13. Korban kedua
"Bersiaplah ini baru permulaan dengan akhir yang lebih sadis"
==================================
Gladis berlari menelusuri lorong rumah sakit. Menanyakan kepada setiap suster dimana ruang jenazah akhirnya ia menemukan teman temannya di depan salah satu ruangan.
Gadis itu yang tadinya berlari kini berjalan dengan tempo lamban menuju teman temannya entahlah kakinya terasa begitu lemas saat melihat Eza, Regar, dan Sara menangis.
"Sar" panggil gladis pelan. Ketiganya menoleh kearah gadis itu. Sara yang tadinya berada diperlukan Regar kini menghampiri gladis.
"Gladis Demian dis" Sara memeluk erat tubuh rapuh gladis. Sedangkan gladis hanya mampu diam tak berkutik saat lagi lagi sahabatnya pergi dengan tak wajar.
"Mana Demian" dengan suara serak dan sedikit gemetar gladis memberanikan dirinya untuk menanyai keberadaan Demian. Sara melepaskan pelukan mereka memberi ruang pada gladis untuk bertemu Demian. Tadi hanya gladis yang tidak mengetahui kalau Demian meninggal karena kecelakaan gadis itu datang lebih siang dan teman temannya sudah tidak ada waktu untuk menghubungi gladis.
"Demian ada didalem dis" gladis melangkahkan kakinya menuju ruangan dimana tempat jasad Demian berada. Menatap nanar pintu ruangan tersebut hatinya kembali sakit. Kepergian Itha saja masih membekas di hatinya dan sekarang Demian.
Ceklek!
Aura menyeramkan yang pertama kali gladis rasakan sunyi dan sepi. Bahkan jika semut berteriak pun ia masih dapat mendengarnya.
Walaupun menyeramkan tapi gladis tidak merasakan ketakutan malah gadis itu merasakan sakitnya keluarga orang orang yang tertidur nyenyak didalam sana.
"Ikut gue" instruksi Regar pada gladis untuk mengikutinya menuju tempat Demian. Melangkah ragu gladis dan yang lainnya juga mengikutinya Regar.
Disinilah gladis sekarang didepan blankar rumah sakit yang terdapat seseorang dengan ditutupi kain putih. "Lo yakin mau buka?" Gladis diam tidak menanggapi pertanyaan Regar.
Sejenak kemudian gladis menghela nafas memejamkan matanya dengan yakin gladis mengangguk. Regar yang melihat gladis mengangguk memandang sejenak teman temannya yang lain tangannya terulur untuk membuka kain putih yang menutupi wajah Demian.
Tangisan Sara kembali pecah, sedangkan Regar dan Eza memalingkan wajahnya. Wajah Demian sudah tidak berbentuk karena luka bakar yang cukup parah dialami cowok itu.
Hati gladis terasa dihantam batu besar. Rasa penyesalannya muncul kembali dikala dua hari lalu dirinya sempat berdebat dengan Demian.
Gladis memegang kepalanya yang tiba tiba terasa pusing Regar yang berada disamping gladis dengan cepat menopang tubuh gadis itu.
"Dis" gladis mengangkat tangannya Regar mengerti lalu membawa gadis itu keluar dari ruangan jenazah itu.
Sara dan Eza juga ikut keluar. Gladis duduk dikursi depan ruangan tersebut "dis kepala Lo sakit lagi?" Tanya Sara pada gladis. Gladis menggeleng.
"Demian Sar" lirih gladis membuat ketiganya menunduk.
"Gimana kalo orang tuanya tau?" Tanya gladis pada ketiga temannya. Sudah dipastikan kalau kedua orang tua Demian tidak mengetahui kabar Demian sekarang.
Gladis mulai menangis walaupun tidak menangis histeris seperti Sara namun cukup membuat siapa saja yang mendengar isakan gladis menjadi sangat terpukul.
"Gue bakal ngasih tau orang tua Demian dengan cara baik baik" ucap Regar.
"Kita gagal jaga Demian" Eza yang terduduk dibawah menatap langit langit atap rumah sakit dengan tatapan kosong dirinya merasa gagal menjaga Demian padahal Eza yang paling dekat dengan cowok itu.
"Ini hari ulang tahun Demian nasibnya sama kayak Itha" celetuk Sara.
"Gimana ceritanya Demian sampe kecelakaan?" Tanya gladis.
Regar menghela nafasnya. "Demian ditabrak truk dis, mobilnya kebakar" tubuh gladis membeku. Tiba bisa dibayangkan bagaimana kejadian itu terjadi membayangkannya saja sudah tidak kuat apalagi melihatnya secara langsung.
"Penyebabnya apa gar?" Tanya gladis kembali.
"Polisi masih nyelidikin, sebelum kejadian Demian diduga bermain ponsel saat mengemudi" Regar menunduk.
"Dis bentar lagi ulang tahun gue, apa nasib gue bakal sama kayak Demian dan Itha?" Ketiganya memandang Sara yang sudah berpenampilan acak acakan, matanya memerah. Gladis memegang tangan Sara.
"Lo gak usah khawatir Sar, gue janji bakal selalu jagain Lo" Sara menggeleng.
"Gak dis, mungkin kata kata penenang Lo buat gue tenang sementara tapi kalo takdir nyuruh gue meninggalnya dengan cara gak wajar" gladis membawa Sara kedalam pelukannya mereka menangis bersama.
=
=========================
"Hai Kiara, apa kabar?" Seseorang kini tengah menatap nisan didepannya yang bertuliskan nama Kiara. Membawa bunga mawar putih. Mengirup wangi mawar itu kemudian menaruhnya di atas gundukan tanah didepannya.
"Setelah Lo teror mereka, sekarang gue yang bakal nerusin bales dendam Lo ke mereka" orang tersebut tersenyum miring.
"Korban kedua udah gue musnahin Ra, tinggal empat korban yang bakal jadi mainan gue" orang tersebut mengelus lembut batu nisan itu. Setelahnya ia beranjak meninggalkan tempat pemakaman Kiara.
"Dan satu lagi Ra Lo gak bakal kesepian lagi. Temen temen Lo yang jahat itu bakal nemenin Lo selamanya gue janji bakal ngirim mereka buat Lo" orang itu kembali memakai maskernya dan menutup kepalanya dengan topi hitam. Sudah menjadi ciri khas dari orang tersebut memakai pakaian serba hitam. Melangkahkan kakinya pergi dari sana orang itu bergumam.
"Musnah Lo semua yang udah bikin cinta pertama gue meninggal"
–Petaka.17–
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petaka.17 •On Going•
HorrorIni bukan cerita tentang perjodohan seorang remaja yang baru berumur 17 tahun, ini juga bukan cerita kisah cinta para remaja yang berumur 17 tahun. Tapi ini cerita tentang teror, bunuh diri, sisi gelap, pembunuhan berantai sekumpulan remaja yang bar...