43 : Not bitch!

578 69 5
                                    

Seperti janjinya, sepulang sekolah keduanya berniat untuk mulai latihan piano di ruang musik. Karena kala itu bukan hari untuk ekskul musik, Elisa maupun Atlanta harus di dampingi Theo selaku ketua untuk bisa mulai berlatih di ruangan itu.

"Waktunya cuma satu jam. Gue masih ada kerjaan lain di luar," ucap Theo tatkala membuka kunci pintu ruangan itu.

"So sibuk banget jadi orang." Sindir Elisa dengan entengnya. Ia melangkahkan kaki ke dalam mendahului Theo yang baru saja membuka lebar pintu kaca di depan.

Theo ber-smirk. "Ck, gini-gini gue juga punya kerjaan. Makanya jangan liat orang dari cover doang."

Elisa hanya mengangguk sembari mengerucutkan bibir seperti mengiyakan secara paksa ucapan Theo.

Atlanta mengambil alih kursi empuk panjang yang ada di dekat piano berwarna putih gading, mencoba menekan tuts piano beberapa kali. Gadis itu, mulai berkeliling menyusuri setiap alat musik yang berjajar, mulai dari gitar, piano, drum, suling, memainkannya asal sampai menghasilkan suara yang beragam nan berantakan.

"Norak banget sih lo. Kaya baru liat aja," ujar Theo saat ia mulai memainkan gitar di pojok ruangan tanpa mengalihkan pandangan.

Elisa mencebik, ia berjalan hendak bergabung dengan Atlanta yang sudah melambaikan tangan dan menepuk ruang kosong kursi di sampingnya, mengisyaratkan agar gadis itu duduk di sana.

"Terserah gue lah, kenapa jadi lo yang sewot."

Theo tidak menanggapi ucapan Elisa lagi, ia kembali memainkan gitarnya dengan penuh perasaan, pun Elisa yang mencoba untuk memfokuskan diri melihat Atlanta yang sedang menekan tuts putih dan hitam piano.

"Jadi aku harus gimana dulu nih?"

"Latihan dasar dulu."

Atlanta kembali menekan tuts, sampai terdengar nada do-re-mi-fa-so-la-si-do berulang kali.

"Ah, itu mah aku juga udah bisa, Atlanta."

"Yaudah, coba dulu."

Elisa menghela napas, jemarinya bergerak di atas benda yang cukup asing baginya. Terdengar nada yang sama dengan apa yang Atlanta lakukan.

"Tuh 'kan! Udah aku bilang kalo aku bisa!" sahutnya bersorak kemenangan.

Selanjutnya, laki-laki itu mengajarkan Elisa mengenali tuts atau keyboard piano. Pelan-pelan ia pun mengajarkan Elisa not-not yang disusun menurut abjad dari A ke G. Meski berulang kali ia harus ekstra sabar dengan Elisa yang sering merengek akibat kebingungan dengan not C yang secara resmi merupakan awal dari siklus, setiap siklus terdiri dari delapan nada - C, D, E, F, G, A, B dan C lagi.

"Atlanta, aku cape, kepala aku pusing...." Keluh gadis itu memberengut.

Atlanta terkekeh, mengusap surai hitam Elisa, menelusupkan helaian rambut ke belakang telinga.

"Woy! Elah, dikira dunia milik berdua apa?!"

Keduanya menoleh, menampakkan Theo tengah menatap tajam mereka. Namun, Elisa hanya memberi senyum jenaka.

"Apa lo? Cemburu? Dasar jomblo." Elisa menjulurkan lidah, menambah rasa kesal Theo.

"Gak ya! Gak cemburu sama sekali," ucapnya ketus. Tapi jauh dalam lubuk hatinya, laki-laki itu merasa geram dengan kedekatan Atlanta dan Elisa. "Sepuluh menit lagi." Imbuhnya.

Theo beranjak dari duduk, menyampirkan kembali tas ranselnya di pundak. Pun Elisa yang ikut menyusul beranjak dan menegakkan badannya.

"Iya, lagian gue juga udah selese kok. Akh—"

Surat untuk AtlantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang