Juni 2017
Ujian hari tengah dilaksanakan di beberapa sekolah di daerah Kara, ujian penentuan naik tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi. Takut? Tentu saja, siapa yang tak takut jika hari sakral seperti ini datang?
Kara sudah belajar sejak kemarin, dia yakin hari ini bisa mengerjakan soal-soal dengan bener. Ternyata sudah hampir satu bulan dia tak bertemu dengan Langit.
Semenjak Angel masuk rumah sakit, Kara tak pernah lagi berkunjung ke rumah kakaknya itu. Dia terlalu sibuk dengan pelajaran yang harus dikejar usai magang beberapa bulan kemarin.
Bel masuk berbunyi. Kara menhela napas sebelum masuk ke ruang ujian. Di sana, murid kelas 10 hingga 11 digabungkan menjadi satu. Sekitar 20 siswa ada di sana sekarang. Artinya hanya ada 10 dari kelas 10 dan 10 siswa dari kelas 11.
Suara sudah terdengar sangat riuh. Kali ini Kara duduk dengan seorang adik kelas laki-laki dan dia sama sekali tidak mengenalnya.
Ujian dimulai, pengawas kali ini tak begitu menakutkan. Mungkin karena ini hari pertama. Masih banyak siswa yang bisa menyontek dengan mudahnya, bahkan ada yang menyontek menggunakan ponsel di laci meja mereka.
Lima belas menit berlalu, suara riuh di ruangan itu mulai terdengar. Pengawas hanya tidur dan enggan untuk menegur mereka.
Satu persatu dari mereka mulai melempar jawaban sesama teman sekelasnya. Seperti Dita dan Kara contohnya.
Dita sejak tadi sudah mengambil pekerjaan Kara yang setengah selesai.
"Kara, ini," ucap Dita mengembalikan kertas Kara.
"Cepet juga," balas Kara tersenyum.
"Oh, jelas, Vadita," ucapnya bangga. kara hanya bisa terkekekh pelan sembari menggelengkan kepalanya. Tak tahu sejak kapan temannya itu menjadi bodoh. Padahal sewaktu mendaftar dulu, nilainya tertinggi dan ada di posisi atas.
Waktu terus berjalan dan tanpa sadar, hanya menyisahkan dua puluh menit lagi dan mereka akan istirahat.
Sudah banyak yang mengumpulkan kertasnya dan keluar, pun dari kelas sebelah. Kara yang sudah selesai maju mengumpulkan kertas jawabannya. Dia tak lupa menyalin sisa jawaban dan diberikan pada Dita.
Setelah selesai, Kara keluar disusul Dita yang juga sudah maju mengumpulkan kertasnya. Kara berkumpul bersama temannya yang lain di kantin. Karena tak banyak siswa dan kelas 12 sudah tak turun lagi, sekolah cukup sepi.
"Soalnya tadi nggak susah, kan? Yang waktu itu dikasih kisi-kisinya keluar semua," ucap Vita.
"Iya, nggak susah, tapi tetep aja Dita nyontek," celetuk Kara.
"Dita nggak nyontek? Hm... Nggak mungkin," timpal Nurul.
"Susah, buat aku. Kan kalian otaknya pinter beda sama aku yang kosong," balas Dita membelah diri.
"Bukan kosong, kamu malas aja belajar! Coba sekali-kali belajar yang rajin dan nggak malas, pasti bisa kok," ucap Nana.
"Bener, lagian sampai kapan? Iya, kalau terus-terusan seruangan sama Kara, kalau nggak?" celetuk Vita.
"Seruangan kok, dia kan Vankara aku Vadita, sama-sama V."
Yang lain menghela napas mendengarnya. Selalu ada saja jawaban dari Dita yang keluar untuk membalas Setiap perkataan temannya.
Jam istirahat akhirnya sudah tiba, meski banyak yang keluar bel tetap saja berbunyi. Di kantin berbagi macam kegiatan dilakukan. Ada yang belajar, makan, mengosip bahkan hanya sekedar numpak duduk pun ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa [Nakamoto Yuta] ✔
General Fiction- BASED ON TRUE STORY ❝Semesta untuk sepihak hati❞ "Jika aku tak bisa memilikimu, maka semua tentangmu akan abadi dalam karyaku" -Kara "Maaf jika sikapku membuatmu berpikir aneh" -Langit ©pinterest #2gera 300921 #18azaleaspublisher 300921 #16arabell...