Apakah ini akhir?

0 0 0
                                    

28. Apakah ini akhir?

Gladis POV.

Mataku terasa sangat berat untuk sekedar terbuka. Tubuhku terasa sangat kaku dan perut serta kepalaku sangat nyeri dan begitu sakit, perlahan namun pasti aku mencoba untuk membuka mata dan melihat dimana aku berada saat ini.

Walaupun rasanya sangat berat namun aku berhasil membuka mataku dan melihat pelan sekeliling, sebuah ruangan berwarna putih terang hal pertama yang aku temui. Cahaya langit-langit ruangan itu menusuk mataku.

Aku berusaha melihat sekeliling dan menemukan banyak sekali alat medis di sampingku, dengan begitu akupun mulai tersadar bahwa aku berada di rumah sakit.

Namun kenapa tubuhku begitu susah untuk di gerakan? Bahkan aku saat ini hanya sendirian di ruangan terang ini. Aku sangat ingin memanggil kakakku namun apa dia berada di luar?.

Hal yang terakhir aku ingat hanya saat aku berada di lapangan sekolah dan dimana hari kelulusanku tiba, dan setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi.

Saat mencoba beradaptasi dengan cahaya di ruangan itu, tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu ruangan di mana aku tempati. Samar-samar aku mendengar langkah kaki seseorang.

Mungkin hendak mendekatiku.

"Gladis" panggil seseorang itu, aku mengenal suaranya hanya saja aku enggan untuk membuka mata dan memilih untuk menutupnya kembali.

Orang itu mengusap rambutku dengan lembut, "hei ayo bangun, kakak gak bisa liat kamu kayak gini" ku dengar isakan di akhir kalimat orang itu membuat hatiku ngilu saat mendengarnya.

"Kamu tau gimana Desta panik banget saat dia tau kamu di vonis penyakit itu, sakit dis. Kakak juga gak rela kamu kayak gtu" suara itu tak lain dan tak bukan adalah calon kakak iparku sekaligus kakak dari sahabatku yang sudah pergi.

Rani.

Aku masih bergeming, saat ini hanya ingin mendengarkan kak Rani yang menangis di samping blankarku. "Kakak gak tau sampai kapan teror ini bakal berlangsung dis, andai aja kamu mau menyerahkan diri kamu pasti gak bakal ada kejadian kayak gini!"

Ucapan kak Rani tadi cukup membuatku kaget, namun aku tidak berniat membuka mata. Panik? Jelas aku sangat panik apa maksud dari perkataan kak Rani tadi, kenapa dia bisa tau jika aku menyerahkan diri maka teror itu akan berakhir?.

"Kamu tau kakak menderita banget waktu tau kalau Sara meninggal" lirih kak Rani kembali membuat aku semakin merasa bersalah.

"Dan itu semua karena kamu Gladis!" Apa ini? Kak Rani membentak ku? Aku tidak menyalahkan atas apa yang kak Rani katakan tadi namun kenapa harus membentak bukankah dia sangat menyayangiku?.

"Jujur gue pengen Lo sama nasibnya kayak Sara!"

Deg.

Disinilah titik terangnya rasanya jantungku hampir melompat dari tempatnya, dan.....

"Arghhhh"

Kak Rani mencekik leherku, mau tak mau aku membuka mataku dan dengan sisa tenaga yang aku punya, mencoba melepaskan tangan kak Rani dari leherku. "hahaha, Lo bangun juga akhirnya, gue muak banget harus pura-pura baik sama orang yang udah ngebunuh adik gue satu-satunya!" Rasanya aku ingin berbicara namun untuk bernafas dengan benar saja sudah tidak bisa.

"Lo mau tau, kenapa bisa Lo kayak gini hah? Itu semua ulah gue sama mantan pacar Kiara! Coba aja kalo Lo nyerahin diri Lo pasti Sara gak bakal di bunuh sama mantannya Kiara!"

Aku masih belum mengerti apa yang kak Rani bicarakan. Rasanya masih sesak bahkan jika ini terus berlanjut sampai 5 menit kedepan aku bisa saja mati di tangan kak Rani.

"Hhh le... Pas... Kak arghh" dengan sisa tenaga yang aku punya tanganku berusaha menarik cengkraman kuat tangan kak Rani di leherku. Siapapun tolong aku...

"Gak! Lo harus mati sekarang Gladis!"

Ceklek.

"Kalian ngapain?"

=======================

Semenjak kejadian itu, traumaku kembali kambuh, ah sial kenapa kak Desta datang di waktu yang tidak tepat.

Sekarang kedua insan itu sedang berada di luar entah mereka sedang di luar ruangan kamar inapku atau pergi ke suatu tempat, aku terlalu pusing untuk memikirkan itu. Mataku hanya fokus menatap keluar dibatasi jendela.

Memainkan jemariku yang menguning, aku cukup sadar bahwa sebentar lagi akan tiba waktunya untuk berpulang. Namun aku cukup lega jikalau itu semua bisa menghentikan teror yang selama ini aku alami.

Teror itu sudah cukup membuat hidupku sangat menderita apalagi disaat mengetahui bahwa kak Rani lah salah satu dalang di balik semua ini dan entah dengan siapa.

Namun aku mencoba mengerti, bahwa kak Rani tidak iklhas atas ke pergian Sara, karena akulah penyebabnya dan untuk ulang tahunku yang ke 17 sebentar lagi iya dua hari lagi semuanya mungkin akan seperti biasa.

Aku sudah tahu dan sangat tahu apa yang aku perbuat dulu sama halnya dengan sekarang. Penderitaan Kiara tak sebanding dengan penderitaanku.

Apalagi untuk orang yang sangat menyayangi Kiara mungkin dia belum puas atas apa yang dia lakukan kepada kami yang telah menyiksa Kiara dulu.

"Bengong terus lagi mikirin apa?" Sebias suara membuat atensiku teralihkan, kak Desta datang dengan membawa tas kresek putih dan aku tidak tahu apa yang kakakku itu bawa.

"Sakit lagi? Mana yang sakit?" Pertanyaan dari kak Desta enggan aku jawab pasalnya seluruh tubuhku mati rasa saking sakitnya.

Aku hanya menggeleng sebagai jawaban. Ku lihat kak Desta menghela nafas dan mendekatkan posisi duduknya menghadapku, ia meraih tanganku dan menatap mataku dengan lekat.

"Kenapa dek? Bilang kalo kamu kurang nyaman, apa yang bikin kamu gak nyaman? Sama kakak santai aja ayo cerita!" Rasanya ingin sekali meluapkan segala kesakitan ku selama ini. Tapi apa mungkin bisa untuk menebus semua kesalahanku di masa lalu?.

Masih dengan posisi yang sama aku enggan menjawab. Tanpa sadar mataku rasanya panas dan setitik air mata yang tak ku sangka jatuh membuat kak Desta panik, "hei kenapa?" Kak Desta mengusap pelan pipiku yang dibasahi air mata.

"Kak boleh peluk?" Iya mungkin ini untuk terakhir kalinya aku bisa memeluk kakakku sebelum saat itu tiba.

Kak Desta diam sejenak lalu menarik tubuh yang hampir hanya tersisa tulang ini kedalam pelukannya. Sejenak aku memejamkan mataku saat elusan tangan besar kakakku berada di kepalaku.

"Capek kak"





–Petaka.17–






TBC.

Gimana nih, udah siap belum ngeliat detik² terakhir Gladis?

Di chap selanjutnya bakal ada sesi pertumpahan darah🙂

Next? Komen vote jangan lupa!

See u next part🙌

Petaka.17 •On Going•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang