"Kara!" panggil seorang laki-laki dari arah parkiran kantor. Yang dipanggil menoleh sambil tersenyum mengetahui siapa yang memanggil namanya lantang.
Laki-laki itu berlari kecil ke arahnya. "Kok cepet datangnya?"
"Emang jam segini. Kamu aja yang nggak pernah liat," balas Kara ketus.
Laki-laki itu terkekeh pelan. "Kan aku jarang liat kamu cuman baru ini aja selama 4 bulan."
"Ya, iya, sih. Oh, iya tanggal berapa hari kamu selesai magang?" tanya Kara.
"Tanggal 7 nanti. Kamu?" tanya balik Rey.
"Tanggal 14. Beda seminggu aja kita." Rey mengangguk, mereka kemudian melangkah masuk ke dalam kantor. Keduanya berpisah ketika melewati lobby kantor.
Ruangan Kara berada di gedung yang berbeda dan memang dikhususkan untuk departementnya sendiri.
Sesampai di ruangannya, tak ada yang istimewah. Hanya ada akuntan di ruangannya tanpa pembimbingnya di sana. Hari ini, pembimbingnya izin untuk tidak masuk karena sebuah kesibukan di luar pekerjaanya sebagai sekretaris departement tersebut.
"Mbak, ada yang bisa aku kerjain? Surat-surat di sini nggak ada dan udah selesai semua," ucap Kara.
"Ambil fotocopy-an aja di gedung belakang sama beli matrai, ya," ucapnya.
Kara mengangguk, mengiyakan ucapan sang akuntan. Dia kemudian beranjak dari sana. Untung saja gedung belakang dan penjual matrai saling berdekatan, jadi Kara tak akan capek-capek untuk jalan lagi.
Suasana masih pagi, jadi masih banyak yang berkeliaran di sana untuk sarapan atau yang baru datang. Seperti anak magang di gedung tempat Kara mengambil berkas fotocopya-an.
"Hei, Kar, udah datang? Rajin bener," goda Asa.
"Udahlah. Baru datang?" tanya balik Kara.
"Iya. Gimana udah sehat? Waktu itu Rey yang bawa kamu pulang sampai hujan-hujanan." Kara terdiam mendengarnya. "Aku duluan, ya," ucap Asa lagi. Kara mengangguk sambil tersenyum.
Dia melangkah ke lantai 2, namun kepalanya masih memikirkan ucapan Asa mengenai Rey. "Kalau memang Rey, kenapa dia nggak ada di sana? Dan kenapa dia malah baringin aku di kamar Langit? Dia nggak mungkin nggak tau kamar aku dengan name tag sebesar itu." Kara menghela napas, dia menggelengkan kepalanya cepat. "Stop! Kamu mikir apa sih, Kara?!"
Kara melangkah cepat masuk ke dalam ruang fotocopy, dia mengambil berkas yang diamanahkan padanya.
"Pagi, Neng Kara," ucap sang penjaga fotocopy-an.
Kara tersenyum manis. "Pagi, Pak. Mau ambil berkas."
"Ini, sudah disiapkan kemarin sore," ucapnya memberi setumpuk kertas yang lumayan tebal.
"Makasih, Pak. Kalau gitu saya permisi dulu." penjaga fotocopy itu hanya mengangguk sembari melempar senyumnya pada Kara.
Kara memang terkenal ramah di kantor itu selama magang, itulah kenapa banyak yang mengenalnya. Sebab dia selalu melempar senyum pada karyawan yang dia lihat, kenal ataupun tidak.
Setelah turun dari lantai 2, Kara melangkah ke luar untuk membeli materi yang diperintahkan oleh akuntan ruangannya.
"Seperti biasa?" tanya sang penjual. Kara mengangguk, dia masih tersenyum. "Ini, 300 ribu." Kara memberikannya uang pas, setelahnya Kara kembali ke ruangannnya.
Dia meletakkan berkas fotocopy dan materai di ruangan sang akuntan. Lalu kembali duduk di ruangannya, kepalanya masih memikirkan ucapan Asa mengenai Rey jumat lalu.
"Aku harus tanya sama Rey nanti," monolognya pelan. Kara menghela napas, dia menyalakan monitor di hadapannya. Kara sudah tahu password dan seluk-beluk dari isi monitor tersebut. Dia mengerjakan surat masukan yang baru saja diantar oleh kantor pos sewaktu dia di gedung belakang.
"Kara, setelah istirahat nanti bawa ini ke financial, ya," pinta sang akuntan.
"Oke, Mbak."
Hening tercipta, mereka kembali fokus pada kegiatan mereka masing-masing. Cukup banyak surat masuk yang harus Kara agendakan hari ini. Sepertinya, surat itu sengaja dia tumpuk sebelum di antar ke ruangannya.
Jam berlalu dengan cepat, Kara sudah selesai sejak tadi dengan pekerjaanya. Dia hanya menunggu waktu istirahat. Perutnya sudah meminta diisi sejak tadi, namun belum waktunya untuk istirahat.
Semuanya sibuk di ruangan masing-masing. Tak ada yang istimewah hari ini, masih sama seperti sebelum-sebelumnya. Masih ada 10 hari lagi sebelum dia selesai magang.
Kara membuka lembaran buku laporannya, tersisah dua lembar lagi maka semuanya selesai dia isi dengan kegiatannya selama 4 bulam terakhir.
Kara kembali menghela napas. Setelah 10 hari berlalu, dia akan memikirkan bagaimana cara menyelesaikan masalahnya dengan Bintang dan fokus pada sekolahnya.
"Kara, kalau mau makan, makan aja, ya," ucap sang akuntan yang keluar dari ruangannya. Dengan segera Kara bangkit dan bergegas keluar. Dia berlari menuju kantin di depan gedungnya.
Kantin di sana prasmana, itu kenapa Kara menyukainya. Namun, yang Kara pilih hanya sedikit makanan dan gorengan sebagai pemanisnya. Asa dan yang lainnya belum keluar, karena memang belum jamnya untuk istirahata.
"Kalau makan itu pelan-pelan, Kara."
Hei....
Siapa tuh yang ngomong? Rey? Atau ada orang lain? Cieee penasaran wkwkwkw.
Yuk vote komen dan share!!!
See u next time di 'Rasa'
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa [Nakamoto Yuta] ✔
General Fiction- BASED ON TRUE STORY ❝Semesta untuk sepihak hati❞ "Jika aku tak bisa memilikimu, maka semua tentangmu akan abadi dalam karyaku" -Kara "Maaf jika sikapku membuatmu berpikir aneh" -Langit ©pinterest #2gera 300921 #18azaleaspublisher 300921 #16arabell...