03

181 50 103
                                    

Satu bulan sudah berlalu sejak kedatangan Langit di rumah Angel. Tak ada yang istimewa, hanya kejutan-kejutan kecil tak terduga dari Langit untuk Kara. Namun, gadis itu sudah mulai biasa sebab bukan hanya sekali atau dua kali, tapi setiap Langit punya kesempatan untuk menjahili Kara.

Kara tak peduli, apalagi setelah insiden dimana dirinya secara tiba-tiba dipeluk oleh Langit. Bagi Kara, Langit hanya rindu dengannya tak lebih.

Langit juga sudah tak pernah meminta izin untuk mengantar Kara ke tempat PKL-nya. Hanya sekali itu saja dan Kara bersyukur. Dia tak ingin merepotkan Langit dan membuatnya kelelahan.

Ini PKL ke-2 bulan Kara dan Vanessa, tak ada yang istimewa untuk kedua gadis cantik berambut panjang itu. Mereka hanya menyelesaikan tugas di lapangan lalu setelah selesai kembali ke rumah bergulat dengan laporan yang akan diserahkan jika masuk sekolah nantinya.

Seperti Kara saat ini, dia sibuk bergulat dengan laporannya yang mendapat revisi dari guru pembimbing. Pusing sudah kepalanya memikirkan apa yang harus dia tambahkan dan apa yang harus dia hilangkan.

Sesekali dia menghela nafas dan menyandarkan punggungnya di kursi tempatnya duduk.

"Kenapa?" tanya Vanessa yang hanya sibuk bermain ponsel. Keduanya beda jurusan, jadi wajar kalau Vanessa begitu santai.

"Ini, laporannya harus direvisi kata Bu Mega," ucapnya dengan nada melas. Vanessa hanya mengangguk, ingin membantu tapi tak paham. "Yasudah, aku ke bawah dulu, ngerjain di bawah siapatau otak aku jalan." lagi-lagi Vanessa hanya mengangguk. Kara meninggalkan gadis itu di kamar sendirian.

Rumah masih sepi, hanya ada dia dan Vanessa di sana. Sedangkan yang lainnya masih di toko dan akan kembali jika azan maghrib sudah berbunyi.

Kara mengambil air dingin di dalam kulkas dan cemilan yang tersedia di atas meja makan. Membawanya ke ruang tengah. Si cantik menyalakan TV untuk menemaninya belajar sembari menunggu Vanessa turun.

"Nah kalau gini aku bisa konsentrasi," monolog Kara. Setelah merasa posisinya nyaman, Kara membuka laptop dan kembali membaca laporan yang sudah diberi tanda merah untuk direvisi.

Benar saja, otak Kara langsung jalan dengan cepat berbeda saat di kamar tadi. Tengah asik mengetik laporan revisi, suara pintu terbuka berbunyi. Kara menoleh sambil mengunyah makanan dimulutnya, saat melihat siapa yang datang dia terdiam mematung.

Itu Langit, seseorang yang mampu membuatnya terdiam tak bersuara. Langit yang sadar bahwa Kara ada di sana, tersenyum manis, dia menghampiri Kara dengan langkah cepat.

"Sore, Kara? Lagi apa? Oh, lagi revisi laporan, ya? Semangat!" ujar Langit. Kara masih diam, tak tahu harus merespon seperti apa.

Seulas rasa sesal menyelimuti dirinya sekarang, kalau saja dia tak turun dia tak akan melihat Langit.

"Kara?" panggil Langit.

"Eh? Iya, kenapa,Lang?"

"Kamu kenapa ngeliatin aku gitu banget? Suka sama Langit?" pertanyaan Langit seperti boomerang untuk Kara. Gampang sekali pertanyaan itu lolos dari mulut si tampan dan mampu membuat Kara terkejut bukan main.

"Lang, bisa nggak, sih kalau nanya jangan random?!" tegas Kara kesal.

Langit hanya terkekeh. "Maaf, ya. Habisnya kamu gemesin banget deh!" ucapnya sambil mencubit kedua pipi chubby Kara dengan gemasnya.

"Lucu banget sih! Aaaa jadi gemes sama Kara," ucapnya terus memainkan pipi gadis itu. Yang dimainkan hanya bisa diam dan menurut, sudah biasa Langit mencubit pipinya bahkan di depan Vanessa, Angel dan Elang. Bagi Langit, hal tersebut biasa saja.

Langit melepas cubitannya setelah puas, meninggalkan bekas kemerahan diwajah gadis itu.

"Eh? Kara, maaf, pipinya jadi merah," ucapanya penuh penyesalan.

"Nggak papa. Udah biasa,'kan kamu cubit?" wajah Langit langsung sumbringah dengan cerahnya.

"Yaudah, aku ke atas dulu mau mandi. Semangat Kara cantik!" Langit berlalu setelahnya, sedangkan Kara hanya menggelengkan kepalanya dengan heran.

Dia kembali melanjutkan pekerjaanya agar cepat selesai dan kembali ke kamar sebelum Langit turun lebih dulu. Kara tak ingin pipinya menjadi bahan cubitan pemuda itu, karena rasa gregetan yang tak bertuan.

Sedikit lagi Kara akan selesai dengan pekerjaanya, namun dia memilih untuk mengistirahatkan matanya sejenak sebelum melanjutkan aktivitasnya.

Kara membaringkan badannya di sofa, meregangkan sedikit tubuhnya karena duduk terlalu lama.

Kara memejamkan matanya, mencoba mengistirahatkan mata yang hampir tiga jam menatap layar laptop tersebut.

Saat ingin larut dalam tidurnya, Kara merasakan seseorang tengah mengelus lembut rambutnya. Dia membuka mata perlahan dan melihat ke atas, sekalian jaga-jaga siapatau bukan orang yang akan di lihat.

Namun nyatanya, jantungnya seperti ingin berhenti berdetak saat ini juga. Langit, tengah duduk berjongkok di atasnya sambil mengelus lembut pucuk kepala gadis itu diiringi dengan senyum khas miliknya.

"Ng-ngapain?" tanya Kara gugup.

"Bikin Kara tidur. Ngapain lagi emang?" tanya balik Langit.

"Aku nggak mau tidur, Lang."

"Tapi, kami kecapean, 'kan?"

"Namanya sekolah, pasti capek nggak ada yang nggak, Langit."

Langit terkekeh, dia duduk di samping Kara setelah setelah gadis itu bangkit. "Kara besok balik ke rumah nggak?"

"Hm... Nggak, Vanessa aja. Kenapa?"

"Jalan yuk! Lama nggak jalan,'kan?"

"Besok malam? Oke. Izin sama Kak Angel aja." Langit mengangguk bahagia mendengar hal tersebut. Dia langsung bangkit dan beranjak dari sana, namun tak lupa dia mengacak pelan rambut gadis itu.

Kara menghela nafas dan lagi-lagi menggelengkan kepalanya melihat tingkat kekanak-kanakan Langit jika di hadapannya.

Entah kapan Kara akan mengetahui isi hatinya untuk Langit. Entah kapan dia akan paham dengan perasaanya terhadapan pemuda yang selalu ada di sisinya itu.

Saat ini Kara hanya menganggap semua perlakuan Langit biasa saja. Masih dibatas wajar, karena Kara memiliki seseorang yang ada di hatinya sekarang.

















Jadi, siapa yang mengisi hati Kara? Jawabannya ada di part selanjutnya.

Aku sengaja buat setiap part pendek karena kisah mereka tak begitu panjang dan lama, hanya 5 tahun dari 2017-2021.

Jangan lupa vote dan comment untuk kelanjutan kisah mereka.

See u next time di 'Rasa'

Rasa [Nakamoto Yuta] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang