Kara terkejut ketika melihat siapa yang sedang mengajaknya mengobrol. Makanan yang dia kunyah seketika berhenti. Dia hanya menatap tak percaya pada sosok laki-laki di hadapannya itu.
Laki-laki itu tersenyum, dia menampilkan gigi ginsulnya. Kara mencoba sadar dan kembali menguyah makanannya dengan susah payah, namun terlihat santai.
Laki-laki itu menarik kursi di samping Kara dan duduk, dia memangku pipinya dengan tangan sambil terus menatap Kara tanpa teralihkan.
"Kenapa? Kok kaya kaget gitu?" tanya laki-laki itu. Kara mengalihkan pandangannya, dia mengambil air di hadapannya dan mememinumnya.
Kara menghela napas lagi. "Ngapain kamu?" tanya Kara bingung.
"Aku? Nggak papa. Harusnya aku yang tanya kamu kenapa?"
Kara menatapnya dengan nanar bingung, tak paham dengan jalan pikiran orang tersebut. Kara tak mengubrisnya, dia kembali melanjutkan makannya dengan santai. Sampai bahunya dicengkram cukup kuat. Dia menoleh, menatap Kara dengan tajam.
"Jangan kurang ajar!" tegas Kara dingin.
"Kamu yang jangan kurang ajar! Kemana aja selama seminggu ini? Kenapa aku diblock dan kamu menghilang?"
Kara tersenyum, dia meletakkan sendok dipiringnya. Gadis itu menghela napas sebelum menoleh ke samping. "Tanya coba sama diri kamu! Dan... Kita putus!" Kara bangkit, ingin pergi dari tempat itu, namun lengannya ditahan.
"Putus? Nggak! Aku nggak mau!" tegas pemuda yang tak lain adalah Bintang.
"Dengar, Bin, aku udah tau kalau kamu ada hubungan sama Zara!" Bintang terdiam, genggamannya mulai melemas pada pergelangan tangan Kara. "Kenapa? Ucapan aku bener?" sambung Kara.
Kara membanting tangannya kuat, genggaman Bintang terlepas sempurna. Dia beranjak dari sana diikuti Bintang dari belakangnya.
"Kara... "
"Kara, ini nggak seperti yang kamu pikirin, aku sama Zara nggak ada hubungan apapun."
Kara berhenti, dia berbalik ke Bintang. "Nggak ada hubungan? Terus? Jaket dia kok bisa sama kaya punya kita yang aku beli?" pertanyaan yang Kara lontarkan membuat Bintang terdiam 1000 bahasa. "Kita selesai, Bin. Kita udah nggak ada hubungan lagi, jadi jangan ganggu aku! Permisi." Kara pergi, dia meninggalkan Bintang di sana. Tak peduli apakah Bintang akan frustasi atau tidak, dia tak memperdulikan hal itu.
Kara masuk ke dalam ruangannya, dia duduk di meja sembari menatap komputer yang masih menyala. Kara menghela napasnya, entah sudah berapa kali dia menghela napas hari ini.
Bagaimana juga Bintang bisa senekat itu datang ke perusahaan tempatnya magang, Kara tak habis pikir dengan jalan pikiran laki-laki itu.
"Mbak, berkasnya udah? Biar Kara antar," ucap Kara.
"Oh, ini udah, Neng. Oh, iya, Kara habis ini balik aja, ya. Udah jam pulangnya Kara."
"Jadi, Kara langsung balik aja, ya, Mbak."
"Iya, cantik. Hati-hati!" Kara hanya mengangguk untuk menjawabnya.
Dia berjalan menuju gedung utama dimana terdapat ruang financial di sana. Jam masih menunjukkan pukul 1 siang, Kara bersyukur. Karena, jam kerjannya hanya setengah hari, sebab dia sudah merasa tak bersemangat setelah kemunculan Bintang di depannya.
"Permisi," ucap Kara ketika memasuki ruang financial.
"Nah, ini yang ditunggu. Tumben telat, Neng?" tanya seorang pegawai di sana. Kara tersenyum sambil melangkah ke arahnya. Kalian tentu tak lupakan mengenai Kara yang dikenal oleh karyawan di perusahaan itu,'kan? Dan salah satunya karyawan di ruangan ini.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Kara pamit. Dia berjalan keluar. Suasana Kota Makassar cukup terik hari ini, sinar matahari yang menerpa jalanan kota cukup silau dimatanya.
