Makan malam sudah selesai antara Langit dan Kara. Tapi, mereka belum juga kembali ke rumah, entah kemana lagi Langit akan membawa gadis yang kelelahan itu. Kara sesekali menghela napas, karena rasa lelahnya. Namun, dia juga enggan untuk mengatakan pada Langit. Dia takut Langit tersinggung.
Sedari keluar dari Losari, Langit hanya membawanya mengelilingi Kota Makassar. Bosan sudah Kara melihat keadaan Kota Makassar, dia sering menghabiskan waktu dengan Vanessa atau kekasihnya jika libur PKL.
Namun, sekarang yang ada bersamanya Langit. Seseorang yang bahkan sama sekali tak pernah dia lirik atau dia ajak untuk mengobrol ketika pertama kali melihatnya lagi.
Gedung-gedung tinggi di Kota Makassar begitu cantik dengan lampu yang menyala terang. Angin malam di Kota itu membawa sedikit ingatan tentang kekasih Kara, Bintang.
"Lang, ini mau ke mana sih? Kok dari tadi muter-muter aja?" tanya Kara."Apa, Kar? Nggak denger."
Kara menghela napas. "INI MAU KE MANA? KOK MUTER-MUTER DOANG DARI TADI!"
"Oh. LIAT AJA NANTI!" hening kembali tercipta di sana. Baik Kara ataupun Langit enggan membuka suara mereka. Kara hanya ingin pulang dan berisitirahat, dia lelah akan hari ini dan pekerjaan yang dia kerjakan semuanya.
Namun, Langit enggan untuk paham akan hal itu. Dia lebih memilih menghabiskan waktu bersama dengan Kara tanpa bertanya mengenai keadaannya.
Motor putih milik Langit berhenti di depan sebuah taman. Kara hanya menatap Langit yang sudah turun lebih dulu.
"Kok diem? Nggak mau turun?" tanya Langit.
"Ngapain ke sini?" tanya balik Kara.
"Lah. Malah nanya balik. Emang nggak boleh? Lagian sebentar lagi kamu selesai PKL, jadi yaudah jalan-jalan aja."
"Lang, tapi aku-"
"Aku nggak minta keluhan dan persetujuan dari kamu untuk jalan, 'kan?" tanya Langit dengan nada dingin. Kara terdiam, jujur saja dia takut dengan Langit jika sudah seperti ini.
"Ayo ke sana," ajak Langit menarik Kara menuju taman di depan mereka. Kara hanya bisa menurut, dia tak ingin nada bicara Langit kembali seperti tadi.
Tangan gadis itu Langit genggam, Kara tak merasakan apapun. Dia biasa saja, tapi dia tak tahu apakah Langit juga biasa saja atau merasakan hal lebih. Karena bagaimanapun, Kara tetaplah seorang perempuan dan Langit seorang laki-laki. Perasaan mereka bisa saja tumbuh seiring berjalannya waktu.
Terlebih Kara gadis yang selalu terbawa perasaan dengan sikap romantis yang diberikan padanya. Dan hal yang Kara takutkan adalah perasaan terlarangnya pada Langit.
Tak mungkin dia menyukai sepupu jauh sekaligus keponakan dari kakak iparnya itu, Elang. Bagi adat dalam keluarga mereka berdua. Seorang sepupu tak boleh memiliki hubungan apapun. Dan Kara jelas tak ingin hal itu terjadi.
Langit mungkin saja bisa menahan perasaannya pada Kara, tapi apa Kara bisa menahan rasanya yang sudah terlalu besar pada Langit? Tak ada yang tahu mengenai hal itu, kecuali Kara sendiri.
"Kara, kenapa bisa secantik sekarang? Bukannya dulu waktu masih kecil kamu gendut? Tapi pipinya masih kenyal sih kalau dicubit," ujar Langit.
"Apa kamu pikir aku bakalan gendut terus? Dan Vankara memang cantik, Langit!" ucap Kara dengan tegas diiringi kekehan pelan.
"Kara, kalau kamu selesai PKL itu artinya kamu bakalan jarang ke rumah Tante Angel?"
Kara mengangguk. "Iya mungkin kalau libur dan nggak sibuk. Aku juga, 'kan masih sekolah dan udah kelas 11 semester 2 nggak ada waktu untuk leha-leha."
"Itu artinya waktu kita ketemu nggak banyak? Ok aku bakalan bikin banyak momen sama kamu, biar kamu nggak lupa sama aku."
Kara terkekeh mendengar Langit, pemikiran pemuda itu memang polos, sangat polos hingga kadang membuat Kara gemas dengannya.
Langit Makassar sepertinya sedang bahagia melihat kedua insan di bumi yang tengah asik bercanda ria saat ini. Buktinya, bintang tengah bermunculan dan menampakkan sinar mereka yang paling terang.
Langit mendongak menatap ke arah langit. Seulas senyum tercipta diwajah tampannya sekarang.
"Liat deh, langit malam cantik banget, ya," ucap Langit.
"Iya. Bahagia banget bisa hidup sebagai manusia di bumi ini."
"Lebih bahagia lagi kalau Kara sama Langit sama-sama terus." Kara terkekeh, dia tak menganggap ucapan Langit dengan serius. Sejak kecil omongan Langit hanyalah pemanis disetiap detik pertemuan mereka.
"Kok ketawa? Padahal aku serius," ucap Langit.
"Iya-iya, aku juga serius. Yaudah balik, yuk! Udah malem," ajak Kara. Langit mengangguk kemudian menarik tangan Kara dari sana.
Malam panjang untuk cerita singkat Kara dan Langit hari ini. Sosok Kara yang cantik dan polos sepertinya mampu membuat Langit menatapnya sebagai sosok perempuan pertama dalama hidupnya.
Namun, Langit harus bersabar. Kara masih memiliki Bintang dalam hidupnya dan dia tak akan bisa menyukai Langit meski hanya sedikit, meski Kara sangat ingin.
Benang mereka terlalu panjang untuk mereka putuskan, hubungan keluarga mereka terlalu erat untuk digantikan dengan hubungan lainnya.
Perasaan semu yang suatu hari Kara atau Langit rasakan hanyalah perasaan sepihak yang tak mungkin bisa mereka utarakan secara langsung atau bahkan tak akan mereka utarakan sampai mereka berdua bertemu dengan kebahagian mereka yang lainnya.
Hei....
Gimana?
Semoga kalian bisa belajar dari kisah Kara dan Langit.
Seperti biasa, Vote commen dan share
See u next time di ' Rasa'
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa [Nakamoto Yuta] ✔
General Fiction- BASED ON TRUE STORY ❝Semesta untuk sepihak hati❞ "Jika aku tak bisa memilikimu, maka semua tentangmu akan abadi dalam karyaku" -Kara "Maaf jika sikapku membuatmu berpikir aneh" -Langit ©pinterest #2gera 300921 #18azaleaspublisher 300921 #16arabell...