Eza birthday

0 0 0
                                    

20. Eza birthday.

"Tenangin diri Lo Desta, gue yakin gladis baik-baik aja" Rani yang sedang menemani Desta dirumah sakit kini gadis itu mengelus punggung Desta yang terduduk di depan ruangan UGD.

"Gladis" Desta mengusap kasar wajahnya. Kejadian ini benar-benar di luar dugaannya ia kira Eza akan mendapatkan jalan keluar dari semua masalah mereka atau ingin berbaikan namun dugaannya salah.

Tadi pagi setelah terbangun dari tidurnya Desta mendengar suara ponsel gladis berbunyi ternyata notifikasi chat dari Eza yang menyuruh gadis itu datang ketempat biasa mereka berkumpul. Alhasil Desta memberi tahu gladis, adiknya itu hanya tersenyum simpul saat Desta memberitahunya membuat perasaan cowok itu tidak enak.

Setelah gladis berangkat sekolah Desta menelpon Rani. Kakak dari Sara. Ngomong-ngomong Sara sudah dimakamkan 10 hari yang lalu membuat Rani tidak begitu terlalu sedih walaupun rasa kehilangannya masih terasa namun ia tidak boleh terpuruk terus menerus.

Rani yang diberi tahu oleh Desta langsung mengiyakan ajakan cowok itu untuk mengikuti gladis ke tempat dimana mereka bertiga bertemu dan ternyata benar dugaan Desta ketiganya ditemukan sudah berlumuran darah dan tak sadarkan diri.

"Desta gue mau nanya?" Rani akhirnya membuka pembicaraan mereka. Membuat Desta menoleh kearahnya.

"Emm apa gladis tau tentang semuanya yang terjadi sama mereka berenam?" Desta terdiam tak bergeming haruskah ia memberi tahu kepada Rani tentang teror yang diterima gladis dan teman-temannya karena waktu itu gladis pernah menceritakan sedikit tentang teror saja.

Menghela nafas Desta menatap mata sayu Rani cowok itu bisa melihat masih ada kesedihan Dimata gadis didepannya. "Gladis sama yang lainnya diteror" Rani mengernyitkan keningnya bingung.

"Teror?"

"Iya, teror yang gak lazim gue yakin ada kaitannya sama kematian Demian, Sara, sama Itha" perkataan Desta semakin membuat Rani penasaran pasalnya cowok itu membahas kematian adiknya dan teman-temannya.

"Pasti ada dalang dibalik semua kejadian ini ran" celetuk Desta.

"Dalang?, Maksud Lo ada yang ngerencanain semua ini? Parah banget sumpah" Rani memalingkan wajahnya air matanya hampir menetes. Benar-benar tega sekali kalau ada yang sudah merencanakan semua ini apa salah adik dan teman-temannya jika mereka mendapat teror dan meninggal secara tak wajar.

"Lo tenang aja Ran gue bakal nemuin petunjuk buat mereka terbebas" ucap Desta mencoba menenangkan Rani. Memang Rani dan gladis sangat dekat membuat Desta dan gadis itu juga berteman.

"Gimana caranya Desta bahkan kita aja gatau siapa dalang dari semua ini gue gak yakin Lo bisa satu lagi gue takut mereka kenapa-kenapa–"

"Eza, bentar lagi dia ulang tahun des, gimana kalo Eza meninggal pada ulang tahun dia adek gue sama temen-temennya juga meninggal dihari ulang tahunnya!" Rani menggelengkan kepalanya.

Desta yang melihat Rani mulai terisak cowok itu mengambil tangan Rani dan menggenggamnya. Gadis itu menatap Desta yang tengah tersenyum tipis kearahnya. "Percaya sama gue mereka bakal baik-baik aja" Rani menunduk, kenapa jantungnya jadi berdetak tak karuan saat melihat tatapan tulus dari Desta.

Ah tidak ini memang tidak benar seharusnya ia memikirkan keadaan teman-teman adiknya yang sudah ia anggap adiknya sendiri. Akhirnya Rani mengangguk membuat Desta menariknya dalam pelukannya.

"Jangan khawatir okay" bisik Desta.


=============================

Gladis menerjapkan perlahan matanya. Hal pertama yang ia rasakan adalah sakit di bagian lehernya namun pelan-pelan ia berusaha untuk membuka matanya, ia merasakan selang oksigen yang berada di hidungnya dan ruangan putih dan hijau disekelilingnya. Gladis sadar ia sedang berada dirumah sakit. "De–desta" ia ingin memanggil nama Desta namun mulutnya tak bisa berbicara secara normal.

Ceklek!

Pintu ruangannya terbuka namun ia tidak dapat melihat siapa yang datang. "Gladis" suara perempuan yang didengar oleh gladis.

"Dis kamu udah sadar?" Rani menghampiri gladis yang sedang berbaring di blankar rumah sakit dengan berbagai alat rumah sakit yang terpasang ditubuhnya.

"Ka–k ra–rani" panggil gladis terbata-bata setelah matanya terbuka lebar gadis itu bisa melihat Rani berada disampingnya.

"Bentar ya gue panggil dokter dulu" setelah mengucapkan itu Rani berjalan keluar kembali untuk memanggil dokter. Gladis hanya bisa menatap langit-langit ruangan rumah sakit.

"Eza" gumamnya dalam hati.

"Dokter gimana keadaan anak saya?" Viona terlihat begitu cemas saat tadi mengetahui kalau detak jantung Eza melemah. Karena benturan cukup keras dikepalanya karena jatuh membuat cowok itu lupa ingatan atau disebut amnesia.

Dokter yang keluar setelah mengecek keadaan Eza menghela nafas. "Detak jantung pasien semakin melemah, kondisinya memburuk–" dokter tersebut memegang pundak viona.

"Sebaiknya ibu banyak-banyak berdoa karena dalam medis sangat tipis kemungkinan anak ibu untuk selamat" tubuh viona merosot jatuh kelantai rumah sakit yang dingin. Air matanya terus mengalir sejak tadi pagi memikirkan kondisi Eza.

"Dokter! Tolong saya minta tolong selamatkan anak saya!!! Saya mohon dokter" Viona menangis histeris bersimpuh dihadapan dokter itu. Hati ini tepat dimana Eza berulang tahun yang ke-17 seharusnya ia bersama Eza merayakan hal tersebut namun Tuhan berkehendak lain.

Viona bangkit. Lalu menerobos masuk kedalam ruangan Eza. Saat membuka pintu suster yang berada didalam tiba-tiba berada tepat didepan viona. "Dokter pasien dok!" Dokter dan Viona yang mendengar nada panik suster itu langsung masuk kedalam.

Viona sudah merapalkan doa agar anaknya selamat. "Siapkan defribrilator!" Perintah dokter pada suster disebelahnya. Detak jantung Eza sudah semakin melemah.

Satu kali percobaan masih tidak ada perubahan. Dua kali percobaan masih sama detaknya masih melemah. Dan yang ketiga kalinya detak jantung Eza berhenti membuat dokter dan suster tersebut pasrah. "Pasien meninggal pada pukul 17.00" suster tersebut mengangguk.

Melepas semua alat medis yang berada ditubuh cowok itu kemudian menutupnya dengan kain putih. Viona membuka gorden hijau ruangan itu. Melihat tubuh anaknya yang ditutupi kain putih membuat viona membeku. "Anak saya kenapa ditutupin dok?, Apa dia gak bakal sesek?" Dokter dan suster yang berada di ruangan itu hanya bisa menunduk.

"Jawab saya!! Kenapa anak saya ditutupin? Nanti dia sesek dokter" viona membuka kain yang menutupi tubuh Eza. Melihat wajah pucat milik anaknya viona tersenyum.

"Sayang ayo kita pulang ya, mama kangen tidur sama kamu" viona mengelus rambut anaknya. Sebelum wanita itu menunduk dan meneteskan air mata kembali.

"Maaf buk anak anda sudah meninggal maaf kami tidak bisa menyelamatkannya" viona menggeleng.

"Dokter bohong!!!" Viona terisak hebat.

"Anak saya gak mungkin meninggal!!" Viona mengguncangkan tubuh Eza berharap Eza kembali sadar. "Za bangun Eza!! Jangan bikin Mama nangis terus kamu!!" Suster tersebut mencoba menenangkan Viona namun wanita tersebut terus saja memberontak.

"Ezaaa"


–Petaka.17–

TBC.

Hayoo Saha yang jadi dalang dari semua kejadian mereka, udah jelas banget ituhhh hehe next? Votmennya yang banyak.

Aku kelamaan ya up nya?

Petaka.17 •On Going•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang