32. End
Bandara begitu ramai saat ini, seorang cowok dengan paras yang sangat tampan menatap sekitarnya guna mencari seseorang yang ia tunggu. "Bagas!" Panggil Seseorang yang kini tengah melambaikan tangannya kearah Bagas.
Bagas tersenyum dan melepas kacamatanya, orang yang memanggilnya tadi langsung memeluk cowok itu. "Gue kangen banget sama lo!"
"Me too, Dara how are you?"
Bagas menanyakan bagaimana kabar sepupunya itu, ia sangat senang bisa kembali ketanah air tempat dimana ia tumbuh dan di lahirkan. Bagas tidak sabar ingin bertemu dengan teman-temannya di masa SMP apakah mereka sekarang sedang sibuk dengan urusan sekolah mereka.
"Gue, fine! Udah ih nanti aja kangen-kangenannya kayaknya Bunda masak banyak di rumah. Buruan kita pulang kata Bunda kita gak boleh lelet."
Bagas yang dulunya terlahir tampan sekarang semakin menawan, mereka berjalan beriringan menuju kendaraan Dara.
Hampir lima menit berjalan menuju parkiran akhirnya Dara dan Bagas sampai mereka masuk dengan posisi Dara yang menyetir, beberapa saat kemudian Bagas bersuara setelah hening menyelimuti keduanya. "Gimana keadaan temen-temen gue sekarang?" Data yang tahu bagaimana kabar teman-teman Bagas meninggal hanya diam.
Ia bingung harus menjawab apa, melihat cowok itu tengah memandang langit kota di sepanjang perjalanan membuat hati Dara sesak jika harus memberi tahu bagaimana kondisi di sini saat ini. "Nanti gue ceritain kalo udah sampai rumah, Gas" hanya itu yang mampu Dara ucapkan.
Ia tersenyum kearah Bagas seakan semuanya baik-baik saja dan tidak ada yang perlu Bagas khawatirkan namun rasa bersalah Dara semakin besar dikala Bagas bertanya lagi. "Pengen ketemu Kiara, rasanya kangen banget sama dia" dan disitulah Dara memalingkan wajahnya ke segala arah ia panik jelas saja.
"Kiara masih tinggal sama ibunya gak? Pasti sekarang dia tambah cantik."
"Bagas.." panggil Dara.
"Ya?" Jawab Bagas dengan senyuman yang selalu menghiasi wajah tampannya.
Dara sejenak memejamkan matanya minat senyum itu dadanya sesak jika harus menjelaskannya sekarang namun mau tidak mau ia harus menjelaskannya. Mobil berhenti tepat di depan sebuah cafe.
"Makan dulu yuk, sekalian ngobrol."
=============
Hanya tatapan kosong yang Bagas berikan pada Dara setelah gadis itu menjelaskan apa yang terjadi pada teman-temannya. "Maaf, gue baru ngasih tau lo sekarang" tutur Dara dengan wajah yang menunduk ia takut menatap wajah Bagas.
"Kecewa gue sama lo" hanya itu yang mampu Bagas ucapkan saat ini. Hatinya tiba-tiba terasa sangat nyeri serasa di hantam batu besar mengetahui bagaimana tragisnya mereka pergi meninggal dunia tanpa ia tahu sama sekali.
"Bagas maaf" lirih Dara sekali lagi.
Namun cowok itu beranjak dari duduknya dan melenggang pergi begitu saja. Data yang melihat itu tentu saja mengejar sepupunya itu, rasa bersalahnya semakin menjadi-jadi. "Bagas mau kemana? Lo baru sampai di sini kota kita gak sama kayak dulu lagi. Tenangin diri Lo! Oke gue paham dan lo boleh marah besar sama gue tapi asal Lo tau ini semua gue lakuin–"
"Gue gak paham sama jalan pikiran lo Dar!" Potong Bagas marah. Dara terdiam memandangi wajah marah sepupunya dengan pandangan berkaca-kaca.
"Gue harus nyari mereka dimana lagi Dar! Tujuan gue dateng ke sini buat ketemu mereka."
Iya Dara tahu tapi apakah Bagas tahu kalau penyebab teman-temannya meninggal karena dirinya sendiri. "Gue bakal anterin Lo kemakam mereka" Dara mencoba menenangkan Bagas.
"Gue gak sanggup."
"Bagas, kamu Bagas kan?" Tiba-tiba saja seseorang menyapa keduanya lebih tepatnya Bagas.
Cowok itu menatap Bagas, "kak Desta!" Bagas terkejut menemukan kakak dari salah satu sahabatnya disini.
"Lo balik? Kapan?" Tanya Desta basa-basi ia sudah mendengar percakapan antara Bagas dengan Dara tadi tapi ia pura-pura tidak tahu saja sekarang.
Wajah Bagas tampak lebih dewasa dengan rahang yang keras dan badannya yang cukup jangkung dan kekal. "Baru tadi kak, Gladis–"
"Dia udah pergi, maaf kamu gak tau ya?" Tanya Desta membuat Bagas membuang nafas berat.
"Aku mau tau dimana makam mereka."
Desta dan Dara membawa Bagas pergi ke makam Regar, Eza, Demian, Gladis, Itha dan Isa. Makam keenamnya berjejer. Bagas berjongkok di depan makam Regar dan memberikan sebuket bunga di sana.
"Sorry buat semuanya" ucap Bagas matanya mulai berkaca-kaca. Ia sangat bodoh meninggalkan semua temannya sekarang dirinya hanya sendiri di sini.
"Gue yakin setelah kepergian gue, pasti banyak kejadian yang bikin kalian susah" tutur Bagas menunduk ia tidak bisa memendam kesedihan dan rasa penyesalannya saat ini. Disampingnya ada Dara yang terus mengelus punggung cowok itu berharap membantu menegarkan Bagas saat ini.
Ia paham sekarang, jika waktu itu teman-temannya menghalanginya untuk pergi karena ini.
Namun semuanya sudah terlambat dan Bagas hanya bisa menatap ketujuh nisan yang berderet di depannya.
“selamat jalan kalian, maaf aku datang terlambat. Dan untuk cinta pertamaku Kiara aku harap kamu tidak membenciku dan kalian semua beristirahat dengan tenang sekarang”
SELESAI.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petaka.17 •On Going•
HorrorIni bukan cerita tentang perjodohan seorang remaja yang baru berumur 17 tahun, ini juga bukan cerita kisah cinta para remaja yang berumur 17 tahun. Tapi ini cerita tentang teror, bunuh diri, sisi gelap, pembunuhan berantai sekumpulan remaja yang bar...