36

40 6 80
                                    

Desember 2020

Tak ada yang istimewa setelah acara aqiqah keponakan Kara selesai. Wabah hebat yang menyerang penjuru dunia membuat banyak orang harus berdiam diri di rumah masing-masing. Tak ada kegiatan yang berjalan dengan baik, semua rencana yang sudah disusun serapi mungkin pun hancur karena wabah tersebut.

Karena wabah itu juga, Kara tak pernah mengunjungi Angel di rumahnya. Biasanya ia hanya saling menelepon satu sama lain untuk memberi kabar dan perkembangan sang keponakan.

Sejak beberapa bulan juga Kara tak bertemu dengan Langit. Harapan mengenai perasaanya yang pudar nampaknya salah, rasa rindu yang begitu besar nyatanya menyeruak masuk ke dalam dirinya. Kara tak bisa bohong, ia merindukan Langit. Apa lagi dengan hal terakhir yang Langit lakukan padanya.

Yang Kara harapkan dia bisa bertemu dengan Langit lebih cepat, ia tak sanggup jika harus menahan semuanya, menahan rasa rindu yang bahkan sudah menggebu-gebu.

Bulan ini Angel kembali dari rumah Ibu mertuanya, setelah membawa sang anak kedua ke sana, Angel akan membawanya ke rumah Kara. Untuk apa lagi kalau bhkan merayakan pergantian tahun bersama keluarga besar lainnya.

Langit tak pernah ikut setiap Angel pergi ke rumah Kara, tapi pemuda itu selalu menitipkan salam untuknya. Mereka bahkan tak bertukar nomor, itu yang membuat Kara sedikit susah mengetahui kabarnya Langit.

"Kara." ia tersadar dari lamunannya karena suara panggilan dari Vanessa. Sepertinya gadis itu akan mengajaknya untuk keluar rumah.

"Kara," panggilnya sekali lagi.

"Apaaaa, coba naik."

Vanessa muncul dari arah tangga sambil terkekeh tanpa dosa. Ia melangkah dengan cepat dan menghampiri Kara.

"Ayo, temenin beli makan."

"Beliin juga, ya."

"Siap." Kara langsung mengambil ponselnya dan berjalan ke bawah bersama Vanessa.

Tak ada siapapun di sana, hanya ada Vanessa yang Kara yang di suruh menjaga rumah. Sore ibu sepertinya matahari sangat baik dan akan menampakkan langit senja yang cantik.

Sudah beberapa hari hujan tak turun, dan Kara menyukai hal itu. Ia sedikit kesal jika hujan terus turun, sebab ia tak bisa keluar dari rumah atau sekedar mencuci pakaiannya.

Mereka akhirnya sampai di salah satu warung tempat biasa Kara dan Vanessa membeli makanan, Vanessa memesan makanan sesuai dengan apa yang akan sering mereka makan.

"Gimana?" tanya Vanessa.

"Apanya?" tanya balik Kara.

"Perasaan sama Langit."

"Hah? Apa, sih, nggak jelas."

Vanessa tersenyum mengejeknya. "Nggak usah pura-pura bohong, aku tau kali."

Kara diam, ia menghela napasnya. "Nggak papa."

"Sampai kapan mau diam?"

"Sampai perasaannya hilang."

"Cih, Kar, kita udah 20 tahun jangan plin-plan, oke sepupuku."

"Kita emang udah 20 tahun, tapi jangan lupa Langit keluarga, Vanessa yang cantik."

"Oh, iya, bener juga." Kara memutar bola matanya jengah mendengar hal tersebut, tak paham dengan pikiran Vanessa.

Jika saja bisa, dia ingin memberitahu Langit perihal perasaannya, tapi itu bukan hal yang baik, bisa-bisa Langit menjauh darinya dan Kara tak ingin hal itu.

Dia akan membiarkan sekali saja, jika memang masih tak hilang mau tak mau ia akan memberitahu Langit. Persetan apakah Langit akan mendiamkannya atau bagaimana, setidaknya Kara sudah jujur dengan perasaannya selama setahun lebih ini.

Sebab dia hanya ingin tahu bagaimana dengan Langit, perhatiannya seperti bukan adik dan kakak melainkan, perhatian pada seorang perempuan pada umumnya. Jadi, sebelum Kara berpikir yang tidak-tidak, ia harus memastikan hal tersebut lebih dulu. Tak apa, tak akan terjadi hal aneh.

"Tahun baru Kak Angel ke sini?" tanya Vanessa.

"Nggak tau, kenapa?" tanya Kara balik.

"Nggak, tanya aja, biasanya kan dia ke sini atau kamu yang ke sana."

"Nggak, kayanya dia yang ke sini, soalnya Rizky sakit, terus bunda udah ngambil Anugerah juga."

"Iya, sih, Langit ikut?"

"Emang Langit pernah ke sini?"

"Nggak pernah."

"Ya, terus ngapain nanya?"

"Nggak papa, basa-basi aja, sih."

"Sok kenal."

"Nggak aku bayarin," ancam Vanessa.

"Ish!" ketuknya dengan kesal. Vanessa hanya terkekeh menanggapinya. Mereka akhirnya makan dengan lahap. 

Kara masih memikirkan ucapan Vanessa, rasanya kepalanya akan pecah. Satu tahun sudah berlalu, tapi dia masih saja belum melepas perasaannya pada sang sepupu. Oh, mungkin tidak satu tahun, perasaannya dimulai 2017, itu artinya sudah tiga tahun berlalu, namun ia masih menyukai pemuda itu.

Kara menghela napas, mencoba terbiasa dengan perasaanya, ia yakin jika suatu hari nanti perasaan itu akan hilang jika Langit sudah tak pernah ia lihat lagi.

Kara percaya itu hanya perasaan penasaran untuk memiliki Langit dalam waktu sekejab, bukan perasaan ingin memilikinya sebagai seorang kekasih. Iya, Kara percaya akan hal itu.



[TO BE CONTINUED] 

Rasa [Nakamoto Yuta] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang