Kara dan seluruh pegawai di ruangannya tengah mengadakan pesta, ini pesta perpisahan untuk Kara. Dua minggu lagi dia akan menyelesaikan Magangnya di perusahaan itu. Di ruangan yang tak terpakai, Kara dan yang lainnya sibuk mempersiapkan makanan dan alat makan lainnya.
Entah menu apa yang sudah disiapkan oleh pembimbing dan karyawan di sana. Yang pasti Kara hanya akan dijadikan Tuan Putri hari ini.
Gadis cantik dengan ramput panjang dengan warna hitam itu tak henti tersenyum atau tertawa setiap seorang pegawai melontarkan candaan padanya. Tentang kedekatannya dengan seorang anak magang dari sekolah lain atau tentang pembimbing anak magang itu yang menelepon ke akuntan hanya untuk menanyakan akun instgram milik Kara. Lucu sekali.
Moment ini hanya akan terjadi sekali dalam hidup Kara dan semuanya akan menjadi kenangan yang suatu saat nanti bisa dia ingat dikala rindu melanda relung hatinya.
"Kara, jadi gimana kamu sama anak IT itu? Pacaran?" tanya resepsionis ruangan tersebut.
"Ah, nggak, Mbak. Kita cuman temenan doang kok, namanya juga anak magang," ucap Kara tersenyum.
"Tapi, Kara, biasanya anak magang di sini sering cinta lokasi loh, kamu nggak takut?" tanya Akuntan lagi.
Kara terkekeh. "Nggaklah, Mbak. Lagian aku di sini nyari pengalaman sama pembelajaran kok. Urusan itu terakhir aja."
"Jangan-jangan Kara punya pacar lagi di sekolah, iya?" tanya pimpinannya.
Lagi-lagi Kara terkekeh. "Nggak, Pak."
"Sudah-sudah jangan godain Kara lagi nanti dia risih," ucap pembimbingnya membela. Kara hanya terkekeh mendengarnya.
Hening kembali tercipta di sana. Semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing, Kara tak diizinkan untuk menyiapakan apapun. Dia hanya harus duduk manis sampai semuanya selesai disiapakan.
Kara bahagia, setidaknya dia mendapatkan pimpinan dan karyawan yang memperlakukan dengan baik dan tak pernah memarahinya hanya karena masalah kecil.
Pegawai di sana selalu bersikap baik padanya dan mengajarkannya dengan sabar. Untungnya Kara cepat tangkap, jadi karyawan di sana tak perlu mengajarkannya berkali-kali.
Ponsel Kara kembali berdering, siapa lagi kalau bukan Bintang. Sudah dua hari ini dia tak membalas pesan dari Bintang dan mengangkat teleponnya.
Kara tak ingin diganggu sampai di selesai dengan tugas magangnya dan kembali sebagai ketua kelas dan murid kelas 11 di sekolahnya.
Gadis itu menghela napas sepelan mungkin agar tak ada yang mendengarkannya. Dia tak ingin orang-orang di sana bertanya mengenai keadaanya. Kara bukan gadis yang selalu menceritakan semua masalahnya pada setiap orang.
Tengah asik melihat ponselnya, makanan yang disiapkan pegawai di sana akhirnya selesai. Kara yang tadi terdiam pun kembali tersenyum menyembunyikan masalahnya.
"Kara, duduk! Bilang sama Mbak mau makan yang mana?" tanya sang pembimbing.
"Eh? Nggak usah, Mbak. Aku bisa kok," tolak Kara.
"Kamu hari ini jadi Tuan Putri, jadi nurut aja. Ayo mau makan apa?"
"Hm... Ayam aja sama nasi, tapi nasinya jangan banyak satu sendok aja, Mbak." pembimbingnya mengangguk paham, dia mengambilkan pesanan Kara sesuai dengan apa yang dia inginkan.
"Makasih, Mbak," ucap Kara mengambil piring bambu yang diberikan padanya.
Kara dan pegawai di sana makan dengan lahap, ada yang menambah makan sebanyak dua kali, ada juga yang menambah dengan cemilan yang sudah disiapkan.
Kara memperhatikan mereka satu persatu tanpa mereka sadari. Sudut bibirnya tertarik untuk memunculkan seulas senyum manis di sana. Dia bahagia dan bangga untuk dirinya bisa berada dilingkungan yang menerimanya.
Setidaknya Kara ingin melupakan rasa sakit dan sesal dalam dirinya tentang Bintang dan Zara. Persetan dengan keduanya, Kara tidak akan peduli jika mereka memang memiliki hubungan istimewah.
"Kara, kamu bisa pulang setelah ini, ya," ucap pimpinannya.
"Kenapa, Pak? Saya masih punya banyak kerjaan," ujarnya heran.
"Nggak papa, Kara. Ini sudah ketentukan saya selaku pimpinan fungsi dan jangan khawatir tentang nilai, karena nilai kamu akan tetap sama setiap harinya," jelasnya.
"Tapi, apa tidak masalah, Pak?"
"Nggak papa, Kara fungsi ini memang memperlakukan anak magang seperti ini. Jadi, kamu jangan khawatir, ya," ujar pembimbingnya.
"Baiklah. Terimakasih banyak, Pak, Mbak," ujar Kara sopan.
Mereka kembali melanjutkan sesi makan mereka, kecuali Kara yang sudah selesai dan sibuk dengan ponselnya. Ingin keluar, tapi tak sopan sebab yang tua belum selesai makan.Ketika satu persatu mulai selesai, Kara bangkit dan berniat membereskan semuanya, namun lagi-lagi dihalangi oleh yang lainnya. Terpaksa dia mundur dan duduk di tempatnya lagi.
Selesai. Mereka semuanya keluar dari ruangan itu, pun dengan Kara. Gadis cantik itu mengambil tasnya dan pamit untuk pulang.
Dia berjalan menyusuri lorong gedung utama, sesekali dia menoleh ketika melewati ruangan yang ada dilorong tersebut. Beberapa pegawai dan anak magang tengah sibuk dengan pekerjaan mereka.
Tak lupa juga Kara tersenyum pada setiap orang yang dia temui dan tentu dengan bantu kacamata yang dia gunakan. Iya, Kara memiliki penglihatan yang tak normal dan perlu bantuan kacamata.
Kara tertegun ketika seseorang menariknya saat dia ingin sampai di lobby gedung utama.
"Rey? Kamu bikin aku kaget aja," ucap Kara memegang dadanya karena terkejut.
Yang menariknya hanya tersenyum, menampilkan gigi ginsulnya. "Maaf, ya... Kamu mau kemana? Kok bawa tas?"
"Oh, mau balik. Disuruh sama pimpinan aku."
"Oh, kamu nggak lagi disuruh berhenti magang, 'kan?" tanya Rey curiga.
Kara terkekeh menanggapinya. "Ya nggaklah! Ini udah ketentuan di sana katanya. Soalnya aku dua minggu lagi bakalan selesai magang dan tadi juga cuman makan-makan buat perpisahan," jelasnya.
Laki-laki bernama Rey itu mengangguk paham. "Oh, iya nanti malam sibuk? Mau keluar nggak? Kita ke timezone."
"Timezone? Nanti sore aku kabarin, ya. Soalnya aku nggak tau sibuk atau nggak." Rey mengangguk, setelah percakapan singkat itu Kara pamit untuk segera pulang.
Rey dan Kara memang sedekat itu, itulah mengapa orang-orang di perusahaan tersebut berpikir mereka memiliki hubungan padahal sebenarnya tidak ada.
Rey masuk ke sana seminggu lebih dulu dan pertemuan mereka cukup aneh. Sebab Kara pikir Rey adalah teknisi di sana, karena seragam Rey yang hampir sama dengan seragam teknisi di perusahaan itu.
Kara tak memikirkan hal lain, perasaan sudah benar-benar mati pada pemuda bernama Bintang. Dia juga tak punya perasaan pada Rey. Benar-benar hanya sebatas teman magang, tak lebih.
Pada Langit? Dia tak tahu, perasaannya masih biasa saja dan masih abu-abu. Kara tak mau memikirkan hal yang membuatnya sakit kepala dan bingung.
Hai... Penasaran sama Rey? Tenang semua yang aku sebut ada di dunia nyata. Pun dengan Rey dan para pegawai diruangan Kara.
Aku sengaja tak menyebutkan nama pegawai dan fungsi tempat Kara magang, karena itu sangat rahasia. Aku hanya menyebutkan jabatan dari pegawai di sana.
Jadi, menurut kalian apakah Rey bisa menggantikan Bintang? Atau nasibnya hanya sebatas teman, tak lebih?
Kalian penasaran? Tunggu kisahnya
Komen, vote dan share!!
See u next time di 'Rasa'
![](https://img.wattpad.com/cover/286713696-288-k669248.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa [Nakamoto Yuta] ✔
General Fiction- BASED ON TRUE STORY ❝Semesta untuk sepihak hati❞ "Jika aku tak bisa memilikimu, maka semua tentangmu akan abadi dalam karyaku" -Kara "Maaf jika sikapku membuatmu berpikir aneh" -Langit ©pinterest #2gera 300921 #18azaleaspublisher 300921 #16arabell...