27. Dirawat
"Iiiissss kamu ngapain coba mondar-mandir enggak jelas gtu bikin pusing tau gak!" Rani sangat jengkel pada Desta yang sedari tadi mondar-mandir di depannya dengan gelisah.
Iya dia tau bahwa laki-laki itu gelisah tapi ini juga salah Desta. Laki-laki itu menatap Rani yang wajahnya masam sekali seperti sedang marah.
Lalu dia duduk disamping gadis itu. "Aku khawatir sama Glad–"
"Semua ini juga salah kamu tau gak! Coba tadi kamu gak sok-sokan ngehalangin aku buat bawa adik kamu ke pinggir lapangan pasti gak bakal kejadian kayak gini!"
"Iya aku salah tapi–"
"Udah deh Lo diem!" Rani yang tiba-tiba menangis dan menyuruhnya untuk diam membuat Desta semakin panik dia mencoba menenangkan gadis itu.
Rani menutup wajahnya dengan kedua tangan sembari menangis terisak. "Ran maafin aku iya aku salah udah larang kamu tapi tadi aku...." Belum sempat menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba dokter keluar dari ruangan Gladis.
Rani yang tadi menutup wajahnya dengan kedua tangan kini mendongak dan berdiri menghampiri dokter begitupun dengan Desta.
"Bagaimana keadaan adik saya dok?" Tanya Desta terus terang berharap mendapat jawaban yang baik dari sang dokter.
Rani hanya diam saja menunggu jawaban dari dokter dengan hati tidak tenang takut terjadi apa-apa pada Gladis.
Dokter tersebut menghela nafas. "Adik kalian berdua sepertinya mengalami anemia dan traumanya kembali kambuh mengakibatkan tubuhnya menjadi lemas dan cepat lelah, saya sarankan pasien harus dirawat inap beberapa hari untuk memulihkan kondisinya" ucapan dokter membuat Rani dan Desta syok pasalnya trauma gadis itu kambuh lagi.
"Tapi bagaimana kondisi adik saya sekarang dok apa dia udah sadar apa masih pingsan?" Desta bertanya kembali.
"Keadaanya sudah membaik tapi masih belum sadarkan diri karena pengaruh obat yang saya berikan agar adik anda bisa istirahat terlebih dahulu" jelas dokter membuat Rani sedikit tenang namun berbeda dengan Desta.
"Apa saya boleh masuk ngeliat adik saya?" Tanya laki-laki itu kembali.
"Untuk saat ini belum bisa untuk anda masuk kedalam tapi nanti setelah saya periksa lagi baru boleh masuk kedalam" jawaban dari dokter berhasil membuat Desta menjadi lemas.
"Kalau begitu saya permisi" Rani mengangguk dokter itu pergi. Dan Rani membawa Desta untuk duduk, mengusap punggung laki-laki itu guna menguatkannya.
"Sabar ya nanti kita tunggu dokter periksa dulu kondisi Gladis" ucap lembut Rani membuat Desta sedikit tenang.
"Aku takut dia bakal pergi, sebentar lagi hari ulang tahun dia Ran apa dia bakal pergi kayak Sara sama temen-temennya yang lain?" Rani terhenyak sejenak tanpa disadari dirinya juga sangat takut jika itu benar-benar terjadi apalagi kejadian yang di alami Sara tidak bisa ia lupakan dan kali ini ia harus dihadapkan dengan Gladis.
"Jujur aku masih trauma sama kejadian itu Des, tapi apa kita gak bisa mencegahnya? Pasti ada cara buat nyelamatin Gladis dari..... Bisa dibilang kutukan" Rani berbicara sangat pelan diakhir ia jelas masih trauma dengan hal seperti ini dan penyebabnya masih ia cari.
"Aku masih cari siapa yang ngebuat mereka meninggal dengan enggak wajar" gadis itu menggenggam tangan besar Desta dengan setitik air mata yang terjatuh.
"Ran jangan nangis" lirih Desta, Rani mendongak dan menatap Desta dengan mata berkaca-kaca.
Kemudian Desta mengusap setitik air mata yang berada di pipi putih milik Rani.Dan membawa gadis itu dalam dekapannya. "Aku gak bisa kalo liat kamu nangis gini, kamu boleh marahin aku tapi jangan nangis" Desta mengusap lembut rambut gadis itu.
Rani seolah mendapatkan ketenangan di dalam dekapan Desta yang entah kenapa terasa sangat nyaman. "Aku cuma takut Des, aku gak mau kehilangan untuk ke dua kalinya" jelas Rani.
"Aku juga sama Ran tapi kalo emang takdir Gladis kayak gtu mau gimana lagi, mau kita berusaha semaksimal mungkin buat ngeliindungin dia ya percuma Gladis apa mungkin bakal selamat?" Rani enggan menjawab ia hanya mendengarkan apa yang Desta katakan.
"Kita cuma bisa mantau, orang yang berada di balik semua ini pasti orang yang punya dendam sama mereka, dan orang yang benar-benar gak bisa dikalahin gtu aja" lanjut Desta. Membuat Rani mengerti akan apa yang laki-laki di sampingnya itu khawatirkan.
Jujur dirinya juga sama, bingung dan tak tahu harus berbuat apa pasalnya ini terlalu tiba-tiba untuk ia cerna.
"Mau makan dulu ga? Kasian kamu ga makan daritadi" ajak Desta dengan rasa yang sesak. Disaat seperti ini dirinya tak boleh egois ia dan Rani juga harus mengisi energi untuk merawat sang adik.
"Mau disini dulu Des, gamau ninggalin Gladis" lirih Rani yang masih mendekap tubuh Desta.
Menghela nafas pelan Desta mengusap rambut Rani dan melonggarkan pelukannya mereka, membuat Rani menatap wajah kekasihnya itu dengan lekat begitupun sebaliknya.
"Apa kamu mau sakit dan gak bisa ngerawat Gladis gara-gara gak makan?" Bujuk Desta agar Rani mau menurutinya.
"Tapi siapa yang bakal jaga Gladis di sini?" Tanya Rani khawatir membuat Desta tersenyum.
"Aku yang beliin makanan kamu yang di sini, setuju?" Tak ada pilihan lain Rani mengangguk daripada tidak ada yang menjaga Gladis lebih baik dirinya lah yang menjaga.
"Iya kamu hati-hati, aku bakal jaga di sini" jawab Rani tersenyum tipis. Membuat Desta gemas dan mengacak sedikit rambut gadis yang di cintainya itu.
"Janji" kemudian Desta beranjak dan pergi menuju kantin meninggalkan Rani sendirian.
Mata Rani tertuju pada pintu kamar dimana Gladis berada. Tiba-tiba telponnya berdering dengan bergegas Rani mengambilnya dan mengangkat panggilan tersebut.
"Halo.."
Senyuman miring tercetak di wajah Rani.....
–Petaka.17–
TBC.
Kenapa Rani senyum miring waktu Nerima telpon? 🙄
Terus siapa ya yang nelpon Rani?
Udah pada curiga belom wkwkw😝
Bentar lagi bakal end dan yah disitu bakal ketauan dalang di balik semua permainan ini nantikan saja ya bestie.
Next? Jangan lupa komen dan vote sebanyak-banyaknya.
See u next part😸
KAMU SEDANG MEMBACA
Petaka.17 •On Going•
HorrorIni bukan cerita tentang perjodohan seorang remaja yang baru berumur 17 tahun, ini juga bukan cerita kisah cinta para remaja yang berumur 17 tahun. Tapi ini cerita tentang teror, bunuh diri, sisi gelap, pembunuhan berantai sekumpulan remaja yang bar...