Tak lama Kara duduk di halte, sebuah angkutan umum berhenti di depannya. Dia naik ke sana, tak begitu ramai. Hanya ada dia, supir dan beberapa ibu-ibu yang baru pulang dari pasar.
Jarak tempu tak begitu jauh, suasana jalan juga tak macet dan angkutan umum sudah berhenti tepat di depan gang rumah Angel. Kara turun dan membayar sang supir dengan uang 5 ribu.
Dia berjalan lesu memasuki gang yang mulai ramai dengan Ibu-Ibu dan anak-anak kecil yang bermain di sana. Jam segini belum ada siapapun di rumah Angel. Semuanya masih ada di toko dan Elang, suami Angel sedang berada di luar kota.
Kara membuka kunci rumah itu, namun tak bisa. Dia mendongak ke atas, melihat apakah ada seseorang atau tidak.
"Kak Angel! Buka!" teriak Kara. Tak ada jawaban, Kara juga tak melihat ada motor Angel di depan rumah. "Ish siapa sih di dalam!" monolognya kesal.
"Siapapun tolong bukain pintu!" teriak Kara lantang.
Tak ada yang membuka pintu. "WOY! BUKAIN PINTU ASTAGA!" Kara sudah lelah, dia terduduk di tangga di depan pintu itu. Menunggu siapapun yang akan datang atau siapapun yang akan membuka pintu nantinya.
Sudah lima menit berlalu, Kara bangkit ketika mendengar kunci pintu itu dibuka dari dalam. Dia siap memarahi siapapun yang tak mendengar teriakannya.
"KENAPA BARU DIBUK-"
"Aku habis mandi, Kara." ucapan Kara terpotong ketika mengetahui siapa yang berdiri di hadapannya.
"Langit? Kok di rumah?" tanya Kara heran.
"Lagi nggk enak badan makanya pulang. Kamu kok pulang cepet? Vanessa aja belum."
"Iya pimpinan aku ngasih kebijakan kaya gini ke anak PKL di tempatnya."
Langit mengangguk, Kara kemudian masuk dan pintu kembali di kunci.
"Kara," panggil Langit manja sambil meletakkan dagunya dibahu Kara.
"Kenapa kamu?" tanya Kara.
"Nggak papa. Kara capek nggak? Jalan yuk."
"Lang, kamu,'kan sakit."
"Kalau sama Kara sembuh kok. Ayo, ya," pinta Langit manja. Kara menghela napasnya dan mengangguki ucapan pemuda itu. Langit tampak seperti anak kecil, dia girang setelah Kara mengangguki ajakannya.
Dengan cepat Langit menarik Kara ke atas agar segera berganti baju dan siap-siap. Kara hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Dia seperti melihat anak kecil.
Kara masih sama, dia masih belum sadar bagaimana perasaanya pada Langit. Padahal sudah berjalan 2 bulan lebih sejak sikap Langit seperti itu. Namun, nyatanya tetap saja Kara harus bersyukur jika dia tak sadar. Karena, akan menyulitkan diri dan perasaanya.
Hei... Gimana?
Jadi, Kara sama Langit memang ketemu waktu Kara udah cukup lama PKL dan tinggal di rumah kakaknya sama vanessa. Tapi gimanapun Kara harus balik ke rumahnya dan sekolah
Makanya setelah PKL selesai, moment mereka nggak banyak dan waktunya akan semakin cepat.
Kisah Kara sama Langit singkat, tapi nggak bisa dilupain.
Vote, komen dan share!!!
See u next time di 'Rasa'
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa [Nakamoto Yuta] ✔
Fiction générale- BASED ON TRUE STORY ❝Semesta untuk sepihak hati❞ "Jika aku tak bisa memilikimu, maka semua tentangmu akan abadi dalam karyaku" -Kara "Maaf jika sikapku membuatmu berpikir aneh" -Langit ©pinterest #2gera 300921 #18azaleaspublisher 300921 #16arabell...