibandara sekarang.

Kedua orang tua Demian berjalan menjauhi cowok itu. Sedangkan Demian tersenyum simpul melihat kepergian mama dan papanya. "Ma, pa Demian pengen lebih lama sama kalian" gumam Demian setelah dirasa kedua orang tuanya sudah menghilang Demian berbalik untuk pulang.


"Ulang tahun Demian" gladis sedang berdiam didalam kamarnya lebih tepatnya di balkon kamarnya. Pikiran gadis itu sedang mengarah pada Demian dan ulang tahun cowok itu.

Saat sedang menikmati hot coklat dengan hujan yang gerimis. Ponselnya berdering dimeja yang tersedia di depan jendela balkonnya. Dengan cepat gladis mengambil ponselnya.

Demian.

Nama itu yang tertera dilayar. Gladis menekan tombol hijau.

"Halo an kenapa?"

"Bisa kita ketemu?"

"Bisa, kapan?"

"Sekarang dis, gue jemput ya"

"Oke gue tunggu"

Gladis memutus sambungan telponnya dengan Demian. Kenapa tiba tiba Demian ingin mengajaknya bertemu apa cowok itu akan membahas tentang.......

Pranggg!!!!!!

Gladis memejamkan matanya dan menunduk saat sebuah benda dilempar ke jendela kamarnya membuat kaca jendelanya pecah. "Desta!!!!" Pekik gladis karena ketakutan. Gadis itu masih terduduk menutup kupingnya dan memejamkan matanya.

Hening.

Mata gladis terbuka. Perlahan ia melihat kebelakang tidak ada siapa siapa. Gladis melihat sekeliling kembali namun tak kunjung menemukan seseorang. Yang gladis temui adalah sebuah gulungan kertas yang didalamnya mungkin batu makanya bisa membuat kaca jendelanya pecah.

Dengan tangan gemetar dan perasaan yang tidak enak gladis mengambil benda itu. Perlahan ia membukanya.

"Bersiaplah akan terjadi sesuatu pada sahabatnya kamu"

Seketika tubuh gladis membeku. Pikirannya kosong apa yang dimaksud surat ini kenapa surat ini bertuliskan sahabat. Gladis baru menyadari kalau hantu Kiara sudah menghilang sekarang dirinya malah diteror oleh seseorang yang entah itu siapa.

"De–demian"

==========================

"Ini" Demian mengerutkan keningnya bingung kenapa gladis menyodorkan sebuah kertas yang sudah kotor.

"Kertas?" Demian mengambil kertas itu. Gladis menggeleng.

"Itu bukan kertas coba baca isinya" suruh gladis pada Demian. Walaupun ragu Demian membuka kertas yang dilipat itu. Saat menemukan tulisan didalam kertas itu Demian kemudian membacanya

Menghela nafas Demian menatap gladis yang wajahnya berubah menjadi sendu. "Maksud dari surat ini pasti gue dis"

"Bukan cuma itu an" celetuk gladis membuat Demian penasaran.

"Hantu itu. Hantu Kiara udah gak ganggu kita lagi Lo sadar gak?" Demian baru tersadar kalau hantu yang berwujud menyeramkan yang diduga adalah Kiara itu sudah tidak terlihat kembali.

"Semenjak kematian Itha hantu itu udah gaada lagi buat gangguin kita, apa Lo yakin kalo semua teror yang kita dapetin dari hantu itu? Gue bener bener gak yakin, entah kenapa gue berpikir kalau yang gangguin dan neror kita ada campur tangan manusia an" Demian semakin dibuat bingung oleh gladis. Namun cowok itu mencoba mencerna baik baik ucapan gladis.

"Lo inget, waktu Lo bilang ada yang ngikutin kita dua bulan lalu kemakam Itha?" Demian mengangguk jelas ia ingat betul entah itu orang atau mungkin dirinya salah lihat. Tapi Demian sangat meyakini bahwa dirinya benar benar melihat seseorang yang mengikuti mereka.

"Gue curiga kalau dia dalang dari semua ini" Demian menggeleng kaku.

"Tapi gue gak liat begitu jelas dis"

"Tapi gue yakin an"

Demian menghela nafasnya lagi. Benar benar rumit. Disaat anak anak lain yang menikmati masa remajanya dengan bermain dan memikirkan sekolah saja sangat jauh berbeda dengan nasibnya yang akan beriap kehilangan nyawanya saat berumur 17 tahun.

"Gue capek dis"

"Baru segini Lo bilang capek gimana sama Kiara" Demian menatap gladis bingung.

"Inget dis Lo yang paling parah buat goresan dihati Kiara dan jangan pernah samain nasib kita sama Kiara!, Jangan buat gue semakin curiga sama Lo" gladis menatap Demian bingung.

"Curiga maksud Lo apa?" Tanya gladis.

"Lo pikir gue gak tau kalo Lo yang ngedesak Kiara buat bunuh diri!? Liat sekarang Lo puas?"

"Demian, kalian semua juga ikut ngebully dia. Jangan Lo pikir gara gara gue yang ngedesak dia buat mati seakan akan Lo semua gak bersalah!"

Demian berdecih. "Munafik Lo" Demian beranjak dari duduknya.

"Semuanya berawal dari Lo dis" setelah mengucapkan itu Demian pergi meninggalkan gladis yang menatap cowok itu tidak percaya. Matanya mulai berair.

"Kenapa Lo malah nyalahin gue an" gumam gladis. Setetes air matanya sudah terjatuh. Tapi pikiran gladis masih terngiang-ngiang tentang dirinya yang menyuruh Kiara untuk enyah dan mati.




–Petaka.17–


TBC.

Petaka.17 •On Going•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang