Benci dan dendam

0 0 0
                                    

30. Benci dan dendam.

Desta keluar dari mobilnya lelaki itu tersenyum ketika melihat beberapa bungkus bahan baku untuk membuat kue bersama sang adik. Ia tidak sabar memberi kejutan pada Gladis, namun saat membuka pintu hawa rumahnya terasa kosong.

Lantas Desta mengernyit, "Gladis" panggil lelaki itu sembari berjalan ke dapur dan menaruh bahan kue itu di atas meja dapur.

Langkah kakinya membawa ke arah kamar sang adik. Berharap menemukan Gladis di sana, pikir Desta gadis itu mungkin sedang terlelap dan tak menyadarinya datang karena hari sudah semakin sore.

Namun seketika rasa panik menggeruguti hati Desta saat tak mendapati keberadaan Gladis di sana. Lelaki itu sudah berulang kali memanggil Gladis dan mencarinya keliling ruangan bahkan rumah mereka yang terbilang cukup luas.

Putus asa karena Gladis tak kunjung ia temukan akhirnya lelaki itu mencoba menghubungi kontak adiknya. "Sialan!" Umpat Desta saat Sabungan tak terhubung.

Dengan cepat lelaki itu keluar dari rumah dan mencari Gladis kemana saja. Karena panik Desta sempat berfikir yang tidak-tidak namun dengan cepat lelaki itu menepis pikiran buruknya. "Lo dimana dek" lirih Lelaki itu sembari membawa mobilnya melaju.

––––oOo––––

Sebuah cutter, sudah menempel di kulit gadis yang kini tengah di ikat di kursi dan mulutnya di perban. "Mmmmhhhh" Rani memutar bola matanya malas menatap Gladis yang sedari tadi mencoba berteriak dan memberontak walaupun tangan dan kaki gadis itu sudah terluka.

"Diem!" Bentak Mahesa membuat Gladis menangis kembali. Rasanya sakit saat Mahesa menyayatnya dengan cutter di bagian paha.

Senyuman Mahesa terpancar jahat saat berhasil menuliskan tulisan pembunuh di paha gadis itu dengan cutter. Lantas Mahesa menatap Gladis dengan tatapan tajam. "Mau minta tolong siapa Lo disini? Cuihh" Mahesa dengan kasar meludahi wajah Gladis.

Dan mencekik leher gadis itu. Setelah menamparnya Gladis hanya diam ia sudah tidak punya tenaga untuk berontak maupun teriak karena itu juga percuma. "Kiara lebih sakit dari apa yang Lo terima sekarang" suara berat Mahesa membuat tubuh Gladis merinding.

Namun gadis itu akan pasrah saat ini. Benar kata Mahesa hidup Kiara lebih menderita daripada dirinya sekarang. Lantas lelaki itu melepaskan cekikannya.

Menatap Rani yang sudah berdiri di sampingnya. "Mau main?" Mahesa menyerahkan cutter tadi pada Rani.

"Tentu aja, gue pengen hancurkan mukak busuk cewek ini!" Gladis mendongak matanya sudah berkaca-kaca namun kondisinya sangat lemah saat ini.

Melihat Rani mendekat seketika membuat Gladis menggeleng pelan. "Pengen banget buat tato mawar di mukak Lo yang mulus tapi busuk ini" Rani mengelus wajah Gladis lembut sebelum....

Gladis merintih dalam diam, karena Rani mulai mengukir abstrak di wajah Gladis sehingga mengeluarkan cukup banyak darah menetes mengenai pergelangan tangannya.

Senyum Rani sangat menyeramkan saat menggores kembali di pipi sebelahnya lagi. Gladis yang sudah pingsan tak berkutik membuat Rani menghentikan aktivitasnya memandang tubuh Gladis yang lemas dengan wajah penuh luka gores.

"Gue benci" gumam Rani, Mahesa diam mengeluarkan sebatang rokok dan menghisapnya tembakau itu.

"Apa lo yakin bakal bunuh anak ini?" Tanya Mahesa pada Rani walaupun dirinya tidak sabar untuk menghabisi Gladis tapi semua keputusan ada pada Rani karena gadis itu bisa saja melaporkan dirinya kepenjara jika mengambil langkah yang salah.

Rani menatap Mahesa, "gue yakin" putus Rani, Mahesa hanya mengangguk lantas lelaki itu mengeluarkan pistol dari tas berwarna hitam di dekatnya. Memasang peluru setelah itu memberikannya kepada Rani.

"Lo atau gue?" Tanya Mahesa.

Rani dengan cepat meraih pistol itu karena dendam yang sudah terlanjur menguasai pikiran dan hatinya membuat gadis itu merasa ingin cepat-cepat menyelesaikan pembalasannya. "Gue."

Rani bersiap untuk menembakkan peluru itu pada otak Gladis yang sudah pingsan. Membuang nafas berat Rani memejamkan matanya dan dengan sekali tarikan peluru tersebut sudah mengenai kepala Gladis dengan suara yang nyaring.

Pistol itu terjatuh saat melihat darah merebas dari kepala Gladis yang tak kunjung sadarkan diri, Mahesa yang melihat itu tersenyum puas dan bertepuk tangan. "Good job, Rani" ucap Mahesa.

Tubuh Rani gemetar dan melirik tangannya sekilas ia baru saja membunuh adik dari kekasihnya kini. "Gak mungkin" gumam Rani mengepalkan tangannya.

Mahesa yang sibuk melepaskan tali dari tubuh Gladis dan mengecek kondisi gadis itu yang sudah tidak bernafas lagi melirik Rani yang terlihat ketakutan. "Bantuin gue!" Ujar Mahesa menyuruh Rani.

Rani menggeleng ia tidak berani untuk menyentuh Gladis lagi. "Gak!" Mahesa geram dengan penolakan dari Rani, lelaki itu menghampiri Rani dan menjambak rambut gadis itu kasar membuat Rani menggeram.

"Bantuin atau kita di penjara bareng-bareng" ancam Mahesa membuat Rani hanya bisa mengangguk karena ketakutan.

"Bagus" Mahesa tersenyum dan melepaskan tangannya dari rambut Rani setelah itu mereka berdua melepaskan tali yang mengikat tubuh Gladis.

-----oOo-----

Desta mencoba melacak dimana keberadaan adiknya, dan saat sampai di lokasi yang ponsel Gladis tunjukkan membuatnya bingung sekaligus panik karena ponsel adiknya menunjukkan sebuah gudang tua dan gelap.

Tanpa pikir panjang Desta keluar dari mobilnya lantas lelaki itu berjalan menuju kedalam ia sedikit kesusahan menelusuri setiap tempat karena pencahayaan yang minim dan Desta hanya mengandalkan senter dari ponselnya.

"Ngapain adek gue ke tempat kayak gini" geram Desta karena tak habis pikir Gladis selalu gegabah apa mungkin adiknya di culik, Desta memikirkan hal-hal yang membuatnya ketakutan.

Dengan langkah pasti Desta bersabar mengunjungi setiap sudut gudang itu, karena begitu banyak ruangan yang berjejer di setiap gudang membuatnya kesusahan.

Namun langkah Desta berhenti saat mendengar suara lelaki dan perempuan di salah satu ruangan. Desta mendekati ruangan itu dengan perlahan namun pasti pintu ruangan itu ternyata tak di kunci.

Dengan gerakan cepat Desta membukanya, melihat apa yang berada di sana membuat kepala Desta seketika pening , jantungnya berdetak tak karuan.

Rani dan Mahesa yang melihat kedatangan Desta jelas panik sepanik-paniknya. Mereka sama-sama terkejut. "MANUSIA IBLIS!!" teriak Desta marah.






–petaka.17–

To be continued.

Petaka.17 •On Going•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang