07

111 26 59
                                        

Hari ini, Kara dan Vanessa berada di sekolah untuk mengumpulkan laporan mingguan mereka kepada masing-masing pembimbing. Jam masih menunjukkan pukul 8 pagi, kakak dan adik kelas mereka baru saja masuk untuk memulai pembelajaran.

Kara berada di kantin bersama dengan teman-teman sekelasnya. Dia tadi berangkat sendiri, biasanya Bintang akan menjemputnya. Namun, karena dia berangkat siang terpaksa dia harus naik angkutan umum.

Tak ada yang istimewah, mereka hanya mengobrol random selama PKL. Ada yang bercerita mengenai cinta lokasi dengan anak dari sekolah lain, ada yang bercerita tentang kekesalan selama PKL dan masih banyak lagi cerita-cerita lucu lainnya yang mereka bagi satu sama lain.

"Kara, Bintang masih sama kamu?" tanya seorang teman Kara bernama Dita.

"Masih, kenapa?" tanya Kara heran.

"Lah? Terus tadi pagi kok dia jemput Zara?" tanya Dita polos.

Kara terdiam, Zara adalah teman seangkatannya dari kelas lain. Dia tak begitu akrab dengan Zara, biasanya mereka hanya saling melempar senyum setiap bertemu atau mungkin tidak, tergantung bagaimana mood Kara.

"Kar, kok diem?" tanya Dita. Dita memang anak yang polos, tapi dia akan menjadi liar jika bersama orang yang salah.

"Hah? Oh, nggak papa. Nanti aku tanya Bintang. Mungkin mereka keluarga," ucap Kara berusaha menenangkan hatinya yang mulai berkecamuk.

Dita hanya menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Kara. Jujur saja Kara mulai cemas sekarang, dia ingin bertanya pada Zara tapi, juga takut dia tersinggung. Pada Bintang pun rasanya akan percuma, sebab dia hanya akan berbohong atau mengelak.

"Eh, Bu Mega udah ada. Ayo ke kelas," ajak teman Kara yang lainnya. Mereka bergegas dan meninggalkan kantin menuju kelas.

Perasaan Kara tak karuan, dia ingin menangis tapi tak mungkin di sekolah. Dia hanya ingin pulang lebih cepat agar bisa bertemu dengan Vanessa dan menceritakan semuanya pada gadis itu.

"Pagi anak-anak," ujar Bu Mega.

"Pagi, Bu."

"Bagaimana PKL-nya? Ada masalah atau kendala?"

"Tidak, Bu."

"Syukurlah kalau begitu. Ayo buku laporan kalian dikumpulkan agar Ibu tandatangani," pinta Bu Mega. Semua berhambur dan mengumpulkan buku laporan yang tak begitu tebal itu.

Bu Mega mulai mengecek kegiatan mereka selama didua minggu ini. Guru cantik itu manggut-manggut melihat hasil kinerja anak-anak bimbingannya.

Sedangkan murid di kelas itu hanya bercengkrama satu sama lain. Ada juga yang sibuk sendiri dengan ponselnya. Berbeda dengan Kara, dia benar-benar gelisah, matanya begitu panas ingin menumpahkan semua cairan bening itu sekarang juga.

"Oke! Ibu sudah selesai memeriksa buku laporan kalian. Ketua kelas mana?" tanya Bu Mega.

"Saya, Bu," ucap Kara mengangkat tangannya.

"Ini Sayang. Dibagikan, setelah itu kalian bisa pulang."

"Baik, Bu."

"Terimakasih semuanya. Assalamualaikum."

"Sama-sama. Waalaikumsalam, Bu." Kara maju setelah Bu Mega pergi keluar, dia membagikan buku laporan bersampul kuning itu kepada semua teman kelasnya.

"Lesu banget, belum makan?" tanya seorang temannya bernama, Vita. Kara hanya diam sambil menggelengkan kepalanya dengan lesu.

Semua buku laporan sudah selesai dibagikan, Kara bergegas mengambil tas di atas mejanya dan segera keluar. Dia bergegas menuju kelas Vanessa. Menunggu sang sepupu di depan pintu.

Kelas Vanessa masih diisi dengan guru pembimbing, Kara hanya menghela napas sambil duduk di depan kelas itu. Dia memainkan ponselnya, melihat pesan yang masuk dari Bintang tanpa dia balas.

Ucapan Dita di kantin tadi terputar terus menerus di kepalanya. Kara menoleh ketika mendengar suara yang cukup ramai. Dia lupa kalau kelas Vanessa bersebelahan dengan kelas Zara, matanya menatap tajam ke arah Zara. Sorot mata dingin dan wajah judesnya seakan ingin segera mencengkram Zara.

Dia membenarkan ucapan Dita mengenai diri Zara ketika dia melihat satu buah helm tergantung ditangan gadis itu dan sebuah jaket yang Kara kenal.

"Sialan!" umpat Kara sambil mengepalkan erat tangannya.

Vanessa selesai, dia keluar bersama dengan teman-teman kelasnya. Vanessa yang melihat Kara duduk di depan kelasnya pun menghampiri sepupunya dengan wajah ceria.

"Ngapain?" tanya Vanessa tersenyum.

"Nebeng, ya," balas Kara.

Vanessa memundurkan sedikit kepalanya ke belakang. "Kan, tadi aku bilang bareng tapi kamu nggak mau."

"Jadi, mau nebengin atau nggak?" tanya Kara dengan nada dingin. Vanessa sedikit terkejut mendengar nada bicara saudaranya itu.

"Yaudah ayo." Vanessa tak ingin bertanya lebih lagi. Dia tahu kalau Kara sedang tak baik-baik saja sekarang. Terlihat dari sorot matanya yang tajam dan wajah judesnya yang muncul.

Vanessa melajukan motornya menuju pantai. Hanya ini satu-satu jalan agar Kara mau bercerita padanya mengenai perasaanya saat ini.

Kara menghela napas ketika sampai di bibir pantai. Suasana sejuk di pagi hari dan suara deburan ombak membuatnya sedikit tenang. Sedetik kemudian air mata gadis itu menetes tanpa dia sadari. Vanessa yang melihatnya terkejut.

"Bintang?" tanya Vanessa. Kara mengangguk. "Dia kenapa?" lanjut Vanessa bertanya.

"Kata Dita, dia jemput Zara pagi tadi."

"HAH?! ZARA?! ZARA ANAK MULTIMEDIA ITU?!" Kara mengangguk lesu. "Emang Zara nggak tau kamu pacaran sama Bintang? Bukannya sebelum PKL Bintang selalu jemput kamu? Nggak mungkin dia nggak tau, Kar."

"Apa mereka punya hubungan keluarga?" tanya Kara.

"Nggak mungkin! Tanya Bintang untuk jelasnya, Kara. Lagian kamu udah aku suruh putus masih aja dipertahanin! Cowok kaya Bintang itu nggak pantes buat kamu! Liat sekarang?! Dia bahkan jemput cewek lain disaat ada kamu yang bisa dia jemput!" emosi Vanessa meluap-luap hanya mendengar sedikit mengenai Bintang.

"Putusin Bintang! Dan fokus sama PKL!" tegas Vanessa kesal. Kara hanya diam, dia terus saja menangisi kebodohannya itu.

Vanessa tak ingin menganggunya, dia akan membiarkan Kara menangis lalu melupakan semuanya dan kembali seperti biasanya. Bagi Vanessa, Bintang tak layak untuk ditangisi. Sebab Kara bisa mendapatkan seseorang yang lebih baik daripada Bintang yang cuma bisa meneteskan air matanya.

Ayolah Kara, dia harus peka dan sadar pada perasaanya terhadap Langit mulai sekarang. Dia harus bisa menguasai perasaanya yang mulai tumbuh sekarang sebelum terlambat.

Kara harus membuka pintu seutuhnya agar dia sadar bahwa perhatian Langit bukan lagi mengenai kakak dan adik sepupu, tapi laki-laki dan perempuan. Semoga Tuhan membuatnya sadar akan perasaanya.
















Part ini nggak ada interaksi antara Kara sama Langit. Karena nggak selamanya mereka ketemu, ini hanya satu kisah di 2017, dimana Kara dan Langit jarang bertemu karena dalam 2 minggu sekali gadis itu akan kembali ke rumahnya.

Tak ada kisah yang abadi, bukan? Seperti Kara dan juga Langit. Tak semua hari tentang mereka berdua. Tentang momen yang tiba-tiba muncul bersama dengan hadirnya Langit.

Kalian bertanya apakah Bintang juga ada di kehidupan nyata? Iya, Bintang juga ada dikehidupan nyata. Dia pacar Kara sewaktu sekolah, siapa dia tak perlu kalian tahu dan jangan cari tahu.

Kara dan Bintang tak pernah bertemu setelah mereka putus di 2017. Baik Bintang maupun Kara mereka berdua sama sekali tak tahu bagaimana kehidupan mereka satu sama lain.

Setidaknya Bintang mungkin saja sudah bahagia dan berubah, tak ada yang tahu, bukan?

See u next time di 'Rasa'

Tinggalkan jejak vote, komen dan share kalian byebye

Rasa [Nakamoto Yuta] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang