25

39 8 47
                                    

"Kara," panggil seseorang. Si empu menoleh, cukup terkejut melihat siapa yang ada di hadapannya sambil tersenyum simpul.

"Kak Lang? Kenapa?" tanyanya. Bukannya menjawab Langit malah melangkah mendekatinya.

Kara hanya diam, bingung dengan apa yang orang dihadapannya itu lakukan. Jarak mereka kini hanya beberapa langkah saja, Langit berhenti di sana tak tahu tujuannya untuk apa.

"Kak Lang, kenapa deh?" tanyanya lagi. Masih sama, Langit hanya diam tanpa menjawab pertanyaan Kara. Langkahnya kembali maju, mengikis jarak diantara keduanya.

Kara yang sadar bahwa Langit semakin dekat pun mulai mundur, hingga punggungnya menghantam tembok. Kini Kara tak bisa lagi bergerak. Di hadapannya Langit sudah berdiri sembari menatapnya dengan nanar aneh.

Susah payah Kara menelan salivanya, mata mereka masih saling menatap satu sama lain. Baik Kara maupun Langit enggan membuang pandangan mereka.

Sampai akhirnya Langit menarik Kara ke dalam pelukannya, membuat sang empu sangat terkejut.

"K-kak Lang," gumamnya.

"Aku kangen, Ra," balas Langit singkat.

Kara diam, ini bukan pertama kalinya Langit memeluknya, tapi ucapan Langit kali ini membuat jantungnya berdetak sangat kencang.

Cukup lama Langit memeluk Kara, sampai akhirnya dia melepas pelukannya itu. Kara masih diam, seperti dihipnotis oleh pemuda itu.

Langit yang menatap Kara terkekeh pelan melihatnya, Langit mencubit pipi Kara dengan gemas. Gadis itu masih diam, jika biasanya Kara bersuara maka tidak untuk saat ini.

Perlakuan Langit kali ini benar-benar tak bisa dia hadapi sendiri, dia butuh seseorang untuk membantunya keluar, tapi siapa? Tak ada orang di sana selain dia dan Langit.

"Kak Langi, apaan, sih?! Sana, ah aku lagi sibuk," ucap Kara.

"Sibuk apa? Perasaan nggak ada yang kamu lakuin selain berdiri tadi."

"Aku... Aku sibuk pokoknya, udah ah sana!" tegas Kara.

Langit terkekeh melihatnya. "Berhenti bohong sama aku, Kar."

"Siapa yang bohong? Nggak kok."

"Coba liat aku!" Kara menatap mata Langit dengan nanarnya.

Tak lama hanya sebentar, Kara tak kuat menatap manik mata itu. Jantungnya semakin lama semakin tak karuan. Kara membuang pandangannya ke sembarangan arah dan berakhir membuat Langit terkekeh gemas.

"Kenapa? Nggak sanggup?" tanya Langit.

"Apa, sih, sana!"

"Nggak mau. Orang mau sama Kara kok," balas Langit menggodanya.

"Langit, stop!"

"Not Langit, but Kak Lang!"

Kara menghela napasnya kesal. "Oke, Kak Langit, stop!"

"Nggak mau. Kara, aku kangen, coba hitung berapa lama kita nggak ketemu?"

"Nggak tau, males ngitung lagi puasa."

"Nggak ada hubungannya, Vankara."

"Ada Kak Lang, mikir kan butuh tenaga, nah kalau puasa kan nggak makan sama minum, jadi tenaganya nggak banyak dan nggak bisa fokus mikir."

"Alasan aja!" ucap Langit terkekeh.

"Emang kok."

"Emang alasan?"

Rasa [Nakamoto Yuta] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang