17. Eza berubah.
"Eza!!" Gladis berlari kecil menuju Eza sekarang. Cowok itu menoleh merotasi kedua bola matanya malas melihat gladis yang tersenyum kearahnya.
"Nih" Eza mengangkat sebelah alisnya saat gladis memberikan sebuah kotak bekal untuknya. "Ambil" tangan Eza ditarik oleh gladis agar cowok itu menerima pemberiannya.
Eza masih menatap gadis didepannya itu dengan datar. "Za Lo marah sama gue?" Tanya gladis tiba-tiba membuat Eza mengalihkan pandangannya agar tidak menatap gladis.
"Dis" Eza mengembalikan kotak bekal tadi kembali ke gladis. Gadis itu menggeleng. "Terima za" mohon gladis namun Eza kekeuh tidak mau menerimanya.
"Gue gak marah sama lo, gue cuma gak rela kehilangan tiga sahabat kita secara bersamaan gara-gara ulah Lo" gladis menatap Eza dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Jadi Eza menyalahkan dirinya atas kematian sahabat mereka?.
"Lo nyalahin gue za?" Lirih gladis bertanya pada Eza.
Eza menghela nafasnya. "Anggep aja gtu dis, soalnya gue tau kelakuan Lo sama Kiara kayak gimana–"
"Tapi Lo sama yang lain juga ngelakuin hal yang sama kayak apa yang gue lakuin sama Kiara!" Bentak gladis dengan isakan membuat Eza memandang gadis didepannya terkejut.
"Lo punya dendam sama dia dan Lo juga ngedesak dia buat mati gladis. Mikir!" Setelah mengucapkan kata-kata menyakitkan bagi gladis, Eza pergi meninggalkan gladis yang menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong dan matanya tak hentinya mengeluarkan cairan bening.
"Salah gue?"
Bruk!!
Tubuh Eza menghantam kuat tempok koridor sekolah dekat tangga lantai tiga dengan kuat. Cowok itu terbatuk dan memegang perutnya yang sudah ditendang oleh Regar.
"Bisa-bisanya Lo buat trauma gladis kambuh lagi za!" Eza hanya diam. Kekuatan sudah terkuras habis karena melawan Regar yang kesetanan.
Bugh!
Regar lagi-lagi memukul wajah Eza.
"Aargg"
"Kalo sampe kak Desta tau habis Lo sama dia!" Peringat Regar pada Eza. Mereka semua tau bagaimana ganasnya Desta saat adiknya kembali mengingat traumanya lagi dan harus pergi ke psikolog.
Eza berdecih. "Apa yang gue lakuin emang pantes buat dia gar!"
Bugh!
"Pantes Lo bilang?!" Rahang Regar mengeras saat melihat Eza tersenyum miring.
Eza menatap Regar remeh. "Lo terlalu cupu buat jadi jagoan gar"
Regar hendak meninju wajah Eza yang sudah babak belur.
"Stop!! Regar, Eza apa apaan kalian!?" Regar menoleh kearah sumber suara. Buk intan yang sedang membawa buku menghampiri kedua muridnya yang sedang berkelahi tersebut.
"Ikut saya ke keruangan sekarang!" Sejenak Regar dan Eza saling pandang namun dengan tatapan kemarahan Dimata keduanya.
"Ngapain berantem?" Tanya buk Intan penuh intonasi. Kedua cowok itu hanya diam tak bergeming membuat buk Intan kesal sendiri.
"Jawab saya! Ngapain kalian berantem!?, Jawab!" Tanya buk Intan kembali dengan sedikit membentak. "Regar tiba-tiba mukul saya buk"
"Lo salah!" Regar membalas ucapan Eza dengan sedikit emosi.
"Lo nyalahin gue gar?, Jelas-jelas Lo mukul gue gara-gara gladis!"
Tangan Regar terkepal dan tanpa basa-basi langsung menarik kerah baju Eza. "Hentikan Regar!! Apa kalian gak malu berantem didepan ibuk!?" Regar mengurungkan niatnya untuk memukul wajah menyebalkan Eza. Keduanya sontak menggeleng.
"Hukuman kalian bersihkan toilet sampai jam pulang bunyi!–" buk Intan menjeda ucapannya.
"Atau saya panggil kedua orang tua kalian dan memberikan surat peringatan untuk kalian!" Sontak kedua cowok itu melotot.
"Jangan buk!" Keduanya kompak menjawab.
"Yaudah cepet bersihin toilet!" Dengan malas Regar dan Eza beranjak dari kursi interogasi guru BK tersebut mereka berjalan berdampingan menuju toilet.
"Gara-gara Lo!"
Eza berdecih. "Nyalahin orang padahal yang buat masalah Lo sendiri" Regar hendak memukul Eza kembali namun Eza sudah berjalan jauh darinya.
"Sialan"
===========================
Desta dan gladis kini sedang berada dimeja makan. Sedari tadi belum ada percakapan diantara mereka. Entah kenapa gladis sekarang menjadi pendiam walaupun dulunya juga gadis itu memang pendiam tapi kalau sedang bersama kakaknya ia akan cerewet dan menceritakan semua hal yang ia lakukan bersama teman-temannya namun kini gladis merasa sendirian tanpa seorang teman.
Ntah Regar dan Eza sejak tadi sama sekali tidak menghubunginya. Melihat gladis yang sedari tadi hanya mengaduk-aduk makanannya membuat Desta berdehem. "Ekhemm dis" panggil Desta membuat gladis mendongak menatapnya.
"Hm?" Hanya itu yang gladis ucapkan membuat Desta menghela nafas ia tau apa yang menimpa adiknya saat ini.
"Dis kalo Lo sedih terus kasian Sara, Itha, sama Demian mereka gak bakal tenang dis" kini gilingan gladis yang menghela nafas. Menghentikan aktivitasnya untuk makan entah kenapa rasa nafsu makannya jadi berkurang.
"Gue bakal kehilangan semuanya kak, sebelum gue nyusul mereka yang udah ninggalin gue" ucapan gladis membuat Desta mengangkat sebelah alisnya bingung.
"Maksud Lo apa, jangan ngomong aneh-aneh. di makan makanannya buru, kalo Lo diem gtu gak makan ntar Lo sakit"
"Gue kekamar dulu ga nafsu makan gue" gladis beranjak dari kursi lalu berjalan menuju kamarnya ia ingin merenungi kesalahan fatal yang telah ia perbuat dulu sampai-sampai akhirnya gladis kehilangan semuanya.
Desta hanya bisa memandang kepergian adiknya. "Gue yakin Lo bisa ngelewatin semuanya dis" gumam Desta lalu melanjutkan makannya kembali, entah ia juga sedang memikirkan baik-baik perkataan sang adik yang mengganjal pikirannya. Terlalu rumit dan terlalu memusingkan.
==========
"Kehidupan ku terlalu hampar untuk dijelaskan. Tapi aku sudah tau kapan aku akan memulai kehidupan yang baru setelah semua dendam dia selesai, aku sudah mengakui atau belum kesalahan yang sebenarnya terlalu abu-abu untuk ku jelaskan namun terlalu mudah dan sadis untuk dipahami"–gladis
–Petaka.17–
TBC.
Maaf kalo makin kesini ini cerita makin enggak jelas haha.
Mana aku lama lagi up nya. Maafin ya wkwkwkw
See u next part.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petaka.17 •On Going•
HorrorIni bukan cerita tentang perjodohan seorang remaja yang baru berumur 17 tahun, ini juga bukan cerita kisah cinta para remaja yang berumur 17 tahun. Tapi ini cerita tentang teror, bunuh diri, sisi gelap, pembunuhan berantai sekumpulan remaja yang bar...