Bulan berlalu begitu saja dan sangat cepat, tak ada yang Kara lakukan selain berdiam diri di rumah dan menulis banyak cerita atau menonton drama Korea yang menjadi kesukaan.
Sepanjang tahun 2019 dia tak pernah mengunjungi Angel. Biasanya wanita itu yang datang. Kara terlalu malas untuk jalan. Dia lebih suka menghabiskan waktu di kamar bersama dengan laptop dan ponselnya.
Bahkan sekedar untuk bermain dengan Vanessa pun jarang sekali dia lakukan. Kalau bukan Vanessa yang mengunjunginya, mereka mungkin tak akan bertemu.
Selama beberapa bulan ini dia sudah mulai sadar tentang perasaannya pada Langit. Ucapan Vanessa beberapa bulan lalu membuatnya yakin jika rasa sesak itu bukan sesuatu yang berasal dari penyakitnya.
Kara menghela napas, dia menatap langit-langit kamarnya, detik berikutnya lantas dia bangkit dan berjalan ke arah lemari. Dia membuka dan memilih baju yang ingin dia pakai.
Kara menatap dirinya, setelah siap dia mengambil tas dan ponsel. Dia lantas keluar dan turun ke bawah. Di sana, sebuah mobil yang biasa menjemputnya datang.
"Loh? Mau ke mana?" tanya sang Bunda.
"Bunda, Kara mau ke rumah kak Angel," ucapnya.
"Nah, begitu dong. Jalan-jalan sana jangan di rumah terus," ucapnya bahagia. "Bermalam? Berapa lama?"
"Semalam aja, besok pagi pulang," balasnya.
"Yasudah. Hati-hati!" Kara hanya mengangguk, setelah bersaliman dengan wanita itu dia naik ke mobil. Mobil itu melaju meninggalkan kampungnya menuju perkotaan.
Suasana masih sama meski jarang dia lewati, jalanan yang sering dia lalui di 2017 nyata masih saja sama. Hanya beberapa rumah atau warung yang dibangun di sepanjang jalan.
Pemandangannya pun masih sama, tak ada yang berubah. Namun, kali ini cara Kara menikmati pemandannya berbeda. Hatinya berdebar tak karuan, tangannya begitu dingin.
Setelah menelepon sang kakak untuk menjemputnya di terminal nanti, Kara begitu gelisah. Dia tahu kenapa hal itu terjadi, namun dia tak bisa berbuat apa-apa.
Dia ke sana hanya untuk memastikan bahwa perasaannya benar. Dia juga sudah begitu merindukan pemuda dengan senyum manis itu.
Mobil terus melaju dengan kencang, satu jam berlalu begitu saja tanpa dia rasa. Tapi, Kara masih Setia menatap hamparan sawah yang sudah mulai jarang di temui, karena sebentar lagi dia memasuki area perkotaan.
Mobil itu berhenti di tempat biasanya. Kara turun untuk membeli cemilan dan beberapa roti untuk sang keponakan.
Usia keponakan keduanya kini menginjak 2 tahun. Dia tumbuh menjadi bayi yang sehat dan menggemaskan. Kara sangat menyayangi dan menyukainya.
"Mau di antar sama rumah nanti?" tanya sang supir.
"Nggak usah, di terminal aja. Nanti dijemput."
"Oke." merasa semua penumpangnya sudah selesai membeli makanan, dia memanggilnya dan kembali melanjutkan perjalanan. Masih ada satu jam setengah lagi untuk sampai di terminal.
Kara kembali memasang airpodsnya dan menatap jalanan melalui jendela di sampingnya. Dia memang selalu duduk di pinggir, dan sang supir hapal dengan hal itu.
Ingin sekali dia memejamkan matanya, namun tak bisa. Jantungnya terus saja berdebar sangat kuat, terlebih dia sudah memasuki kawasan Makassar. Bahkan terminal sudah sangat dekat.
Kara tak membawa barang selain tas kecil dan ponselnya. Tepat ketika mobil itu berhenti di terminal, Kara turun setelah membayar supir itu.
Dia masih tak melihat Angel di sana. Jelas, ini masih jam 2 siang dan Angel masih ada di tokonya. Kara memilih untuk masuk ke dalam mal di samping terminal itu. Sekalian dia melepas penat. Hanya sebentar, mungkin?

KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa [Nakamoto Yuta] ✔
Ficção Geral- BASED ON TRUE STORY ❝Semesta untuk sepihak hati❞ "Jika aku tak bisa memilikimu, maka semua tentangmu akan abadi dalam karyaku" -Kara "Maaf jika sikapku membuatmu berpikir aneh" -Langit ©pinterest #2gera 300921 #18azaleaspublisher 300921 #16arabell...