Februari 2021
"Kara," panggil Vanessa. Sang empu menoleh mendengar namanya dipanggil. "Kamu lagi ngapain? Kok serius banget di depan laptop."
"Aku bakalan mulai nulis lagi setelah hiatus lama."
"Serius? Wah, tentang apa?" tanya Vanessa.
"Belum tau, tapi aku mau buat tentang fantasi gitu."
"Wah, pasti seru, nih, ceritain dikit dong."
Kara diam sejenak. "Ini tuh tentang seorang gadis yang pernah hidup di masa lalu, tapi punya hal yang belum selesai dan akhirnya dia bereinkarnasi di masa sekarang, tapi setiap malam dia selalu mimpi yang sama dan nunggu orang yang dia sendiri nggak tau siapa."
"Wah, sumpah aku bayangin aja udah keren banget!" ucap Vanessa.
"Semoga ramai, sih."
"Aamiin, ah, iya, udah bulan februari, nih, nggak mau ketemu Langit?"
"Nggak."
"Nggak mau mikirin jawabannya dulu sebelum jawab?"
"Nggak."
"Cepat banget," monolognya pelan, namun masih bisa kara dengar.
"Aku bisa dengar, Vanessa," ucap Kara. Vanessa terkekeh mendengarnya.
Sudah lima tahun berlalu mengenai perasaan Kara pada Langit. Sudah lima tahun juga ia merasa menderita akibat kesalahannya sendiri.
Rasa yang tak semestinya ada, nyatanya muncul di saat yang tak tepat. Entah sampai kapan, entah kegiatan apa yang akan Kara lakukan untuk membuat fokusnya berhenti memikirkan Langit.
Perasaan yang tak harusnya ada membuatnya frustasi. Kara benar-benar ingin mengutuk dirinya yang menyukai pemuda itu.
Dari banyaknya manusia di dunia ini, Kara menjatuhkan hatinya pada Langit. Sosok yang bahkan menganggapnya hanya sebagai adik tidak lebih.
"Kara, cari pacar aja gimana?" usul Vanessa.
"Kalau cari pacar gampang mungkin aku udah nyari, tapi sayangnya nyari pacar sesuai itu. Haru milah yang beneran serius nggak cuman jalan di tempat," balas Kara.
"Bener juga, sih," ucap Vanessa. Kara terdiam, sebenarnya iya juga ingin, hanya saja tak tahu harus memulai dari mana dan bagaimana. Dia benar-benar dilema akan hal tersebut.
"Van," panggilnya.
Vanessa menoleh. "Kenapa?"
Kara hanya diam sambil menggelengkan kepalanya. Membuat Vanessa menatapnya heran, lantas ia juga kembali melanjutkan aktivitasnya.
"Jadi, kapan?" tanya Vanessa.
"Kapan? Apanya?" tanya balik Kara.
"Publish ceritanya, Kara. Apa lagi?" tanya dengan raut wajah kesal.
"Oh, nanti mungkin. Aku masih harus nyari referensi buat kalimat yang bagus." Vanessa hanya mengangguk menanggapi hal tersebut.
Setelah percakapan singkat itu mereka diam untuk beberapa saat sebelum Vanessa bangkit dari duduknya dan mengalihkan atensi Kara.
Kara tak bertanya ke mana gadis itu ingin pergi, sebab dia tahu, Vanessa pasti akan pulang ke rumah untuk tidur.
Tahun ini, Kara bertekad akan menjadi yang terbaik untuk dirinya tanpa ada rasa takut lagi. Dia akan berusaha melupakan Langit sedikit demi sedikit meski sejatinya dia mungkin tak akan bisa melakukan hal tersebut.
Setelah kepergian Vanessa, Kara masuk ke dalam kamarnya. Ia harus mulai menulis hal yang akan dia kembangkan dengan imajinasinya.
Kara akan mulai mengikuti alur hidupnya dengan cerita baru ditahun ini, setidaknya setelah masuk ke dunia baru dan mendalaminya dia yakin akan bisa melupakan Langit. Meskipun butuh waktu yang cukup lama. Tak apa setidaknya dia sudah berusaha.
"Bismillahirrahmanirrahim, semoga bisa deh," gumamnya di hadapan laptop.
Jari-jari kecil gadis itu mulai mengetik hal yang terlintas di kepalanya, menulis bukan hal sulit baginya. Sebab dia sudah melakukan hal tersebut sejak duduk dibangku SMP kelas dua.
Entah mimpinya akan terwujud atau hanya sekedar penebus waktu, Kara hanya akan melakukannya.
"Kamu, bakal jadi salah satu karakter yang abadi di dalam sini, Lang," ucapnya tersenyum manis.
Jiwa Kara menyatu ke dalam ceritanya, kata demi kata menjadi bayangan dalam kepalanya. Dia menumpahkan semuanya di dalam sana, termaksud Langit dan segala kisahnya selama lima tahun terakhir ini.
"Setidaknya aku sedikit lega hanya dengan menulis kisah kita," ucapnya lagi.
"Kara," panggil sang Bunda.
"Bunda? Kenapa?" tanyanya.
"Bunda mau ke rumah kakak, kamu tinggal sendiri nggak papa?" tanyanya.
"Mau ngapain?"
"Mau jemput Anugerah."
"Oh, yaudah, bunda hati-hati, ya."
"Iya. Bunda jalan, ya, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Setelah sang Bunda pergi, dia kembali menatap laptopnya. Kara menghela napas menyadari sudah berapa halaman yang ia tulis.
Kara memutuskan untuk menghentikan aktivitasnya, ia membuka halaman lain di laptop tersebut. Sambil menyalakan musik kesukaannya.
Tak ada yang istimewa, masih sama seperti kemari. Merasa lelah, lantas ia mengambil ponselnya dan membaringkan badannya di atas kasur.
Tak ada siapapun di sana, hanya ada di sendiri. Ingin memanggil Vanessa lagi, gadis itu pasti tengah tertidur lelap.
Sekali lagi dia menghela napasnya, namun kali ini terdengar sangat berat dari sebelumnya. Kara membuka aplikasi bacaan miliknya. Mencari cerita yang mungkin bisa menghantarkan tidurnya.
Gadis itu membaca setiap baris cerita yang ia temukan, sampai matanya terpejam sempurna. Kara tertidur dalam lelahnya. Hanya dengan ini dia bisa melupakan sedikit masalah hatinya dan Langit.
Tak apa, Kara sudah berusaha, dia sudah mencari aktivitas hanya untuk melupakan Langit. Meskipun dia tak tahu bagaimana perasaan dan rasanya di masa depan.
Apalagi Langit yang dia tahu akan menikahi seorang gadis yang tak pernah dia tahu rupanya.
[TO BE CONTINUED]
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa [Nakamoto Yuta] ✔
Genel Kurgu- BASED ON TRUE STORY ❝Semesta untuk sepihak hati❞ "Jika aku tak bisa memilikimu, maka semua tentangmu akan abadi dalam karyaku" -Kara "Maaf jika sikapku membuatmu berpikir aneh" -Langit ©pinterest #2gera 300921 #18azaleaspublisher 300921 #16arabell...