08

132 31 60
                                    

Setelah kejadian dimana Dita mengatakan bahwa dia melihat Bintang dan Zara pergi bersama, Kara tak pernah menghubunginya dan dia juga tak mengubris setiap Bintang menghubunginya lebih dulu.

Kara hanya sibuk dengan PKL-nya dan semua temannya di sana, sebab sebentar lagi dia akan selesai menjalani kewajibannya sebagai anak magang. Dia akan memikirkan masalahnya dengan Bintang saat PKL-nya selesai.

Dia sudah cukup pusing dengan tingkah Langit selama dia datang, dan sekarang dia harus memikirkan masalah hubungannya dengan Bintang? Kara tak ingin, dia tak mau menambah beban pikirannya.

Toh dia juga akan mengakhiri hubungannya dengan Bintang ketika selesai PKL nantinya. Perasaan Kara pada Bintang sudah tak ada lagi, dan semua itu dimulai saat Kara mendengar kebusukan Bintang dari Dita.

"Kara, bisa tolongin saya?" tanya pembimbing Kara di kantor.

"Bisa, Mbak."

"Tolong antarkan berkas ini ke HRD. Bilang dari Mbak, ya."

"Oke, Mbak." Kara bergegas menuju HRD, kebetulan gedung ruangannya dengan HRD berbeda.

Setelah mengantar berkas tersebut, jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Kara bergegas mengambil tasnya dan pergi ke halte.

Dia harus pulang sebelum Vanessa menghubunginya, sebab Kara yang membawa kunci rumah hari ini. Untung saja ketika dia sampai di halte langsung ada angkutan umum yang berhenti di depannya.

Segera Kara naik, dia memainkan ponselnya selama perjalanan. Dan tanpa dia sadari, ternyata sudah dekat. Segera Kara memasukkan ponsel tersebut ke saku seragamnya.

Kara turun dan membayar angkutan tersebut. Dia berjalan masuk ke lorong rumah Angel. Kara kembali mengambil ponselnya dan memainkannya sampai tanpa dia sadari, dia hampir saja menabrak tiang listrik.

"Makanya kalau jalan jangan main hp!" ucap tegas seseorang yang sudah memegang keningnya. Kara menoleh, menampilkan gummy smile pada orang tersebut.

"Kara, jangan senyum kaya gitu," ucapnya lagi. Kara memundurkan kepalanya heran. "Manis banget soalnya."

Kara menghela napas, lalu melanjukan langkahnya untuk masuk ke dalam gang diikut oleh orang tadi.

"Kenapa pulang?" tanya Kara.

"Mau mandi sama makan. Kenapa? Nggak boleh?"

Kara menggeleng sambil membuka kunci rumah. "Tumben. Emang lembur?"

"Iya. Barang baru masuk subuh tadi, jadi harus lembur."

"Oh, pantes nggak balik semalam."

Langit tersenyum mendengarnya. "Ciee. Kara, nungguin Langit, ya?"

Kara menoleh dengan cepat. "Nggak! Jangan GR!" Langit hanya terkekeh melihat tingkah Kara, sedangkan gadis itu langsung berlalu begitu saja tanpa menghiraukan Langit.

Kasa membanting dirinya di atas kasur. Meregangkan badannya yang kelelahan, karena seharian sibuk di kantor. Ponselnya lagi-lagi bergetar, menandakan ada pesan masuk. Kara meraihnya dan membuka pesan tersebut, lagi-lagi dia menghela napas mengetahui siapa yang mengirim pesan tersebut.

Kara tak membalasnya, dia melempas ponselnya ke sembarang arah. Sampai ponselnya berbunyi, Kara melihat siapa yang menelepon dan ternyata Bintang.

Dia tak mengubrisnya dan memilih sibuk di depan laptop sampai telepon masuk itu mati dengan sendirinya. Telepon Kara kembali berbunyi, lagi-lagi dia menghela napas kesal setelah mengetahuinya.

Telepon itu kembali mati, napasnya dia hela untuk kedua kalinya. Namun, teleponnya kembali berbunyi. Tak tahan sudah Kara dengan manusia itu. Dia mengambil ponselnya dan keluar dari kamar.

"Lang, ada di kamar?" tanya Kara.

"Ada, Kara. Kenapa?" tanya balik Langit.

"Udah buka baju? Keluar bentar, penting." Langit keluar dengan sarung yang sudah terpasang pada dirinya.

"Kenapa?" tanya Langit. Kara menyodorkan ponselnya yang masih ditelepon oleh Bintang.

Langit menatapnya heran. "Angkat, bilang Karanya sibuk kalau dia tanya kamu siapa bilang aja pacar aku."

"HAH?!" ucap kaget Langit.

"Buruan!" Langit mengangkat telepon tersebut.

"Hallo."

"..."

"Kara lagi sibuk ngerjain revisinya."

"..."

"Di samping saya nih."

"..."

"Saya? Saya pacarnya."

Langit memberikan telepon itu pada Kara. "Udah?" tanya Kara.

Langit mengangguk. "Iya. Langsung dimatiin gitu aja."

Kara hanya mengangguk, kemudian mengambil ponselnya, dia memblokir nomor Bintang saat itu juga. Kara berbalik ingin masuk ke dalam kamarnya, namun ditahan oleh Langit.

"Kenapa?" tanya Kara heran.

"Pacaran beneran mau?" tanya Langit.

Kara diam menatapnya sejenak. "Sinting!" Kara melepas tangannya yang digenggam oleh Langit kemudian masuk ke dalam kamarnya menunggu Vanessa.

Bisa dia dengar Langit menghela napas kasar di depan sana sebelum turun ke bawah untuk mandi.

Tak lama Vanessa muncul dari arah tangga dengan wajah lesu dan langkah yang tak bersemangat. Dia merebahkan dirinya di atas kasur tanpa melepas seragam dan kaos kakinya.

"Capek?" tanya Kara.

"Nggak. Ya, capeklah pakai nanya lagi!" Kara hanya terkekeh mendengarnya. Lalu kembali fokus menatap layar laptopnya yang menampilkan sebuah drama korea.

Detik berikutnya dia menoleh pada Vanessa, namun memastikan tak ada siapapun di lantai 3 kecuali mereka berdua.

"Van, mau nanya," ujar Kara.

"Apa?" tanya Vanessa penasaran.

"Kalau ada yang ngajak pacaran terima atau jangan?"

Vanessa menoleh, menatap lekat sepupunya itu. "Sama Bintang udah putus?"

Kara menggeleng cepat. "Selesai PKL."

"Terus? Kok nanya gitu? Ada yang ngajak pacaran? Siapa?"

Kara diam mendengar pertanyaan Vanessa. Dia memikirkan kembali ucapan Langit barusan, sepertinya tak mungkin sepupu jauhnya itu mengajaknya pacaran. Tapi, nada bicara bintang terdengar serius ditelinga Kara.

"Kara," panggil Vanessa membuyarkan isi pikirannya.

"Hah? Nggak ada cuman nanya aja," jawabnya mengelak.

Vanessa hanya manggut-manggut, lalu kembali sibuk dengan ponselnya. Pun dengan Kara yang sibuk dengan drama di hadapannya.

Kara masih belum sadar dengan perasaanya pada Langit, bukan karena dia terikat hubungan pada Bintang. Tapi karena, mereka memang tak bisa bersama bagaimapun caranya.

Kalaupun salah satu diantara mereka saling menyukainya, mereka harus bisa menyembunyikan perasaan tersebut. Harus bisa tetap diam dan biasa saja sampai kebahagiaan berpihak pada mereka.

Setidaknya untuk saat ini Kara belum sadar jika dirinya sudah mempunyai perasaan pada Langit. Dan entah bagaimana Langit pada Kara. Sikap Langit bisa saja membuat Kara berpikir kalau dia mempunyai perasaan pada Kara.

















Hei...

Gimana? Suka?

Ah, iya, jangan latah setiap kalian liat Yuta NCT. Karena bagaimanapun Yuta hanya visualisasi dari Langit dalam cerita ini. Yuta tetaplah Yuta dan Langit tetaplah Langit. Mereka berbeda!

Semoga kalian paham dan mengerti

Vote, komen dan share

See next time di 'Rasa'

Rasa [Nakamoto Yuta] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang