06

129 26 68
                                        

"Kara, minggu ini pulang?" tanya Vanessa dari arah dapur.

"Pulang. Mau laporan sama Bu Mega, udah dua minggu nggak balik," balasnya yang berada di ruang makan.

"Mau bareng? Atau sendiri-sendiri?"

"Sendiri-sendiri aja. Soalnya aku balik dari kantor ke sini dulu terus ke toko pamit sama Kak Angel."

"Oh, yaudah."

Kara hanya manggut-manggut tanpa berniat membalas ucapan Vanessa. Gadis itu sibuk makan, sedangkan Vanessa sibuk memasak di dapur.

Hari ini memang jadwal Vanessa untuk masak sedangkan Kara menyuci seragam mereka yang sudah menumpuk selama 4 hari.

Vanessa selesai memasak, dia membawa makanan buatannya ke meja makan. Rumah masih sepi, masih pukul 4 sore. Hanya ada mereka di sana, dan seperti biasa setelah makan kedua gadis cantik itu pasti akan menonton sebentar lalu kembali ke lantai 3.

Untuk apa lagi kalau bukan bersantai ria sebelum Angel datang dari toko. Sebab biasanya mereka berdua akan dipanggil turun, entah makan atau menyiapkan makanan untuk suami Angel, Elang.

"Kara, kamu kapan mulai angsur baju-baju kamu ke rumah?" tanya Vanessa.

"Hm... Kayanya minggu depan deh, kenapa?" tanya balik Kara.

"Oh, nggak papa. Biar barengan aja gitu maksudnya."

"Oh. Sewa mobil? Kan banyak itu pasti pakai koper."

"Hari terakhir aja. Soalnya itu bakalan banyak pasti." Vanessa mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Mereka berdua kembali makan.

Baik Kara maupun Vanessa hanya sibuk dengan ponsel mereka sendiri. Apa lagi yang mereka lihat jika bukan percakapan random digrup magang mereka masing-masing.

Selesai Makan keduanya langsung naik ke lantai 3. Sepertinya mereka terlalu lelah untuk bersantai di depan TV seperti biasanya. Bahkan untuk naik ke lantai 3 saja, Kara maupun Vanessa merasa begitu berat melangkah.

Vanessa membanting dirinya di atas kasur setelah memasuki kamar. Dia meregangkan badannya di sana, rasa lelahnya sedikit demi sedikit menghilang akibat perengan tersebut.

Berbeda dengan Kara, dia malah duduk depan laptop yang terbuka dan menampilkan berkas laporannya. Vanessa melirik sebentar lalu kembali bermain ponsel dengan posisi tengkurap.

"Kar, laporan kamu revisi lagi?" tanya Vanessa yang masih fokus ke ponselnya.

"Nggak. Cuman mau aku print aja." Vanessa hanya mengangguk. Mereka berdua menoleh ke arah pintu ketika mendengar langkah kaki seseorang menaiki tangga.

"Langit nih pasti," ucap Vanessa santai. Dan benar saja, Langit muncul di sana, pemuda itu melempar senyum ketika melihat Kara tengah duduk dan menatap laptopnya dengan serius.

Kara langsung menutup pintunya ketika Langit sudah masuk ke dalam kamarnya.

"Pacaran aja sama Langit, Kar," ucap Vanessa santai.

Dengan cepat Kara menoleh padanya. "Sinting!" bukannya kesal Vanessa malah terkekeh mendengar umpatan Kara.

Vanessa bangkit, dia keluar dari kamar. "LANGIT, MINTA DUIT BOLEH NGGAK? MAU JAJAN, KARA MAU BELI ICE CREAM," teriak lantang Vanessa.

"Vanessa, sialan!" umpat Kara di dalam kamar. Bagaimana bisa Vanessa menjual nama Kara untuk meminta uang pada Langit.

"BENTAR LAGI BUKA BAJU!" teriak Langit.

"Heh, kalian deket, jarak nggak sampai 5 meter nggak usah teriak!" tegas Kara dari kamar. Vanessa hanya terkekeh mendengarnya. Bahagia sekali dia menjahili sepupunya itu apalagi jika Langit sudah pulang dari toko.

Langit keluar hanya menggunakan sarung, dia ingin mandi, tapi Vanessa berteriak meminta uang dengan lantang. "Nih, beli ice cream atau cemilan." Vanessa mengambil uang pecahan 50 sebanyak 6 lembar dari tangan Langit.

"Makasih, Lang. Kalau mau jalan sama Kara bilang sama Nessa aja oke." Langit hanya mengangguk, Vanessa memang selucu dan semenggemaskan itu, tapi Langit sama sekali tak begitu tertarik padanya. Berbeda jika Kara yang bertingkah seperti itu.

Vanessa masuk membawa uang tersebut dan dia letakkan di atas meja. Dia kembali tengkurap di kasur dan melanjutkan aktivitasnya bermain ponsel.

Kara yang melihatnya bingung, terlebih uang yang Langit berikan disimpan di atas meja. "Terus uangnya buat apa?" tanya Kara.

Vanessa menoleh. "Simpen aja nanti malam ke supermarket beli jajan sama ice cream."

"Terus kenapa jual nama aku, Vanessa? Nanti Langit ngira apa lagi."

"Santai. Langit kan sepupu kamu."

"Iya, tapi nggak harus minta dong. Nih banyak lagi dikasih."

"Kara, harusnya kamu bersyukur sepupu aku yang cantik." Kara hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia beranjak dari duduknya untuk turun, dia ingin mengambil air putih di bawah.

Bersamaan ketika dia sampai, Langit keluar dari dalam kamar mandi. Dengan cepat Kara berlari menuruni anak tangga agar sampai di lantai dasar.

Langit yang melihat tingkahnya hanya bisa terkekeh pelan. Kara seperti takut sekali ditahan hanya untuk mengobrol, padahal Langit tak akan melakukan hal tersebut.

Kara menghela napas lega ketika sampai di depan kulkas dua pintu di dapur. Dia mengatur napasnya lebih dulu sebelum membuka pintu kulkas untuk mengambil minum.

"Lah? Kok botolnya kosong? Argkh ini pasti Kak Angel lagi!" ujarnya kesal. Terpaksa dia mengizi air ke dalam botol tersebut. Untung saja ada es batu di dalam lemari kedua, namun tetap saja dia kesal.

Tengah asik minum, tiba-tiba saja Kara merasa pundaknya dipegang seseorang. Dia menoleh perlahan, hampir saja di tersetak batu es melihat siapa yang ada di belakangnya.

"Pelan-pelan, cantik," ujar Langit tersenyum.

"Kamu apa-apaan sih?! Kalau tadi aku kesedak gimana? Jangan suka bikin kaget jantung aku-"

"Jantung kamu kenapa?" tanya Langit memotong ucapan Kara.

"Nggak! Udah sana mau ke toko,'kan?"

Langit mengangguk. "Kara."

Gadis itu menoleh ketika dipanggil, namun detik berikutnya dia tertegun. Langit mencium pipinya tanpa izin.

"Aku berangkat kerja dulu, ya," ucap Langit. Kara masih diam, mendapat perlakuan secara tiba-tiba dari Langit membuatnya kaget.

Langit hanya tersenyum, lalu meninggalkan Kara. Tak lupa dia mengacak pelan rambut gadis itu. Barulah Kara sadar, dia mengerang kuat dalam hatinya. Mengumpati perlakuan Langit yang bisa saja membuat perasaannya tumbuh menjadi sesuatu yang besar.

Kara duduk di kursi meja makan, memegang pipinya yang dicium oleh Langit. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Ini pertama kali Langit menciumnya, bahkan ketika dia kecil pun Langit tak pernah melakukan hal ini.

"Argkh, Langit!!!!" erang Kara kesal.

















Gimana? Seru? Baper?

Ingat! Jangan cari Langit ataupun Kara!!

Seperti biasa Vote, komen dan share

See u next time di 'Rasa'

Rasa [Nakamoto Yuta] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang