petunjuk

1 0 0
                                    

18. Petunjuk

"Kenapa?" Tanya gladis saat Eza dan Regar meminta untuk dirinya datang ke gudang dimana tempat mereka dulu sering berkumpul. "Lo berdua kemana aja selama seminggu ini? Kenapa gak ngabarin gue sama sekali, marah sama gue salah gue apa?" Dan masih banyak lagi yang ingin gladis tanyakan dengan Eza dan Regar.

"Bacot!" Gladis tersentak saat mendengar ucapan Eza.

"Za" gadis itu menunduk air matanya sudah hampir terjatuh saat Eza mengucapkan kata itu untuk pertama kalinya.

"Drama Lo dis!!" Gladis mendongak menatap Eza tidak percaya.

"Za, salah gue apa–"

"Salah Lo banyak dis! Lo pembunuh" hati gladis terasa begitu sakit saat mendengar kalimat itu. Air matanya yang sedari tadi ia tahan kini sudah terjatuh membasahi pipinya.

Eza mendekat kearah gladis. "Gue pengen Lo tanggung jawab atas kematian Demian sama sahabat kita yang lain bangsat!"

"Tanggung jawab?" Gladis terlihat bingung kenapa dirinya harus tanggung jawab kenapa harus dirinya saja kenapa harus dirinya yang disalahkan oleh Eza. Dan Regar kenapa cowok itu hanya diam.

"Gue udah dapet petunjuk gimana caranya biar kita gak mati konyol ditangan peneror itu sama hantunya Kiara!" Gladis mengusap air matanya.

Gadis itu tersenyum antusias akhirnya ia bisa terbebas dari kutukan sial ini. "Apa za kasih tau gue!"

Eza tersenyum miring melihat gladis yang antusias. Sedangkan Regar membuang muka tidak tega melihat wajah bahagia gladis yang sebentar lagi akan menjadi tangis memilukan.

"Jadi"

==============================

"Eza!!!" Panggil Viona pada anaknya. Eza yang baru saja selesai mengganti baju setelah mandi sore mendengar panggilan ibunya langsung turun kebawah.

"Ya bunda?" Tanya Eza sembari menuruni tangga.

"Ada paket buat kamu nih" Viona memberi Eza paket yang ia bilang tadi. Eza mengernyitkan keningnya bingung seingatnya ia tidak membeli apa-apa atau ada yang memberinya sesuatu?.

Eza mengambilnya. "Belanja terus kamu tuh irit-irit kenapa" Eza hanya menyengir. Membuat Viona menggelengkan kepalanya.

"Yaudah Eza kekamar dulu Bun" Viona mengangguk kemudian Eza berjalan menuju kamarnya yang terletak dilantai atas.

Cowok itu menutup pintu kamarnya. Melihat sejenak paket yang berbentuk kotak itu ia mengambil cutter dimeja nakas dekat ranjang dan membuka plastik yang membalut kotak tersebut.

Saat plastinya sudah terbuka Eza perlahan membuka penutup kotak itu. Kenapa harus warna merah pekat dan bau amis.

Saat sudah semuanya terbuka mata Eza refleks melotot saat melihat isi dari kotak tersebut sebuah bola mata manusia yang dihiasi darah segar tercium bau amis menyengat membuat cowok itu melempar kotak itu. "Bangsat siapa yang ngirim begituan ke gue!!" Bentak Eza kesal dan ketakutan.

Ia memegang dadanya mencoba mengatur nafasnya tak berselang lama ponselnya berbunyi. Dengan sigap Eza mengambil ponselnya.

081xxxxxxxxx
Bagaimana kejutannya? Gue harap Lo suka
Oh ya jangan kaget dulu coba Lo cari
Didalam kotak itu bakal ada petunjuk buat Lo
Bebas dari kutukan 17 tahun Lo.

Eza menatap ponselnya bingung siapa pemilik nomor ini. "Petunjuk?" Gumam Eza. Tanpa pikir panjang ia mengambil kotak itu kembali walaupun ada rasa mual yang mendominasi dirinya. Ada sebuah surat dibawah mata itu namun basah karena darah yang melumuri.

Eza mengambilnya. Setelah berhasil mengambil surat tersebut dengan cepat cowok itu membuang kotak tadi. Eza perlahan membuka isi dari surat itu.

Jika kalian ingin terbebas dari maut saat kalian berumur 17 tahun kalian harus membunuh seseorang yang menjadi dalang dari kematian Kiara Annetakris. Jika tidak nyawa kalian akan menghilang.



Nafas gladis tercekat saat mendengar cerita Eza. Senyum yang tadinya merekah kini berubah menjadi ketakutan yang luar biasa. "Gimana? Gue harap Lo mau dis! Gara-gara Lo Kiara mati bunuh diri! Dan semua salah Lo Lo Lo!" Gladis menutup telinganya.

"Aaarrrrggg nggak!! Bukan salah gue!!! Kiara mati itu salah dia sendiri bukan salah gue sialan!!" Kiara memberontak seperti orang kesetanan. Membuat Eza tersenyum senang.

Regar panik cowok itu menghampiri gladis pasti gadis itu mengalami traumanya kembali. "Udah za Lo udah bikin gladis sakit!" Tegur Regar cowok itu membawa gladis kedalam pelukannya.

"TERUS LO MAU KITA BERDUA MATI KONYOL GARA-GARA CEWEK GILA INI HAH?!" Eza berteriak membuat gladis semakin histeris. Bayang-bayang dirinya yang membully Kiara kini kembali berputar di otaknya. Dan kejadian bunuh diri Kiara juga muncul.

"GAK! GUE GAK BUNUH KIARA KENAPA HARUS GUE YANG LO SALAHIN ZA BUKAN GUE DALANG DARI KEMATIAN KIARA ZA!" Gladis balas berteriak namun ia terus menutup mata dan telinganya.

Eza menarik paksa tubuh gladis dari dekapan Regar. "Za!" Terung Regar namun Eza seolah tuli cowok itu memojokkan tubuh gladis yang bergetar ditembok gudang dingin tersebut.

"Denger cewek sialan, sampe kapanpun gue gak bakal mau mati!! Dihari ulang tahun gue paham jadi Lo yang harus mati biar gue gak mati!!" Gladis menggelengkan kepalanya. Ia benar-benar ketakutan sekarang.

"Eza jangan sinting Lo!" Regar mendorong tubuh Eza yang semulanya mencekik leher gladis membuat gadis itu kehabisan nafasnya.

"Gausah ikut campur!"

Bugh!!!

Eza memukul wajah Regar dengan keras membuat cowok itu tersungkur kelantai, gladis yang melihat itu hanya diam sembari meraup oksigen sebanyak-banyaknya.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Eza terus menghajar Regar sampai Regar sudah tidak berdaya lagi. "Mending Lo gue bikin babak belur daripada mati ditangan cewek brengsek ini gar!" Gladis tertawa mendengar ucapan Eza.

"AHAHAHAHAHA" Eza menoleh kearah gadis itu. Sial kenapa tiba-tiba gladis membawa pisau?.

Eza mundur melihat wajah gladis yang sangat menyeramkan. "Eza, Eza Lo pikir gue bodoh hah?! Gak! Lo yang bakal mati Eza!" Gladis mendekat kearah Eza. Regar yang setengah tersadar langsung berdiri dengan sisa tenaga yang ia punya.

"Cewek sinting, pembunuh Lo dis Lo yang harusnya mati bukan kita!!!" Teriak Eza pada gladis. Membuat gadis itu semakin marah.

"Oke"

Pisau yang gadis itu pegang tadi kini sudah tertancap sempurna diperut seseorang saat melihat siapa yang ia tusuk mata gladis membulat dengan cepat ia mundur.

"Regar..."






–Petaka.17–




TBC.

Petaka.17 •On Going•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang