17 : Aku bukan boneka!

742 124 12
                                    

Jam sudah menunjukkan waktu tengah malam, Atlanta baru saja sampai di depan rumahnya. Ia membuka pintu gerasi dengan sangat hati-hati tanpa menimbulkan suara bising, menuntun sepeda untuk masuk ke dalam.

Di sana, dia melihat motor besar Jay yang sedang dinyalakan tanpa ada orang disekitarnya. Segera, Atlanta berjalan ke arah pintu yang berhubungan langsung dengan dapur, menyusuri ruangan yang gelap. Jemarinya menggapai mencari saklar lampu, berniat memberi penerangan di area dapur.

Klik

Deg!

Entah sejak kapan Jay sudah berdiri tepat setelah Atlanta membalikkan badan, belum lagi setelan serba hitam yang dipakai Jay membuat pikiran Atlanta berkeliaran pada sosok rampok. Atlanta memegangi dadanya yang tiba-tiba berdebar hebat dan menarik nafas sedalam mungkin.

"Apaan dah, lo pikir gue setan!" sahut Jay mendelik. Melangkah menuju kursi tinggi ala cafe dekat meja marmer, lalu duduk di sana.

"Dari mana aja lo? Jam segini baru pulang. Abis malam mingguan?" Laki-laki itu mengambil gelas bening berukuran kecil, menuangkan air dari jar dan meneguknya hingga kandas.

Atlanta hanya diam, memperhatikan kegiatan Jay. Laki-laki itu segera menoleh pada Atlanta setelah sedikit membasahi kerongkongannya, menelisik Atlanta dari atas sampai bawah, kemudian menyunggingkan sebelah bibir.

"Gue cuma mau bilang, jauhin Elisa. Lo gak usah deket sama dia lagi," ucap Jay, mengundang kerutan kening dari Atlanta. Laki-laki itu masih terdiam di tempat, tampak kali ini dia semakin membeku.

Gak bisa, aku butuh Elisa. Aku gak mau tinggalin Elisa. Batinnya.

Tanpa butuh jawaban dari Atlanta, Jay beranjak dari duduk, memakai jaket kulit hitamnya, melangkahkan kaki hendak meninggalkan laki-laki itu di dapur. Atlanta segera mencekal tangan Jay ketika laki-laki itu melewatinya. Dia menggerakkan tangan setelah Jay menoleh malas.

"Mau kemana?"

Jay merotasikan bola mata, berdecak. "Ck. Apa sih! Gak ngerti gue. Kalo lo nanya gue mau kemana, gue mau balapan, puas lo."

Atlanta menggelengkan kepala cepat, bermaksud melarang Jay untuk pergi, apalagi jika laki-laki itu berniat melakukan balapan yang bisa membahayakan dirinya, Atlanta tidak mau Jay terluka.

"Bukan urusan lo. Awas aja ya, kalo sampe Ayah sama Ibu tau gue balapan, abis lo." Jay menghempaskan pegangan tangan Atlanta kasar, mengayunkan kaki lebar untuk segera pergi dari sana. Atlanta menatap punggung Jay yang semakin hilang dari pandangannya, lalu menghempaskan nafas pelan. Dia tidak bisa berbuat apa-apa, yang bisa dia lakukan hanyalah berdo'a agar adiknya itu selalu dalam keadaan baik-baik saja.

.
.
.

Kring

Elisa mengerjapkan kedua matanya ketika menangkap suara alarm dari jam waker, bersamaan dengan cahaya matahari yang menerobos melewati celah jendela. Gadis itu terduduk di atas ranjangnya, mengucek mata dan mengedarkan pandangan ke setiap penjuru kamar.

Aneh, dia merasa rumah sangat hening. Biasanya dia selalu mendengar teriakan dan ocehan Yunaka yang merasa kesal ketika mencoba membangunkannya, ataupun mendengar lagu hip hop yang sengaja diputar dengan volume keras oleh Yunaka rutin setiap hari minggu.

Elisa turun dari ranjang, keluar dari kamar hanya untuk membuktikan rasa penasarannya. Hal pertama yang dia lakukan adalah membuka pintu kamar Joni yang tepat di sebelah kamarnya.

"Bang Jon?" Dia mencondongkan kepala. Gadis itu hanya melihat keadaan kamar Joni yang nampak sudah rapi dan wangi seperti biasanya, namun tidak melihat keberadaan laki-laki itu di sana. Elisa kembali menutup pintu kamar, mungkin saja Joni sedang ada di ruang kerjanya.

Surat untuk AtlantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang